Sunday, 19 June 2016

Aretha (Biarkan Aku Bangkit)



Menggali. Terus menggali. Itu yang sedang dilakukan Alvaro saat ini. Ia ingin mengambil media yang digunakan untuk membangkitkan saudara gaib miliknya. Kedua tangan masih menggenggam erat bongkol cangkul agar tak lepas. Suara cangkulan tanah beradu cepat dengan detak jantung Alvaro. Bulir-bulir keringat menetes membasahi kening lelaki itu tanpa disadari.
            Alvaro sudah menggali lubang sedalam lima puluh sentimeter. Tatap mata begitu sumringah ketika ia melihat sebuah bungkusan kain putih bercampur noda tanah. Alvaro menelungkupkan badan kemudian mengambil bungkusan itu. Ia menatap bungkusan itu penuh kemenangan lalu sesegera mungkin pergi dari sana.
            “Apa yang mau kau lakukan dengan bungkusan itu?” tegur suara asing yang berasal dari belakang.
            Alvaro tersentak kaget. Badannya menegang. Langkah kaki belum sempat menjauh dari bekas lubang galian. Lelaki berambut gondrong itu mengumpulkan sedikit demi sedikit keberanian untuk memastikan pemilik suara itu.
            “Kau... Aretha,” kata Alvaro setengah tak percaya.
            “Mau kau apakan bungkusan itu?” kata Aretha lagi.
            Alvaro bungkam sejenak. Ia mencoba menyusun rangkaian kata demi kata untuk dijadikan jawaban yang tepat atas pertanyaan Aretha.
            “Kau mau melenyapkanku setelah semua kebaikan yang kulakukan padamu?” Aretha semakin intens mengintimidasi Alvaro.
            Alvaro tahu semua kebaikan yang telah diberikan saudara kembarnya, Aretha.
+++
            Masih terngiang jelas di ingatan, ketika Soraya, gadis yang begitu diidam-idamkan Alvaro, menolak pernyataan cintanya secara mentah-mentah. Bukan hanya menolak tapi kata makian dan cacian begitu mudah keluar dari bibir tipis dan seksi milik Soraya. Alvaro yang terbakar api dendam, mencari berbagai cara untuk membalaskan dendam.
            Alvaro mulai membuka internet, mencari informasi detil mengenai membangkitkan saudara gaib. Sebenarnya, Alvaro sudah lama tahu artikel tentang saudara gaib yang katanya bisa melakukan apa saja yang diinginkan para pengguna. Di artikel yang ditemukan Alvaro, ia harus menyediakan potongan kuku tangan dan kaki sebanyak tujuh potong, sehelai rambut dan ia harus membungkus semua dengan kain putih di bawah naungan sinar bulan purnama pada malam jumat. 
            Awalnya, Alvaro takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Namun api dendam sudah menghanguskan akal sehat. Apapun akan dilakukan demi membalas perbuatan Soraya yang sudah kelewatan menolak dirinya.
            Satu malam panjang berganti pagi indah setelah lelaki muda itu menguburkan bungkusan itu di belakang rumah. Ketika Alvaro terbangun dari tidur lelap, ia sontak terkejut mendapati seorang wanita berdiri di samping ranjang. Alvaro mulai mengatur irama napas seraya menenangkan diri. Ia melihat wajah wanita yang berada di samping ranjang mirip dengannya.Berambut hitam panjang agak bergelombang. Kini dia sudah berhasil membangkitkan saudara gaib. Alvaro mendekati wanita itu sambil membicarakan rencana pembalasan untuk Soraya.
+++
            “Tidak. Aku tidak menganggap kebaikanmu sia-sia, Aretha. Justru, aku harus berterimakasih padamu. Kau membuat Soraya setengah gila. Aku puas melihat dia tersiksa,” ungkap Alvaro terbuka.
            “Lalu apa untuk apa kau bawa bungkusan itu kalau bukan kau ingin memusnahkanku, bukan? Kau juga tidak ingat bagaimana aku berusaha memengaruhi pikiran Anastasya untuk menerimamu?” ungkit Aretha lagi.
