Langit kelabu menitikkan rinai gerimis
. Titik – titik air membasahi jaket hujan yang dikenakannya . Didongakkan
wajahnya ke atas melihat awan abu – abu memenuhi hamparan langit membentang
luas bak karpet . Ia bisa merasakan air menetes ke wajahnya – dingin .
Dipejamkan matanya sebentar sambil menurunkan wajah . Di tangan kiri , ia memegang sebilah belati berlumuran darah
bercampur air hujan . Tangannya sudah bergetar , hampir jatuh belati yang ia
pegang ini . Namun , ia kembali menguatkan genggamannya sehingga belati itu tak
merosot . Beralih ke tangan kanan . Di sana , dirinya memegang sebuah karung
goni coklat besar . Aku sedari tadi diam , merasa penasaran dengan isi karung
goni itu . Namun , pikiranku seperti memproses sebuah ingatan akan sesuatu hal
yang telah terjadi .
“ Hey , bangun ! “ Bentaknya sambil
menampar keras wajah perempuan itu .
Kerasnya tamparan itu , membuat matanya
mengerjap dan seketika membeliak . Ia sudah bangun dari tidur panjangnya .
“ Aku ada di mana ? Kamu kan ... “ ia menggantung
perkataannya .
“ Ya akulah Riana . Tak perlu kamu tahu
di mana kamu saat ini , tapi yang pasti persiapkan saja dirimu sebentar lagi .
“ ancamnya sambil menyeriangi lebar menyiratkan kesan menakutkan terdalam .
Ia beranjak sebentar saja dari sana
untuk mengambil peralatan . Riana melihat pancaran keputusasaan terlukis di
wajah tirus mulus tersebut . Rona wajah meredup daan tatap mata melemah , hanya
kekosongan tak berujung , terbias dan terbaca olehnya . Namun itu sama sekali
tak mengurungkan niat Riana , malah ia semakin tak sabaran .
Riana sudah kembali . Di tangannya , ia
mengenggam sebilah belati sepanjang 50 sentimeter . Bermata satu dan ujungnya
berkilau oleh lampu pijar menyala redup . Riana
mengacungkan ujung belati itu di hadapannya . Ia berhasil menurunkan
semangat hidupnya dan menjamin dia tak berani melakukan perlawanan apapun .
Lagipula , Riana sudah mengikat kencang tali tambang di bagian kaki dan
tangannya . Riana mengamati pergelangan tangan dan kaki perempuan itu mulai
mati rasa .
“ Kumohon lepaskan aku ... huhuhu ... “
Tangisan itu memecah dari mulut gadis itu . Dari tadi aku mengamati dan baru
aku ingat dia – Annisa . Aku terkesima melihatnya .
Gadis itu adalah gadis yang paling
kubenci . Ia selalu saja mem-bully-ku
. Ia mengejekku dan mengatakan aku ‘ cupu ‘ . Ia dan kawan – kawannya selalu
menjahili aku bilamana aku bertemu dengan mereka . Ada satu hal yang membuat
amarahku membludak ketika aku berada di kantin . Aku membawa semangkuk mie kuah
dalam posisi setengah berlari menuju ke dalam kelas . Waktu itu , Annisa dan
teman – temannya tepat berada di kantin . Timbul niat jahat mereka untuk
menjahiliku . Annisa merentangkan kakinya ketika aku berpapasan dengannya . Aku
yang tak memperhatikan kakinya , tersandung dan jatuh . Mie kuah yang berada di
tanganku berhamburan dan mangkoknya pecah . Tak ada yang mau menolongku ,
meskipun banyak orang lalu lalang melintas di hadapanku . Annisa dan teman - temannya menertawakanku
seolah kecerobohan itu adalah ulahku sendiri . Rasa malu dan emosi mengaduk –
aduk perasaanku . Aku tak tahan dengan
ulahnya bertekad untuk membalas dendam dan tinggal menghitung tanggal mainnya .
Waktu yang kutunggu telah tiba . Ketika
aku mengendarai mobil pamanku , aku melihat Annisa sedang mengayuh sepeda gunungnya
. Kebetulan sekali , ia sendirian dan
tidak bersama dengan teman – temannya .
