Thursday, 22 November 2018

DUAL - 19


Awal Konfrontasi
            “Bagaimana video yang kukirim? Cukup menghibur bukan? Hehehe,” lanjut Jonas, “kalian mau kubikin kayak teman kalian ini?” lelaki berkulit putih pucat mengarahkan kamera depan smartphone-nya ke mayat Chyntia.
            “Kalau aku sampai di sana, aku akan mencabik-cabik badanmu, JONAS!” Anggara membentak keras Jonas. Lelaki itu menatap hampa pada Anggara lalu memberikan senyum getir pada lawan bicaranya.
            “Supaya kau lebih cepat bertemu dengan kami, aku sudah mengirimkan anak buahku untuk menjemputmu? Di hotel Edelweiss kan? Dadah.” seraya mengedipkan kelopak mata sebelah kanan, Jonas mengakhiri panggilan videonya.
            “Itu berarti—“ ketika Fiolina hendak menyimpulkan pembicaraan dari Anggara, keduanya mendengar suara-suara yang berasal dari luar, mencari-cari nama mereka berdua.
            Keduanya mendengar seseorang tengah memutar kunci. Begitu engsel tak lagi terkunci, tiga orang bersenjata AK-47 menyerbu seraya menodong pucuk senjata mereka pada Anggara dan Fiolina.
            “Sekarang bagaimana?” tanya Fiolina sambil mengangkat kedua tangannya.
            Anggara sempat diam sejenak. Entah dia sedang berpikir atau mencoba pasrah akan keadaan. “Kita ikuti saja.”
***
            Alvaro dan Santo Aruru berada di dalam kantor bos besar mereka, Fahnan. Keduanya sedang menyampaikan laporan mereka terkait Dedy Rahmad Yahdi. Fahnan mendengar dengan seksama sambil memberikan pertanyaan balasan pada mereka.
            “Bagaimana keadaan jalan sekitar ketika kalian mengeksekusinya?”
            “Awalnya jalan sempat ramai karena kami mengikuti target yang melewati perkebunan teh dan melati. Tapi itu tidak berlangsung lama. Kami berhasil menghabisi target dengan menembakkan peluru pada dua ban mobilnya. Kemudian saya dan Aretha menubruk mobil Dedy dengan keras hingga membuatnya hilang kendali dan terbalik. Pada saat itu jalan sepi hanya ada aku, Aretha dan Santo di jalan raya.” Santo mengangguk pelan, meyakinkan bosnya.
            Alvaro memberikan sejumlah foto sebagai dokumentasi hasil pembunuhan mereka. Fahnan mengangguk takzim sambil menyunggingkan senyum puas atas hasil kerja keduanya.
            Very good! Aku suka dengan hasil kerja kalian tapi...,”
            “Tapi apa bos?” tanya Santo langsung.
            “Ke mana Aretha?”
            Alvaro dan Santo berpandangan sekilas lalu kembali tertuju pada Fahnan. “Dia sedang tidak enak badan,” jawab Alvaro.
            “Ah tidak apa-apa. Seandainya dia ada di sini, aku akan memberikan kalian bertiga bonus tunai saat ini juga. Tapi berhubung dia tidak ada di sini, aku akan mentransfernya nanti saja,” ujar Fahnan seraya kembali duduk di kursi berodanya.
            “Kalian ingin minum apa? Biar kupanggil pelayan,” tawar bos pada mereka berdua.
            “Bukankah bar kita menyediakan soju bukan? Kebetulan aku ingin sekali minum itu. Bagaimana denganmu, Al?” Santo sudah memesan minumannya. Alvaro merasakan sesuatu sedang disembunyikan ayahnya. Tapi ia sendiri tidak tahu apa yang tengah disembunyikan lewat gelagat anehnya.             
            “Sama denganmu juga,” ikut Alvaro. Sang bos mengangguk pelan mengiyakan permintaan mereka. Bos Fahnan menghubungi pegawai bar yang berada di lantai dua mengatakan pesanan kedua anggotannya.
            “Baiklah sembari menunggu pesanan kalian berdua datang, aku ingin berbincang denganmu, Alvaro.” Mimik wajah Fahnan tadi terlihat agak santai, jadi serius.
            Ini menjadi keganjilan tersendrii baginya. Alvaro yang biasa akrab dengan Fahnan, jadi siaga dengan tingkah aneh ayahnya. Ia menyorot mata curiga.
            “Iya langsung saja... Sebenarnya... perjanjian macam apa yang kalian buat dengan anggota HOVTA?”
            “Perjanjian macam apa yang ayah maksud...?”Alvaro pura-pura tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan ayahnya.
            “Lalu... bagaimana kau menjelaskan ini?” Fahnan memperlihatkan layar handphone-nya pada Alvaro. Lelaki itu ternganga menyaksikan apa yang ditunjukkan sang ayah.
            “Da-darimana ayah dapatkan i-itu?!” Lidah dan bibir Alvaro sama-sama kelu mempertanyakan sumber data yang didapatkan ayahnya.
            Fahnan menatap dingin pada Alvaro. Lelaki berwajah kekotakan itu tidak mampu menahan gelisah karena surat perjanjian antara Aretha, Alvaro dan Anggara dan Fiolina sudah bocor sampai ke tangan ayahnya.
            “Ayah... Ini ak—“
            “Jelaskan saja di markas HOVTA.” Penjelasan Alvaro diinterupsi tiga orang bersenjata laras panjang. Ketiganya menyeruduk ruang kantor Fahnan lalu mengacungkan pucuk senjata pada Alvaro dan Santo.
            “Alvaro, ada apa ini?!” tanya Santo panik.

No comments:

Post a Comment