Wednesday, 12 August 2015

Dua Wajah

 

Langit kelabu menitikkan rinai gerimis . Titik – titik air membasahi jaket hujan yang dikenakannya . Didongakkan wajahnya ke atas melihat awan abu – abu memenuhi hamparan langit membentang luas bak karpet . Ia bisa merasakan air menetes ke wajahnya – dingin . Dipejamkan matanya sebentar sambil menurunkan wajah . Di tangan kiri , ia  memegang sebilah belati berlumuran darah bercampur air hujan . Tangannya sudah bergetar , hampir jatuh belati yang ia pegang ini . Namun , ia kembali menguatkan genggamannya sehingga belati itu tak merosot . Beralih ke tangan kanan . Di sana , dirinya memegang sebuah karung goni coklat besar . Aku sedari tadi diam , merasa penasaran dengan isi karung goni itu . Namun , pikiranku seperti memproses sebuah ingatan akan sesuatu hal yang telah terjadi .
“ Hey , bangun ! “ Bentaknya sambil menampar keras wajah perempuan itu .
Kerasnya tamparan itu , membuat matanya mengerjap dan seketika membeliak . Ia sudah bangun dari tidur panjangnya .
“ Aku ada di mana ? Kamu kan ... “ ia menggantung perkataannya .
“ Ya akulah Riana . Tak perlu kamu tahu di mana kamu saat ini , tapi yang pasti persiapkan saja dirimu sebentar lagi . “ ancamnya sambil menyeriangi lebar menyiratkan kesan menakutkan terdalam .
Ia beranjak sebentar saja dari sana untuk mengambil peralatan . Riana melihat pancaran keputusasaan terlukis di wajah tirus mulus tersebut . Rona wajah meredup daan tatap mata melemah , hanya kekosongan tak berujung , terbias dan terbaca olehnya . Namun itu sama sekali tak mengurungkan niat Riana , malah ia semakin tak sabaran .
Riana sudah kembali . Di tangannya , ia mengenggam sebilah belati sepanjang 50 sentimeter . Bermata satu dan ujungnya berkilau oleh lampu pijar menyala redup . Riana  mengacungkan ujung belati itu di hadapannya . Ia berhasil menurunkan semangat hidupnya dan menjamin dia tak berani melakukan perlawanan apapun . Lagipula , Riana sudah mengikat kencang tali tambang di bagian kaki dan tangannya . Riana mengamati pergelangan tangan dan kaki perempuan itu mulai mati rasa .
“ Kumohon lepaskan aku ... huhuhu ... “ Tangisan itu memecah dari mulut gadis itu . Dari tadi aku mengamati dan baru aku ingat dia – Annisa . Aku terkesima melihatnya .
Gadis itu adalah gadis yang paling kubenci . Ia selalu saja mem-bully-ku . Ia mengejekku dan mengatakan aku ‘ cupu ‘ . Ia dan kawan – kawannya selalu menjahili aku bilamana aku bertemu dengan mereka . Ada satu hal yang membuat amarahku membludak ketika aku berada di kantin . Aku membawa semangkuk mie kuah dalam posisi setengah berlari menuju ke dalam kelas . Waktu itu , Annisa dan teman – temannya tepat berada di kantin . Timbul niat jahat mereka untuk menjahiliku . Annisa merentangkan kakinya ketika aku berpapasan dengannya . Aku yang tak memperhatikan kakinya , tersandung dan jatuh . Mie kuah yang berada di tanganku berhamburan dan mangkoknya pecah . Tak ada yang mau menolongku , meskipun banyak orang lalu lalang melintas di hadapanku .  Annisa dan teman - temannya menertawakanku seolah kecerobohan itu adalah ulahku sendiri . Rasa malu dan emosi mengaduk – aduk perasaanku .  Aku tak tahan dengan ulahnya bertekad untuk membalas dendam dan tinggal menghitung tanggal mainnya .
Waktu yang kutunggu telah tiba . Ketika aku mengendarai mobil pamanku , aku melihat Annisa sedang mengayuh sepeda gunungnya . Kebetulan sekali ,  ia sendirian dan tidak bersama dengan teman – temannya .
“ Ini kesempatan bagus . Biarkan Riana melakukannya untukmu . “ suara itu sontak membuatku terperangah , namun aku hanya diam saja dan membiarkan Riana melakukan apa yang seharusnya ia lakukan .