“ Ini kesempatan bagus . Biarkan Riana
melakukannya untukmu . “ suara itu sontak membuatku terperangah , namun aku
hanya diam saja dan membiarkan Riana melakukan apa yang seharusnya ia lakukan .
Riana menarik tuas persneling dan
menekan pedal gas , mobil melaju kencang , menyerempet bagian setang sepedanya
. Annisa tak bisa mengendalikan keseimbangannya , jatuh ke samping .
“ Auukkh ! “
Suara pekikan pelan terdengar jelas
olehnya . Riana turun dari mobil dan mendatangi Annisa yang meringis melihat
luka lecet di lututnya .
“ Kau apa tidak punya ot ... “ makinya
berhenti ketika ia melihat wajah sang pengendara mobil .
“ Kau yang tidak punya otak ! “ Riana
berbalik memaki Annisa dan menyiapkan sebuah saputangan yang sudah ditetesi
klorofoam dan membekap wajahnya . Annisa melakukan perlawanan untuk melepaskan
saputangan itu dari wajahnya . Namun itu tak berarti banyak , aroma bius itu
sudah masuk ke dalam indra penciumannya dan pingsan . Riana menyeretnya ke
dalam mobil dan beranjak pergi dari sana setelah menjamin tak ada orang yang
melihat aksinya .
“ Lepaskan aku ... LEPASKANN ! “
Jeritan Annisa , spontan membuat Riana
tersentak . Amarahnya melonjak dan Riana menumbuk keras perut Annisa .
Uuukkhh
!
“ Dasar perempuan cengeng ! Lebih baik
kau diam saja ! “ kata – kata sarkastik terlontar begitu saja dari mulutnya ,
Annisa bungkam .
Riana menondongkan belati itu ke arah dadanya
. Tangannya sudah mengambil ancang – ancang bersiap menikam dadanya .
“ Selamat jalan . Bye bye . “ ucapnya sambil menyimpulkam senyum seorang pembunuh
berdarah dingin yang puas menyaksikan penderitaan korbannya .
“ TIDAAAKKKK ! “
Secepat kilat belati itu sudah menembus
jantungnya . Annisa membeliakkan bola matanya , menahan rasa pedih yang
membakar dadanya . Darah segar keluar begitu saja membasahi bibirnya . Usai
sudah cerita hidupnya saat itu juga yang tersamarkan oleh suara halilintar
menggelegar .
Tangannya coba mengeluarkan jantung
Annisa dengan membelah dadanya . Jantung Annisa sudah berada dalam
genggamannnya . Ia melihat jantung itu seperti melihat setumpuk uang milyaran
rupiah teronggok begitu saja di jalan . Dengan rakusnya , ia mengunyah – kunyah
jantung itu seperti ia mengunyah daging ayam dan ditelannya lumat , lalu
menunggu untuk dicerna lambungnya .
Usai memakan jantungnya , Riana melipat
kedua tangannya seperti bersedekap dan menekukan kedua pergelangan kakinya ,
diikat , lalu dimasukkan ke dalam karung goni yang telah dipersiapkan . Ia agak
kesulitan mengangkatnya , terpaksa diseretnya sampai ke bagasi mobil . Untung
saja , suasana di sekitar gudang cukup sepi , langsung saja dilemparnya karung
itu dan menutup pintu bagasi .
Kini Riana sudah berada di sebuah
perkebunan karet . Matanya mengedar ke mana – mana mencari tempat aman di mana
ia bisa membuang mayat ini . Pandangannya tertuju pada salah satu semak belukar
yang tumbuh di sana . Langsung saja aku menyeretnya ke sana karena melihat tak
ada tempat lain serta membiarkannya di sana dibasahi oleh gerimis .
Ia beranjak kembali ke mobil sambil
memberikan senyuman penuh kemenangan pada karung berisi mayat tersebut .
Mobil sedan melesat cepat menerobos
hujan menuju ke rumah . Gerbang terbuka lebar – lebar membiarkan aku dan
mobilku masuk ke dalamnya . Seorang perempuan paruh baya berumur 45 tahun
membukakan pintu , tapi aku hanya menyelonong masuk tanpa memperdulikan apa
yang akan dikatakannya .
Aku berlari ke kamar mandi sambil membawa
handuk . Kulepaskan satu per satu pakaian yang melekat di tubuhku . Tanganku
memutar keran shower , membiarkan air
memancar dari ujungnya membasahi tiap jengkal tubuh polos tanpa busana .
