Friday, 21 August 2015

Aku Tak Ingin Mengenalmu Lagi



Terima kasih karena kamu sudah mau mengungkapkan perasaanmu kepadaku.
Kata-kata itu terngiang jelas dalam benaknya. Adit sudah lama menunggu saat di mana ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Nana. Penantian yang sempat tertunda selama dua minggu karena ia mengingat pesan temannya agar jangan mengungkapkan perasaan pada saat hari Valentine, nanti dia akan berpikir kalau ia tak bersungguh-sungguh.
26 Februari 2013. Ia sudah membulatkan tekadnya bahwa pada tanggal itulah ia akan menyatakan cinta pada Nana. Selama dua minggu, siswa kelas X dan XI libur karena siswa kelas XII sedang melaksanakan ujian akhir sekolah. Sepanjang liburan, Adit hanya  memikirkan jawaban apa yang akan dikatakan Nana ketika ia mengungkapkan perasaannya pada Nana, ditolak atau diterima.
“Aku akan mengatakannya malam ini.“ Adit membatin. Saat ini dia sedang membantu ibunya berjualan di kedai kopi.
Malam hari telah tiba. Adit harus menepati janjinya untuk menyatakan perasaannya pada Nana walaupun via SMS. Dalam alam pikirannya, ia sedang merangkai kata yang tepat sekedar berbasi–basi dahulu sebelum ia melakukan tujuan utamanya.
Jam dinding menunjukkan pukul 20.05. Adit langsung meraih handphone yang diletakkan di dalam saku celana. Kini handphonenya sudah ia pegang namun latar belakang handphonenya masih bergambar menu. Sekali lagi, ia masih ragu apakah kata yang pantas untuk mewakili perasaannya, tapi untuk kalimat basa–basi sudah dipersiapkannya.
Adit mengumpulkan niatnya dan mulai mengetik papan huruf di atas handphone.
Met Malam. Lagi ngapain ?
Salam pertama diketik Adit, langsung dikirim ke nomor Nana. Setelah lima menit pesan itu terkirim, selang dua menit pesan masuk ke handphone Adit.
Malam juga. Lagi nonton tv nih.
Sudah hampir satu jam mereka saling berbasa – basi, menanyakan kabar dan kegiatan yang dilakukan selama liburan ini. Dilihatnya jam dinding sekali lagi dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.10. Inilah saat yang tepat untuk menyatakan cinta pada Nana. Sebelum ia menyatakan perasaannya, Adit berdoa dulu dalam hatinya agar diberi kekuatan untuk menerima jawaban yang akan diutarakan Nana jika cintanya ditolak ataupun diterima.
Na, boleh aku mengungkapkan sesuatu padamu?
Jari–jemari Adit begitu cepat menekan papan huruf yang berada di handphone nya. Langsung saja ditekannya tombol send dan SMS itu terkirim. Detik – detik berlalu begitu singkat dan membuat detak jantung Aditmakin kuat.
Boleh. Kamu mau ngomong apa samaku?
            Handphone N73 bergetar pelan begitu SMS Nana masuk ke Handphone nya. Adit membacanya sekilas dan lantas membalasnya.
Tapi kamu janji bakal jujur dan gak marah.
InsyaTuhan, aku janji. Balasnya lagi.
Dalam pikirannya, Adit tak menduga Nana masih sempat bercanda di saat ia mulai  serius. Adit menarik nafas dalam – dalam sambil mengingat apa yang didoakannya pada Sang Maha Kuasa tadi. Ia berjanji akan menerima apa yang akan dikatakan Nana padanya, baik atau buruk– dia siap.
            Jemarinya mengetik lagi di papan huruf pada handphone nya. Jantungnya berdegup lebih keras, aliran darahnya berdesir kencang dari ujung jemari ke ubun kepala. Rangkaian huruf – huruf sudah tercetak rapi di permukaan LCD handphone nya.
Sebenarnya aku sudah lama memendam perasaan ini sama kamu dan aku mau bilang, kamu mau enggak jadi pacarku?
Meskipun kalimat itu tidak diucapkan langsung oleh Adit, tapi menuliskan kalimat itu serasa mencabut paku bumi dari dalam tanah. Adit merasakan separuh energinya terkuras habis untuk memikirkan kata-kata mujarab sebagai ungkapan rasa.
            Meskipun dia sudah mengungkapkannya, rasa lega belum saja timbul dari hatinya. Ia masih menunggu jawaban apa yang dikatakan oleh Nana. Jawaban yang dinantinya ibarat menunggu kelulusan masuk perguruan tinggi, namun yang dirasakannya lebih dari itu.
            Handphone Adit berpijar, menandakan satu pesan masuk ke handphonenya. Ia menekan tombol pembuka untuk membuka pesan masuk. Dengan perasaan bimbang dan resah ia membaca pesan yang ditulis oleh Nana.