Riana menarik tuas persneling dan menekan pedal gas , mobil melaju kencang , menyerempet bagian setang sepedanya . Annisa tak bisa mengendalikan keseimbangannya , jatuh ke samping .
“ Auukkh ! “
Suara pekikan pelan terdengar jelas olehnya . Riana turun dari mobil dan mendatangi Annisa yang meringis melihat luka lecet di lututnya .
“ Kau apa tidak punya ot ... “ makinya berhenti ketika ia melihat wajah sang pengendara mobil .
“ Kau yang tidak punya otak ! “ Riana berbalik memaki Annisa dan menyiapkan sebuah saputangan yang sudah ditetesi klorofoam dan membekap wajahnya . Annisa melakukan perlawanan untuk melepaskan saputangan itu dari wajahnya . Namun itu tak berarti banyak , aroma bius itu sudah masuk ke dalam indra penciumannya dan pingsan . Riana menyeretnya ke dalam mobil dan beranjak pergi dari sana setelah menjamin tak ada orang yang melihat aksinya .
“ Lepaskan aku ... LEPASKANN ! “
Jeritan Annisa , spontan membuat Riana tersentak . Amarahnya melonjak dan Riana menumbuk keras perut Annisa .
Uuukkhh !
“ Dasar perempuan cengeng ! Lebih baik kau diam saja ! “ kata – kata sarkastik terlontar begitu saja dari mulutnya , Annisa bungkam .
 Riana menondongkan belati itu ke arah dadanya . Tangannya sudah mengambil ancang – ancang bersiap menikam dadanya .
“ Selamat jalan . Bye bye . “ ucapnya sambil menyimpulkam senyum seorang pembunuh berdarah dingin yang puas menyaksikan penderitaan korbannya .
“ TIDAAAKKKK ! “
Secepat kilat belati itu sudah menembus jantungnya . Annisa membeliakkan bola matanya , menahan rasa pedih yang membakar dadanya . Darah segar keluar begitu saja membasahi bibirnya . Usai sudah cerita hidupnya saat itu juga yang tersamarkan oleh suara halilintar menggelegar .
Tangannya coba mengeluarkan jantung Annisa dengan membelah dadanya . Jantung Annisa sudah berada dalam genggamannnya . Ia melihat jantung itu seperti melihat setumpuk uang milyaran rupiah teronggok begitu saja di jalan . Dengan rakusnya , ia mengunyah – kunyah jantung itu seperti ia mengunyah daging ayam dan ditelannya lumat , lalu menunggu untuk dicerna lambungnya .
Usai memakan jantungnya , Riana melipat kedua tangannya seperti bersedekap dan menekukan kedua pergelangan kakinya , diikat , lalu dimasukkan ke dalam karung goni yang telah dipersiapkan . Ia agak kesulitan mengangkatnya , terpaksa diseretnya sampai ke bagasi mobil . Untung saja , suasana di sekitar gudang cukup sepi , langsung saja dilemparnya karung itu dan menutup pintu bagasi .
Kini Riana sudah berada di sebuah perkebunan karet . Matanya mengedar ke mana – mana mencari tempat aman di mana ia bisa membuang mayat ini . Pandangannya tertuju pada salah satu semak belukar yang tumbuh di sana . Langsung saja aku menyeretnya ke sana karena melihat tak ada tempat lain serta membiarkannya di sana dibasahi oleh gerimis .
Ia beranjak kembali ke mobil sambil memberikan senyuman penuh kemenangan pada karung berisi mayat tersebut .
Mobil sedan melesat cepat menerobos hujan menuju ke rumah . Gerbang terbuka lebar – lebar membiarkan aku dan mobilku masuk ke dalamnya . Seorang perempuan paruh baya berumur 45 tahun membukakan pintu , tapi aku hanya menyelonong masuk tanpa memperdulikan apa yang akan dikatakannya .
 Aku berlari ke kamar mandi sambil membawa handuk . Kulepaskan satu per satu pakaian yang melekat di tubuhku . Tanganku memutar keran shower , membiarkan air memancar dari ujungnya membasahi tiap jengkal tubuh polos tanpa busana .
20 menit sudah berlalu . Aku menggamit handuk yang tergantung di rak jemur . Mengusap – usap bagian tubuh yang dibasah oleh air . Aku mengalihkan pandanganku ke arah cermin , telingaku menangkap suara samar entah dari mana asalnya .
