Terima
kasih karena kamu sudah mau mengungkapkan perasaanmu kepadaku.
Kata-kata itu terngiang
jelas dalam benaknya. Adit sudah lama menunggu saat di mana ia ingin
mengungkapkan perasaannya pada Nana. Penantian yang sempat tertunda selama dua
minggu karena ia mengingat pesan temannya agar jangan mengungkapkan perasaan
pada saat hari Valentine, nanti dia akan berpikir kalau ia tak bersungguh-sungguh.
26 Februari 2013. Ia sudah membulatkan tekadnya
bahwa pada tanggal itulah ia akan menyatakan cinta pada Nana. Selama dua
minggu, siswa kelas X dan XI libur karena siswa kelas XII sedang melaksanakan
ujian akhir sekolah. Sepanjang liburan, Adit hanya memikirkan jawaban apa yang akan dikatakan
Nana ketika ia mengungkapkan perasaannya pada Nana, ditolak atau diterima.
“Aku akan mengatakannya malam ini.“ Adit membatin.
Saat ini dia sedang membantu ibunya berjualan di kedai kopi.
Malam hari telah tiba. Adit harus menepati janjinya
untuk menyatakan perasaannya pada Nana walaupun via SMS. Dalam alam pikirannya,
ia sedang merangkai kata yang tepat sekedar berbasi–basi dahulu sebelum ia
melakukan tujuan utamanya.
Jam dinding menunjukkan pukul 20.05. Adit langsung
meraih handphone yang diletakkan di dalam saku celana. Kini handphonenya sudah
ia pegang namun latar belakang handphonenya masih bergambar menu. Sekali lagi,
ia masih ragu apakah kata yang pantas untuk mewakili perasaannya, tapi untuk
kalimat basa–basi sudah dipersiapkannya.
Adit mengumpulkan niatnya dan mulai mengetik papan
huruf di atas handphone.
Met
Malam. Lagi ngapain ?
Salam pertama diketik Adit, langsung dikirim ke
nomor Nana. Setelah lima menit pesan itu terkirim, selang dua menit pesan masuk
ke handphone Adit.
Malam
juga. Lagi nonton tv nih.
Sudah hampir satu jam mereka saling berbasa – basi,
menanyakan kabar dan kegiatan yang dilakukan selama liburan ini. Dilihatnya jam
dinding sekali lagi dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.10. Inilah saat yang
tepat untuk menyatakan cinta pada Nana. Sebelum ia menyatakan perasaannya, Adit
berdoa dulu dalam hatinya agar diberi kekuatan untuk menerima jawaban yang akan
diutarakan Nana jika cintanya ditolak ataupun diterima.
Na,
boleh aku mengungkapkan sesuatu padamu?
Jari–jemari Adit begitu cepat menekan papan huruf
yang berada di handphone nya. Langsung saja ditekannya tombol send dan SMS itu terkirim. Detik – detik
berlalu begitu singkat dan membuat detak jantung Aditmakin kuat.
Boleh.
Kamu mau ngomong apa samaku?
Handphone N73 bergetar pelan begitu
SMS Nana masuk ke Handphone nya. Adit membacanya sekilas dan lantas
membalasnya.
Tapi
kamu janji bakal jujur dan gak marah.
InsyaTuhan,
aku janji. Balasnya lagi.
Dalam pikirannya, Adit tak menduga Nana masih sempat
bercanda di saat ia mulai serius. Adit
menarik nafas dalam – dalam sambil mengingat apa yang didoakannya pada Sang
Maha Kuasa tadi. Ia berjanji akan menerima apa yang akan dikatakan Nana
padanya, baik atau buruk– dia siap.
Jemarinya mengetik lagi di papan huruf
pada handphone nya. Jantungnya berdegup lebih keras, aliran darahnya berdesir
kencang dari ujung jemari ke ubun kepala. Rangkaian huruf – huruf sudah
tercetak rapi di permukaan LCD handphone nya.
Sebenarnya
aku sudah lama memendam perasaan ini sama kamu dan aku mau bilang, kamu mau
enggak jadi pacarku?
Meskipun kalimat itu tidak diucapkan langsung oleh
Adit, tapi menuliskan kalimat itu serasa mencabut paku bumi dari dalam tanah.
Adit merasakan separuh energinya terkuras habis untuk memikirkan kata-kata
mujarab sebagai ungkapan rasa.
Meskipun dia sudah mengungkapkannya,
rasa lega belum saja timbul dari hatinya. Ia masih menunggu jawaban apa yang
dikatakan oleh Nana. Jawaban yang dinantinya ibarat menunggu kelulusan masuk
perguruan tinggi, namun yang dirasakannya lebih dari itu.