20 menit sudah berlalu . Aku menggamit
handuk yang tergantung di rak jemur . Mengusap – usap bagian tubuh yang dibasah
oleh air . Aku mengalihkan pandanganku ke arah cermin , telingaku menangkap
suara samar entah dari mana asalnya .
“ Aku sudah melakukan apa yang kau
inginkan . “ ujarnya lenyap .
Aku terjaga untuk beberapa saat sebelum
aku meninggalkan kamar mandi tanpa sepatah kata pun , dan mematikan lampu yang
menyala .
Aku meraih sebuah piyama dan kukenakan
ke tubuhku . Kemudian , aku membanting tubuhku ke ranjangku yang empuk . Diriku
bisa merasakan kenyamanan untuk sesaat sebelum dering handphoneku berbunyi .
“ Haloo . “
“ Halo , Vit . Ini aku Rose . “ sahut
di seberang sana .
“ Ada apa , Ros ? “ tanyaku balik .
“ Ini aku butuh bantuan kamu buat
mengerjakan PR Matematika dan Fisika .Aku sedikit keperluan yang amat mendesak
. Aku tahu kamu pasti bisa diandalkan . Jadi apakah kau bisa membantuku ? “
pinta Rose .
Aku hanya bisa mendengus kesal
mendengar permintaan dari Rose , temanku . Dia terus saja menyuruhku tanpa
pernah bisa membantuku bahkan meminjam uang padanya saja susahnya minta ampun .
Meskipun begitu , aku juga menyayanginya , aku sering menjadikan dirinya curhat
dan sharing semua masalahku .
“ Oke baiklah . Kapan aku bisa datang
ke rumah ? “
“ Besok saja Vit . Sekitar jam 7 . 30
malam . Bye bye , Vita . “ pungkas
Rose .
“ Good
night . Bye bye , sister . “ aku menutup handphoneku dan
menatap jam weker di sampingku – 08 . 00 malam . Belum terlalu larut , tapi
mata ini sudah tidak bisa diajak kompromi dan aku larut dalam tidur panjangku
malam ini .
Aku beringsut dari ranjangku menuju
kamar mandi . Sesampainya , aku langsung menadahkan air yang mengalir dari
mulut keran dan menggosoknya ke wajahku . Kusambar handukku yang masih
tergantung di rak jemur . Kuputar keran shower itu ke kanan , air itu memancar
deras membasahi tubuh polosku .
Kali ini , aku tidak mengendarai mobil pamanku
jadi aku menggunakan jasa tukang ojek yang kebetulan melintas di depanku dan
menyuruh sang supir tancap gas .
Aku sudah tiba di gerbang sekolah , jam
dinding yang melekat di sana menunjukkan pukul 07 . 05 . Sementara itu ,
lonceng masuk akan berbunyi tepat jam 07 . 15 , aku lebih cepat sepuluh menit
dari biasanya . Aku memilih berjalan santai menuju ke kelas sambil memperbaiki
posisi kacamataku yang agak miring . Sejauh ini , aku tidak melihat Annisa dan
teman – temannya yang selalu menjahiliku . Mungkin , Riana sudah menyingkirkan
Annisa sang kepala geng , sehingga anak buahnya tak berani menampakkan batang
hidungnya di depanku .
Sekarang , aku sudah berada di rumah .
Rasa lelah dan pening berdenyut teratur di kepalaku . Pulang sekolah aku
langsung les Matematika dengan ibu Lisa setiap hari selasa da kamis . Itulah
yang menjadi rutinitasku sebagai anak sekolah . Aku sudah melepas seragam putih
abu – abu sembari melihat jam dinding – 18 . 30 , hampir malam . Dan satu jam
lagi , aku akan ke rumah Rose untuk mengambil PR matemtika dan fisika nya .
Dalam satu jam , aku sudah menghabiskan
hidangan makan malam yang disediakan mbak Dwi . Aku bergegas ke kamar ,
mengambil kunci mobil sekaligus kunci gudang , di mana aku menyimpan mobil itu
.
Setiba di gudang , aku membuka pintu ,
memundurkan mobil , berlalu jauh meninggalkan rumah .