“ Aku sudah melakukan apa yang kau inginkan . “ ujarnya lenyap .
Aku terjaga untuk beberapa saat sebelum aku meninggalkan kamar mandi tanpa sepatah kata pun , dan mematikan lampu yang menyala .
Aku meraih sebuah piyama dan kukenakan ke tubuhku . Kemudian , aku membanting tubuhku ke ranjangku yang empuk . Diriku bisa merasakan kenyamanan untuk sesaat sebelum dering handphoneku berbunyi .
“ Haloo . “
“ Halo , Vit . Ini aku Rose . “ sahut di seberang sana .
“ Ada apa , Ros ? “ tanyaku balik .
“ Ini aku butuh bantuan kamu buat mengerjakan PR Matematika dan Fisika .Aku sedikit keperluan yang amat mendesak . Aku tahu kamu pasti bisa diandalkan . Jadi apakah kau bisa membantuku ? “ pinta Rose .
Aku hanya bisa mendengus kesal mendengar permintaan dari Rose , temanku . Dia terus saja menyuruhku tanpa pernah bisa membantuku bahkan meminjam uang padanya saja susahnya minta ampun . Meskipun begitu , aku juga menyayanginya , aku sering menjadikan dirinya curhat dan sharing semua masalahku .
“ Oke baiklah . Kapan aku bisa datang ke rumah ? “
“ Besok saja Vit . Sekitar jam 7 . 30 malam . Bye bye , Vita . “ pungkas Rose .
Good night . Bye bye , sister . “ aku menutup handphoneku dan menatap jam weker di sampingku – 08 . 00 malam . Belum terlalu larut , tapi mata ini sudah tidak bisa diajak kompromi dan aku larut dalam tidur panjangku malam ini .
Aku beringsut dari ranjangku menuju kamar mandi . Sesampainya , aku langsung menadahkan air yang mengalir dari mulut keran dan menggosoknya ke wajahku . Kusambar handukku yang masih tergantung di rak jemur . Kuputar keran shower itu ke kanan , air itu memancar deras membasahi tubuh polosku .
 Kali ini , aku tidak mengendarai mobil pamanku jadi aku menggunakan jasa tukang ojek yang kebetulan melintas di depanku dan menyuruh sang supir tancap gas .
Aku sudah tiba di gerbang sekolah , jam dinding yang melekat di sana menunjukkan pukul 07 . 05 . Sementara itu , lonceng masuk akan berbunyi tepat jam 07 . 15 , aku lebih cepat sepuluh menit dari biasanya . Aku memilih berjalan santai menuju ke kelas sambil memperbaiki posisi kacamataku yang agak miring . Sejauh ini , aku tidak melihat Annisa dan teman – temannya yang selalu menjahiliku . Mungkin , Riana sudah menyingkirkan Annisa sang kepala geng , sehingga anak buahnya tak berani menampakkan batang hidungnya di depanku .
Sekarang , aku sudah berada di rumah . Rasa lelah dan pening berdenyut teratur di kepalaku . Pulang sekolah aku langsung les Matematika dengan ibu Lisa setiap hari selasa da kamis . Itulah yang menjadi rutinitasku sebagai anak sekolah . Aku sudah melepas seragam putih abu – abu sembari melihat jam dinding – 18 . 30 , hampir malam . Dan satu jam lagi , aku akan ke rumah Rose untuk mengambil PR matemtika dan fisika nya .
Dalam satu jam , aku sudah menghabiskan hidangan makan malam yang disediakan mbak Dwi . Aku bergegas ke kamar , mengambil kunci mobil sekaligus kunci gudang , di mana aku menyimpan mobil itu .
Setiba di gudang , aku membuka pintu , memundurkan mobil , berlalu jauh meninggalkan rumah .
Hari ini , jalan begitu lengang , kutarik tuas persneling dan menginjak pedal gas , supaya aku bisa sampai lebih cepat di rumahnya .
Kini , mobilku sudah tiba di depan rumahnya . Sudah jam 19 . 35 . Kondisi jalan yang agak berlubang , membuat diriku harus ekstra hati – hati sehingga aku terlambat lima menit untuk sampai ke sini . Kubuka pintu depan , aku bergegas melangkah dan mengetuk pintu rumahnya .