            “Aku mengingatnya, Aretha, tapi mengapa kau mengganggu ayah, ibu dan teman-temanku? Kenapa?” Alvaro tak mau ditekan oleh roh Aretha, mencoba melakukan perlawanan.
            “Kau tahu, Alvaro, sembilan belas tahun yang lalu sebelum ibumu, oh bukan, ibu kita menikah dengan Sumantyo, ayahmu, ibu kita sudah lebih dahulu menjalin hubungan gelap dengan Bagas Hanung, seorang supir angkutan umum,” tutur Aretha dengan seringai menyeramkan.
            “Tidak mungkin,” elak Alvaro dengan wajah shock.
            “Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Ibu kita mengandung janin dari benih Bagas. Tapi, lelaki brengsek itu sudah menghilang entah ke mana. Tak mau nama baik keluarga Galesti Ranu tercemar, ibu kita menggugurkan kandungan. Dan tahu ‘kan, siapa janin yang digugurkan itu? Akulah kakakmu, Alvaro.”
            “Tidak... tidak mungkin! Jangan bercanda kau, wanita jalang!”
            “Hahaha, terimalah kenyataan, Alvaro. Sekarang, ibu kita sedang mengandung anak dari benih Sumantyo. Aku tak mau adik kecilku terabaikan ketika anak dalam kandungan ibu lahir. Jadi, aku berusaha keras untuk membunuh janin yang dikandung oleh ibu. Kau tahu, adikku, aku mulai bosan dengan kehidupanku sebagai roh penasaran yang mulai kaumanfaatkan untuk memenuhi segala inginmu. Aku ingin menikmati kehidupan nyata sepertimu. Merasakan kasih sayang dari ibu, ayah, dan teman-temanmu, adikku. Hahaha!”
            “Kau gila... Kau gila!” pekik Alvaro sekencang mungkin. Tangan kiri Alvaro mulai merogoh kantong celana, mencari pemantik untuk membakar bungkusan itu. Tapi tak disangka, gerak tangan Alvaro mendadak beku bahkan tak bisa menggerakkan kaki. Tanah yang dipijak seakan menjadi belenggu tubuhnya.
            “Dan sekarang aku butuh tubuh nyata sebagai wadah rohku. Tapi tubuh siapa lagi yang kupakai kalau bukan tubuh adik kecilku, ya kan?” Aretha melangkah pelan menuju Alvaro. Ia menatap adiknya sejenak lalu meremas paksa rahang Alvaro agar terbuka.
            Begitu rahang Alvaro terbuka, roh Aretha perlahan-lahan menyusut menjadi kabut tipis.Memaksa raga lelaki itu agar mau menyatu dengan dirinya. Alvaro jatuh berlutut. Bungkusan dalam genggaman tangan terlepas. Ia berusaha melakukan perlawanan dengan mencekik leher lalu membenturkan kepala ke permukaan tanah agar roh Aretha keluar dari raganya. Tapi usaha yang dilakukan tak membuahkan hasil. Tubuh Alvaro mengejang hebat, menggelepar ke segala arah bak ikan mas yang diletakkan di daratan.
            “ARRRGGGGHHHH!!!”
            Pekikan mahadahsyat Alvaro terbenam begitu saja dalam kegelapan pekat. Kedua kelopak mata mengerjap beberapa kali hingga kesadaran Aretha memulih.
            Begitu tingkat kesadaran naik seratus persen, Aretha meraba-raba raga yang ditempati saat ini. Mulai dari rambut sampai ujung kaki. Semua tampak nyata dan bisa pegang oleh tangannya. Deraian tawa Aretha memecah dari mulutnya ketika usaha yang dilakukan untuk merebut raga Alvaro telah berhasil. Sementara roh Alvaro hanya bisa memandangi raga miliknya ditempati roh asing.
            “Terimakasih ya, Adikku, kau sudah memberikan ragamu secara cuma-cuma. Aku akan memakai ragamu untuk keperluanku. Dan nikmatilah kehidupanmu sebagai makhluk halus. Bye.” Aretha meninggalkan Alvaro begitu saja sambil mengambil bungkusan kain putih yang tergeletak begitu saja di sampingnya. Perempuan itu tersenyum misterius melihat bungkusan itu. Entah apa yang akan dilakukan Aretha dengan bungkusan itu, hanya dirinya yang tahu. 

No comments:

Post a Comment