Hari ini , jalan begitu lengang ,
kutarik tuas persneling dan menginjak pedal gas , supaya aku bisa sampai lebih
cepat di rumahnya .
Kini , mobilku sudah tiba di depan rumahnya
. Sudah jam 19 . 35 . Kondisi jalan yang agak berlubang , membuat diriku harus
ekstra hati – hati sehingga aku terlambat lima menit untuk sampai ke sini .
Kubuka pintu depan , aku bergegas melangkah dan mengetuk pintu rumahnya .
Tok
tok tok
Suara ketukan itu pasti bisa membuat
sang tuan rumah membukakan pintu . Aku berharap Rose lah yang menyambut , tapi
kenyataannya berbeda . Seorang wanita yang kutaksir umurnya 40 tahunan , model
rambut Shaggy , membuka pintu dan
menyapaku .
“ Ada apa ya dek ? “
“ Malam , tante . Rose nya ada ? “
“ Oh , ini nak Vita kan ? “
“ Ya tante . “
“ Tunggu sebentar ya . “
Ujar wanita sambil menahanku di sana .
Seperti ada sesuatu yang akan diberikannya padaku .
“ Tadi sebelum Rose pergi , dia nitipin
ini sama kamu . Ini . “
Ia menyerahkan dua tumpuk buku dan aku
menerimanya .
“ Tapi ngomong – ngomong , Rose nya
pergi ke mana ya ? “ tanyaku menyelidik .
“ Oh tadi dia pergi bersama seorang
laki – laki . Katanya ada kerja kelompok . “ ujarnya .
“ Kalau begitu , terima kasih ya tante
. Saya pamit dulu . “ pungkasku sambil mengundurkan diri dan beralih ke mobilku
.
Aku merasa percaya tidak percaya dengan
apa yang dikatakan oleh ibunya Rose . Tapi apa salahnya jika aku membuktikan
apa yang dikatakan oleh ibunya , apakah ia berbohong atau tidak . Dengan waktu
yang kupunya , aku mencari Rose di manapun ia berada .
Namun perjalanan ini membawaku ke suatu
tempat . Tempat yang pernah kujalani , namun aku tak mengingatnya secara pasti
. Tempat itu dipenuhi oleh rimbunan pohon karet yang kulitnya dikerat miring
untuk disadap . Tak sengaja , mataku melihat sebuah mobil parkir bebas dan
bayangan manusia ,tak dapat kulihat secara jelas .
Aku berjalan perlahan , mengatur derap
kaki agar menimbulkan suara mencurigakan . Saat ini , aku sudah berada 20 meter
dari mobil itu . Aku bersembunyi di balik pohon beringin yang cukup lebat itu
dan bisa melihat sosok dari bayangan itu . Aku bisa melihatnya sedikit jelas
dengan bantuan sinar bulan dan satu , di sini tak ada lampu peneranagan . Aku
mulai mengenali 2 sosok manusia yang berada di sana .
“ Astaga ! Itu kan Rose dan Adit ! Apa yang
mereka lakukan di sini ?! “ pekikku dalam hati .
Aku tahu siapa yang sedang membohongiku
sekarang . Si picik Rose memberikan tugasnya padaku agar dia bisa berkencan
dengan Adit . Dan apa yang dilakukukan Adit di sana ?! . Tega – teganya Rose
merebut Adit yang sudah lama menjadi gebetanku ! . Adit kenapa kau bisa
terjerat oleh kecentilan dan kegatelan si picik itu ?! .
Berbagai caci – maki sudah sarat di
otakku . Darahku bergejolak bagaikan deburan ombak ganas . Bagus ! Dua
pengkhianat itu sukses membuatku tak karuan . Aku tak tahu apa balasan yang
cocok untuk mereka .
“ Biarkan aku ke sana . “ lagi – lagi
suara itu mengagetkanku – Riana . Sejak kapan ia berada di sini . Tapi aku tahu
ia pasti ke sini , untuk membereskan dua pengkhianat itu dan aku
mempersilahkannya .
Hentakan kaki Riana semakin memburu di
atas daun – daun yang jatuh berguguran laksana latihan para infanteri . Riana
sudah menggengam sebuah stick baseball
di tangan kanannya . Mungkin stick
itu berguna itu membonyokkan kepala mereka berdua .