Tok tok tok                                
Suara ketukan itu pasti bisa membuat sang tuan rumah membukakan pintu . Aku berharap Rose lah yang menyambut , tapi kenyataannya berbeda . Seorang wanita yang kutaksir umurnya 40 tahunan , model rambut Shaggy , membuka pintu dan menyapaku .
“ Ada apa ya dek ? “
“ Malam , tante . Rose nya ada ? “
“ Oh , ini nak Vita kan ? “
“ Ya tante . “
“ Tunggu sebentar ya . “
Ujar wanita sambil menahanku di sana . Seperti ada sesuatu yang akan diberikannya padaku .
“ Tadi sebelum Rose pergi , dia nitipin ini sama kamu . Ini . “
Ia menyerahkan dua tumpuk buku dan aku menerimanya .
“ Tapi ngomong – ngomong , Rose nya pergi ke mana ya ? “ tanyaku menyelidik .
“ Oh tadi dia pergi bersama seorang laki – laki . Katanya ada kerja kelompok . “ ujarnya .
“ Kalau begitu , terima kasih ya tante . Saya pamit dulu . “ pungkasku sambil mengundurkan diri dan beralih ke mobilku .
Aku merasa percaya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ibunya Rose . Tapi apa salahnya jika aku membuktikan apa yang dikatakan oleh ibunya , apakah ia berbohong atau tidak . Dengan waktu yang kupunya , aku mencari Rose di manapun ia berada .
Namun perjalanan ini membawaku ke suatu tempat . Tempat yang pernah kujalani , namun aku tak mengingatnya secara pasti . Tempat itu dipenuhi oleh rimbunan pohon karet yang kulitnya dikerat miring untuk disadap . Tak sengaja , mataku melihat sebuah mobil parkir bebas dan bayangan manusia ,tak dapat kulihat secara jelas .
Aku berjalan perlahan , mengatur derap kaki agar menimbulkan suara mencurigakan . Saat ini , aku sudah berada 20 meter dari mobil itu . Aku bersembunyi di balik pohon beringin yang cukup lebat itu dan bisa melihat sosok dari bayangan itu . Aku bisa melihatnya sedikit jelas dengan bantuan sinar bulan dan satu , di sini tak ada lampu peneranagan . Aku mulai mengenali 2 sosok manusia yang berada di sana .
 “ Astaga ! Itu kan Rose dan Adit ! Apa yang mereka lakukan di sini ?! “ pekikku dalam hati .
Aku tahu siapa yang sedang membohongiku sekarang . Si picik Rose memberikan tugasnya padaku agar dia bisa berkencan dengan Adit . Dan apa yang dilakukukan Adit di sana ?! . Tega – teganya Rose merebut Adit yang sudah lama menjadi gebetanku ! . Adit kenapa kau bisa terjerat oleh kecentilan dan kegatelan si picik itu ?! .
Berbagai caci – maki sudah sarat di otakku . Darahku bergejolak bagaikan deburan ombak ganas . Bagus ! Dua pengkhianat itu sukses membuatku tak karuan . Aku tak tahu apa balasan yang cocok untuk mereka .
“ Biarkan aku ke sana . “ lagi – lagi suara itu mengagetkanku – Riana . Sejak kapan ia berada di sini . Tapi aku tahu ia pasti ke sini , untuk membereskan dua pengkhianat itu dan aku mempersilahkannya .
Hentakan kaki Riana semakin memburu di atas daun – daun yang jatuh berguguran laksana latihan para infanteri . Riana sudah menggengam sebuah stick baseball di tangan kanannya . Mungkin stick itu berguna itu membonyokkan kepala mereka berdua .
Riana sudah tiba di depan mobil . Tanpa banyak kompromi , kedua tangan memegang erat stick itu dan di arahkannya ke kaca depan mobil .
PRAAANNGGGG !
 Kaca itu sudah berhamburan dan pecah berkeping – keping . Pecahan itu mengenai tubuh keduanya yang tengah dilanda gelombang birahi .
Keduanya menjerit kesakitan , ketika serpihan – serpihan kaca sudah mengerubungi tubuh mereka . Riana membuka pintu mobil dan menarik Adit dengan kasar dan didorongnya hingga terjerembab ke tanah .
Tak banyak basa – basi , Riana menghantam kepala Adit dengan stick baseball , bertubi – tubi hingga darah terpancar dari batok kepalanya , Adit tak bergerak lagi .