Handphone Adit berpijar, menandakan
satu pesan masuk ke handphonenya. Ia menekan tombol pembuka untuk membuka pesan
masuk. Dengan perasaan bimbang dan resah ia membaca pesan yang ditulis oleh
Nana.
Maaf
untuk saat ini aku gak bisa menerima kamu, Adit. Aku tidak ingin pacaran.
Dua baris kalimat itu sontak membuat
jantungnya mencelos. Kepala seperti diputar – putar dan dipukul oleh palu
raksasa. Untuk sesaat, Adit tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Nana.
Adit membalas SMS Nana dengan penuh tanda tanya.
Jadi
kalau kamu sudah ingin pacaran, kamu mau enggak menjadi pacarku?
Begitu bunyi SMS yang telah dikirimnya
pada Nana. Ternyata firasatnya benar. Nana tidak benar – benar menyukai
dirinya. Semua yang pernah dilakukannya selama ini sia-sia. Apa arti ini semua?Berbagai
prasangka terus bermunculan di otaknya.
Kita
gak akan tahu apa yang terjadi lusa atau pun esok hari, apakah aku akan menjadi
milikmu, tapi aku berterimakasih banyak kepadamu karena kamu adalah lelaki
sejati yang berani mengungkapkan perasaannya pada perempuan yang kamu suka.
Usai membaca SMS Nana, Adit mulai merasa
tenang. Ia bertekad untuk melupakan Nana sedikit demi sedikit. Mungkin apa yang
dikatakan Nana pada saat ini adalah benar dari dalam lubuk hatinya. Ia ingin
menenangkan dirinya dari segala cinta yang datang padanya saat ini termasuk
cinta Adit yang bertepuk sebelah tangan.
Dua minggu sudah dilaluinya. Rasa
hampa akibat ditolak orang yang begitu dicintainya masih bergelayut di hati dan
pikirannya. Adit berharap Nana tidak menceritakan kepada siapapun apa yang
telah dikatakan Adit padanya.
Malam ini Adit duduk sendirian di
sofa. Ia hanya membuka facebooknya
sebentar untuk melihat update status. Ia hanya melihat status galau anak muda
zaman sekarang yang kebanyak didominasi soal percintaan. Melihat hal ini
perasaan makin bercampur aduk dengan kekosongan yang ada di hatinya.
Selamat
malam.
Sebuah pesan terkirim masuk ke
handphone Adit. Nomor baru yang entah darimana asalnya mengirimkan pesan
padanya.
Percakapan berlangsung baik pada
awalnya, sampai ketika
Abang
kenal dengan kak Nana?
Seorang perempuan bernama Desi
mengaku bahwa dia adalah adik dari Gio teman Adit, satu jurusan tapi beda kelas
dan ia juga mengenalnya. Ia membicarakan seseorang yang kehadirannya ingin Adit
buang jauh – jauh dari kehidupannya.
Kenal.
Ada apa dengan Nana dek?
Ya
kak Nana adalah pacar dari abangku.
Tulisan yang tercetak di layar
handphone nya membuat Adit tak sanggup
berkata apa–apa untuk sesaat. Rasa tak percaya dan ketidakmungkinan memberontak
dalam hatinya.
Sudah
berapa lama mereka berpacaran?
Sudah
lewat seminggu.
Adit masih merasa tak percaya dengan apa yang
dikatakan Desi, langsung mengirimkan SMS pada Nana untuk mengetahui kebenaran.
Malam
Na.
Nana membalas SMS Adit seperti biasanya
dan langsung to the point
menanyakebenaran dari hubungan mereka berdua.
Apa
betul kamu sama Gio sudah berpacaran?
Adit tak percaya dengan kenyataan
yang terjadi saat itu. Sudah dua jam ia tak mendapatkan balasan dari SMS Nana.
Langsung saja Adit mengambil kesimpulan kalau mereka berdua sudah pacaran. Api
amarah dan kebencian tersulut akibat dipermainkan orang yang begitu
dicintainya. Ia tak menduga kalau alasan yang dikatakannya bahwa ia tidak ingin
pacaran dan semua kata – kata yang terdengar amat bijak itu kebohongan belaka.
Adit berjanji sebisa mungkin bahkan
ia akan berusaha keras untuk menghapus ingatannya pada Nana. Wanita yang
dicintainya tega mempermainkan perasaannya. Ia menyayangkan kenapa dia tak
jujur dari awal mengatakan kalau dia tidak menyukai dirinya sama sekali tanpa
harus memakai embel – embel tak ingin pacaran. Sejak saat, apapun yang
berhubungan tentang Nana bahkan namanya sekalipun ia tak sudi mengingatnya. Ia
sudah mengikat janji itu erat – erat dalam hatinya.
end
No comments:
Post a Comment