Riana sudah tiba di depan mobil . Tanpa
banyak kompromi , kedua tangan memegang erat stick itu dan di arahkannya ke
kaca depan mobil .
PRAAANNGGGG
!
Kaca itu sudah berhamburan dan pecah berkeping
– keping . Pecahan itu mengenai tubuh keduanya yang tengah dilanda gelombang
birahi .
Keduanya menjerit kesakitan , ketika
serpihan – serpihan kaca sudah mengerubungi tubuh mereka . Riana membuka pintu
mobil dan menarik Adit dengan kasar dan didorongnya hingga terjerembab ke tanah
.
Tak banyak basa – basi , Riana
menghantam kepala Adit dengan stick baseball , bertubi – tubi hingga darah
terpancar dari batok kepalanya , Adit tak bergerak lagi .
Melihat Adit yang tak bernyawa lagi ,
Riana mengalihkan pandangannya pada Rose . Di sana , Rose mencoba melarikan
diri dengan langkah tertatih sambil menahan rasa nyeri karena serpihan itu
sudah masuk ke dalam dagingnya .
Riana tak tinggal diam . Ia langsung
mengejar Rose dan memukul betisnya .
Aaakkkkhhh
!
Pukulan itu sanggup membuat Rose
terjatuh . Ia menjerit sambil meraung – raung merasakan sakit amat menyiksa .
Ia sudah berpikir bahwa hidupnya akan berakhir seperti Adit yang tergeletak tak
jauh di sampingnya .
Ujung tongkat itu sudah mendarat di
pipi kanannya . Suara gemeretak terdengar jelas dari dalam mulut Rose .
Sepertinya pukulan itu mengenai gusinya . Rose tersentak ketika mengamati bahwa
air ludahnya bercampur dengan darah dan dua giginya yang tanggal . Riana mendaratkan
pukulan keduanya , di bagian pipi kirnya . Lagi – lagi , gusinya pecah dan
giginya tanggal dua .
Rose mengiba – iba pada Riana agar
dirinya diampuni . Bukannya diampuni , amarah Riana makin memuncak . Riana
mengarahkan tongkatnya di bagian leher Rose . Kuatnya hantaman tongkat itu ,
membuat tulang leher Rose patah dan urat nadinya terlilit . Ia mulai kejang –
kejang , kesulitan bernafas dan suara serak tercekik . Untuk mempercepat
kematian Rose , ia menghimpun seluruh tenaganya di tongkat itu dan
menghantamnya .
Kraaakkkk
!
Riana sudah meretakkan tempurung kepala
Rose dan ia bergeming . Lalu , mengguyur kedua mayat itu dengan minyak bensin
dn memantikkan korek api dan melemparnya .
Api langsung menyambar kedua mayat itu
. Aku yang sedari tadi hanya menonton penyiksaan dan pembunuhan itu secara live .Kubiarkan saja api itu menjilat
dan menghanguskan tubuh mereka . Inilah hukuman yang cocok untuk para
pengkhianat itu – dipanggang oleh api neraka .
Keesokan harinya , aku mendengar kabar
bahwa seorang petani karet menemukan dua mayat yang terpanggang dan tidak utuh
lagi wujudnya . Aku yakin pasti ini ulah Riana dan ia melakukan apa yang aku
inginkan . Hah ! Dia betul – betul apa yang aku mau .
Sabtu , hari yang paling kutunggu . Di
mana aku bisa bersantai , melepaskan segala beban dan penat yang menumpuk .
Sekaligus , melupakan bayang – bayang Annisa , Rose dan Adit yang entah
bagaimana kabarnya sekarang , mungkin mereka sudah disiksa oleh iblis – iblis
neraka .
Tanganku terentang sejajar dengan dadaku
, mulai bersiap meluncur ke dalam kolam . Aku menghentakkan kaki dan melesat
kencang bak torpedo . Untuk mengambil nafas , aku memutar badan 90 derajat ,
mengibas – kibaskan kedua kakiku di dalam air dan kepalaku menyembul ke atas
permukaan air .
Segar dan dingin rasanya air kolam ini
apalagi berenang di pagi hari , membuat otot – otot tegang menjadi rileks . Air
sudah membasahi lingerie yang
kukenakan . Tubuh langsing ku tercetak jelas membentuk lekuk – lekuk indah bak
gitar . Aku juga merawat tubuhku dengan diet dan olahraga teratur sehingga
inilah hasil yang kudapatkan – padat dan berisi .