            Maaf untuk saat ini aku gak bisa menerima kamu, Adit. Aku tidak ingin pacaran.
            Dua baris kalimat itu sontak membuat jantungnya mencelos. Kepala seperti diputar – putar dan dipukul oleh palu raksasa. Untuk sesaat, Adit tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Nana. Adit membalas SMS Nana dengan penuh tanda tanya.
            Jadi kalau kamu sudah ingin pacaran, kamu mau enggak menjadi pacarku?
            Begitu bunyi SMS yang telah dikirimnya pada Nana. Ternyata firasatnya benar. Nana tidak benar – benar menyukai dirinya. Semua yang pernah dilakukannya selama ini sia-sia. Apa arti ini semua?Berbagai prasangka terus bermunculan di otaknya.
            Kita gak akan tahu apa yang terjadi lusa atau pun esok hari, apakah aku akan menjadi milikmu, tapi aku berterimakasih banyak kepadamu karena kamu adalah lelaki sejati yang berani mengungkapkan perasaannya pada perempuan yang kamu suka.
             Usai membaca SMS Nana, Adit mulai merasa tenang. Ia bertekad untuk melupakan Nana sedikit demi sedikit. Mungkin apa yang dikatakan Nana pada saat ini adalah benar dari dalam lubuk hatinya. Ia ingin menenangkan dirinya dari segala cinta yang datang padanya saat ini termasuk cinta Adit yang bertepuk sebelah tangan.
            Dua minggu sudah dilaluinya. Rasa hampa akibat ditolak orang yang begitu  dicintainya masih bergelayut di hati dan pikirannya. Adit berharap Nana tidak menceritakan kepada siapapun apa yang telah dikatakan Adit padanya.
            Malam ini Adit duduk sendirian di sofa. Ia hanya membuka facebooknya sebentar untuk melihat update status. Ia hanya melihat status galau anak muda zaman sekarang yang kebanyak didominasi soal percintaan. Melihat hal ini perasaan makin bercampur aduk dengan kekosongan yang ada di hatinya.
            Selamat malam.
            Sebuah pesan terkirim masuk ke handphone Adit. Nomor baru yang entah darimana asalnya mengirimkan pesan padanya.
            Percakapan berlangsung baik pada awalnya, sampai ketika
            Abang kenal dengan kak Nana?
            Seorang perempuan bernama Desi mengaku bahwa dia adalah adik dari Gio teman Adit, satu jurusan tapi beda kelas dan ia juga mengenalnya. Ia membicarakan seseorang yang kehadirannya ingin Adit buang jauh – jauh dari kehidupannya.
            Kenal. Ada apa dengan Nana dek?
            Ya kak Nana adalah pacar dari abangku.
            Tulisan yang tercetak di layar handphone nya membuat Adit  tak sanggup berkata apa–apa untuk sesaat. Rasa tak percaya dan ketidakmungkinan memberontak dalam hatinya.
            Sudah berapa lama mereka berpacaran? 
            Sudah lewat seminggu.
             Adit masih merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan Desi, langsung mengirimkan SMS pada Nana untuk mengetahui kebenaran.
            Malam Na.
            Nana membalas SMS Adit seperti biasanya dan langsung to the point menanyakebenaran dari hubungan mereka berdua.
            Apa betul kamu sama Gio sudah berpacaran?
            Adit tak percaya dengan kenyataan yang terjadi saat itu. Sudah dua jam ia tak mendapatkan balasan dari SMS Nana. Langsung saja Adit mengambil kesimpulan kalau mereka berdua sudah pacaran. Api amarah dan kebencian tersulut akibat dipermainkan orang yang begitu dicintainya. Ia tak menduga kalau alasan yang dikatakannya bahwa ia tidak ingin pacaran dan semua kata – kata yang terdengar amat bijak itu kebohongan belaka.
            Adit berjanji sebisa mungkin bahkan ia akan berusaha keras untuk menghapus ingatannya pada Nana. Wanita yang dicintainya tega mempermainkan perasaannya. Ia menyayangkan kenapa dia tak jujur dari awal mengatakan kalau dia tidak menyukai dirinya sama sekali tanpa harus memakai embel – embel tak ingin pacaran. Sejak saat, apapun yang berhubungan tentang Nana bahkan namanya sekalipun ia tak sudi mengingatnya. Ia sudah mengikat janji itu erat – erat dalam hatinya. 
end

No comments:

Post a Comment