Walaupun begitu , aku tidak terlalu
menonjolkan keindahan bentuk tubuhku , aku cenderung menutupnya . Aku lebih
suka tampil apa adanya dengan mengepang rambut panjangku dan memakai kacamata .
Di samping aku suka berolahraga , aku juga gemar membaca terutama novel .
Sepertinya
aku sudah lama berada di dalam kolam . Rasa dingin sudah menggigit tulang ,
kulit jari - jariku mengerut . Aku memutuskan untuk berhenti berenang dan
kembali ke meja di mana aku sudah meletakkan kimonoku .
Aku
mengikatkan kimonoku dan menuju ke kamar mandi yang berada di dalam rumah .
Ketika aku memasuki rumah , aku melihat paman Henry baru saja pulang dengan
membawa sebuah tas dorong di genggamannya . Matanya membeliak tak lepas
memandang tubuhku yang dibaluti oleh kimono putih . Aku agak risih dengan
caranya memandangku , seperti ingin menggerayangi tiap jengkal tubuhku . Aku
berusaha membuyarkan lamunan kotornya dengan menanyakan sesuatu .
“ Paman !
Paman baru datangnya ? “
“ Iya Vit .
Paman baru saja tiba di sini . Paman ambil cuti selama tiga hari . “ ujarnya .
Paman Henry
adalah satu – satunya keluarga yang kumiliki setelah ayah dan ibu meninggal
dunia . Ia yang mengambil dan mengasuhku sejak umur 10 tahun bersama dengan
bibi Annie . Namun 2 tahun lalu , bibi Annie meninggal dunia karena kanker .
Untuk menghilangkan kesedihan akibat kehilangan istrinya , Paman Henry
menenggelamkan dirinya dalam kesibukan kantor dan menyuruh mbak Dwi merawatku ,
tapi dia tetap membiayai hidupku dan memberikan mobil sedannya untuk kupakai .
Setelah
mendengarkan penuturannya , aku langsung menyela masuk ke kamar . Aku langsung
menyambar kaos oblong berlengan panjang dan celana pendek dari dalam lemari dan
beralih lagi ke kamar mandi .
Saat
menggapai gagang pintu , seseorang dari luar membuka pintu – Paman Henry .
Astaga ! Aku lupa menguncinya . Paman Henry masuk begitu pintu sudah tersingkap
. Ia menutup dan menguncinya dari dalam . Firasatku mulai tidak enak melihat
situasi ini .
“ Jangan
cepat – cepat pergi dulu , Vita . Paman mau membicarakan hal penting sama kamu
. “ ujarnya sambil maju perlahan ,
menyunggingkan senyum nakal yang begitu menjijikan .
“ Paman mau
apa ?! Cepat keluar dari sini ! “ hardikku pada Paman . Aku juga mundur untuk
menghindarinya .
“ Kamu coba
– coba melawan paman ya ?! Kamu ini tak sadarnya siapa yang sudah merawat dan
membiayai hidup kamu ?! Paman hanya
minta balas budi kamu aja , Vita . Kamu tahu kan bibimu , Annie , sudah lama
meninggal dunia dan paman kesepian . Paman hanya butuh teman tidur saja kali
ini , bisa kan Vit ? “ Paman Henry berusaha menggertakku .
“ Jangan
paman ! Paman sadar lah aku ini keponakanmu . “ Aku memohon pada paman Henry
untuk menghentikan tindakannya itu dengan linangan air mata membasahi pipi .
“ Ayolah
Vit . Kita nikmati saja ini . Kamu tahu , paman baru saja dipecat dari
perusahaan . Paman frustrasi , paman butuh penyegaran . “ kilah paman Henry .
Aku agak
tersentak mendengar paman Henry dipecat dari perusahaannya . Tapi , berbicara
baik – baik pun percuma . Setan yang berwujud hawa nafsu itu sudah menguasai
otaknya , menggelapkan nurani . Ia tak memperdulikan kepada siapa hasrat meluap
– luap itu akan dituntaskan , meskipun itu pada keponakan kandungnya sendiri .
Aku semakin
terpojok ke dinding , begitu pula dengan paman Henry . Ia sudah berada di depan
ku , hanya berjarak dua meter lagi dia akan menangkapku . Kumelirik ke samping
, mencari celah untuk kabur . Kumanfaatkan kesempatan ini dan aku langsung
melesat ke arah pintu . Tanganku sudah menggapai kunci tinggal memutarnya ke
kiri dan menekan gagang pintu . Hanya menekan gagang pintu , tapi paman Henry
langsung mendekap kencang badanku dan mencampakkanku ke lantai .
Kepalaku
menubruk dinding , sehingga aku merasa pusing dan mataku berkunang – kunang ,
susah sekali untuk bangkit . Paman Henry tak menyiakan kesempatan ini , ia
langsung membuka kancing kemejanya satu per satu disusul dengan ikat pinggang
yang melingkar di perutnya .
Aku tidak
bisa apa – apa lagi . Rasa nyeri tak tertahankan masih mendera tempurung kepala
dan air mata terus berlinang memohon keajaiban datang menolongku .
“ Aku akan
menyelesaikannya . “
Suara itu
datang lagi . Pasti Riana datang untuk menolongku . Suara itu lenyap . Riana
menatap tajam Paman Henry penuh amarah dan kebencian bergemuruh di dada .
“ Siapa kau
?! “ sentak Paman Henry .
“ Namaku
Riana . “
Riana
langsung mengambil sebuah kapak kecil dari dalam laci dan dilemparkannya ke
arah leher paman Henry .
Paman Henry
tersungkur ke lantai , tubuhnya menggelepar sesaat , tangannya tak henti –
henti memegangi lehernya yang bermandikan darah segar , ia berusaha menutup
luka lebar yang menganga di lehernya , namun ia terlanjur kehabisan darah dan
akhirnya meninggal .
Riana
menghampiri mayat Paman Henry . Ia mengambil kapak yang tergeletak di sebelah
kiri mayat itu dan memotong bagian tangan kanan dan kiri . Bagai singa
kelaparan , mulutnya melahap tangan kiri paman Henry , giginya bergemerutuk
menguyah – kunyah dagingnya .
“ Astaga !
Pak Henry ! “
Riana
memalingkan wajahnya ke arah suara itu . Di sana , mata mbak Dwi terbeliak ,
tubuhnya bergetar hebat , ia tak bisa berpaling dari pemandangan sadis nan
mengerikan ini . Riana merasa acara makannya terganggu melemparkan kapak itu
dan menancap di keningnya . Kini nasibnya tak jauh berbeda dengan Paman Henry .
Aku
mencelikkan mata . Mataku menelisik di sekelilingku dan bertanya – tanya di
mana aku berada . Telingaku mendengar sayup suara seperti orang bercakap – cakap
di balik pintu .
“ Pak
dokter , sebenarnya apa yang terjadi dengan saudari Vita Riana ? “ tanya
seorang pria berseragam polisi itu .
“
Berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan , saudari Vita Riana mengalami
kelainan jiwa – kepribadian ganda . Ya sebenarnya , ia sama seperti orang
normal lainnya , walaupun sebenarnya ia membentuk dua kepribadian dalam satu
tubuh dengan halusinasinya dan dengan 2 sifat yang berbeda , Vita dan Riana . “
ujar lelaki berpakaian putih tersebut .
“ Kami dari
kepolisian juga mendapatkan fakta kalau saudara Vita Riana , yang telah
membunuh kedua orang tuanya sendiri karena mereka kerap menyiksa dan
memperlakukan ia secara kasar . Satu
lagi , sebelum dia diasuh oleh pamannya , dia sempat tinggal di sebuah panti
asuhan , di mana ia juga telah membunuh sebanyak 5 orang anak di sana . Tapi
sebelum saya pergi dari sini , apakah saya bisa melihatnya sebentar ? “ kata
polisi tersebut .
“ Oh
silakan . “ tutur sang dokter .
Sekarang
aku tahu siapa yang telah menempatkanku di ruangan remang ini . Suara deritan
pintu yang terbuka kini mengusik ketenangan ku sejenak . Mataku menatap sayu
dua lelaki yang berada di hadapanku .
“ Apakah
tidurmu nyenyak , nyonya Vita Riana ? “ sang dokter mengulas senyum ramah
padaku .

No comments:
Post a Comment