Melihat Adit yang tak bernyawa lagi , Riana mengalihkan pandangannya pada Rose . Di sana , Rose mencoba melarikan diri dengan langkah tertatih sambil menahan rasa nyeri karena serpihan itu sudah masuk ke dalam dagingnya .
Riana tak tinggal diam . Ia langsung mengejar Rose dan memukul betisnya .
Aaakkkkhhh !
Pukulan itu sanggup membuat Rose terjatuh . Ia menjerit sambil meraung – raung merasakan sakit amat menyiksa . Ia sudah berpikir bahwa hidupnya akan berakhir seperti Adit yang tergeletak tak jauh di sampingnya .
Ujung tongkat itu sudah mendarat di pipi kanannya . Suara gemeretak terdengar jelas dari dalam mulut Rose . Sepertinya pukulan itu mengenai gusinya . Rose tersentak ketika mengamati bahwa air ludahnya bercampur dengan darah dan dua giginya yang tanggal . Riana mendaratkan pukulan keduanya , di bagian pipi kirnya . Lagi – lagi , gusinya pecah dan giginya tanggal dua .
Rose mengiba – iba pada Riana agar dirinya diampuni . Bukannya diampuni , amarah Riana makin memuncak . Riana mengarahkan tongkatnya di bagian leher Rose . Kuatnya hantaman tongkat itu , membuat tulang leher Rose patah dan urat nadinya terlilit . Ia mulai kejang – kejang , kesulitan bernafas dan suara serak tercekik . Untuk mempercepat kematian Rose , ia menghimpun seluruh tenaganya di tongkat itu dan menghantamnya .
Kraaakkkk ! 
Riana sudah meretakkan tempurung kepala Rose dan ia bergeming . Lalu , mengguyur kedua mayat itu dengan minyak bensin dn memantikkan korek api dan melemparnya .
Api langsung menyambar kedua mayat itu . Aku yang sedari tadi hanya menonton penyiksaan dan pembunuhan itu secara live .Kubiarkan saja api itu menjilat dan menghanguskan tubuh mereka . Inilah hukuman yang cocok untuk para pengkhianat itu – dipanggang oleh api neraka .
Keesokan harinya , aku mendengar kabar bahwa seorang petani karet menemukan dua mayat yang terpanggang dan tidak utuh lagi wujudnya . Aku yakin pasti ini ulah Riana dan ia melakukan apa yang aku inginkan . Hah ! Dia betul – betul apa yang aku mau .
Sabtu , hari yang paling kutunggu . Di mana aku bisa bersantai , melepaskan segala beban dan penat yang menumpuk . Sekaligus , melupakan bayang – bayang Annisa , Rose dan Adit yang entah bagaimana kabarnya sekarang , mungkin mereka sudah disiksa oleh iblis – iblis neraka .
Tanganku terentang sejajar dengan dadaku , mulai bersiap meluncur ke dalam kolam . Aku menghentakkan kaki dan melesat kencang bak torpedo . Untuk mengambil nafas , aku memutar badan 90 derajat , mengibas – kibaskan kedua kakiku di dalam air dan kepalaku menyembul ke atas permukaan air .
Segar dan dingin rasanya air kolam ini apalagi berenang di pagi hari , membuat otot – otot tegang menjadi rileks . Air sudah membasahi lingerie yang kukenakan . Tubuh langsing ku tercetak jelas membentuk lekuk – lekuk indah bak gitar . Aku juga merawat tubuhku dengan diet dan olahraga teratur sehingga inilah hasil yang kudapatkan – padat dan berisi .
Walaupun begitu , aku tidak terlalu menonjolkan keindahan bentuk tubuhku , aku cenderung menutupnya . Aku lebih suka tampil apa adanya dengan mengepang rambut panjangku dan memakai kacamata . Di samping aku suka berolahraga , aku juga gemar membaca terutama novel .
            Sepertinya aku sudah lama berada di dalam kolam . Rasa dingin sudah menggigit tulang , kulit jari - jariku mengerut . Aku memutuskan untuk berhenti berenang dan kembali ke meja di mana aku sudah meletakkan kimonoku .
            Aku mengikatkan kimonoku dan menuju ke kamar mandi yang berada di dalam rumah . Ketika aku memasuki rumah , aku melihat paman Henry baru saja pulang dengan membawa sebuah tas dorong di genggamannya . Matanya membeliak tak lepas memandang tubuhku yang dibaluti oleh kimono putih . Aku agak risih dengan caranya memandangku , seperti ingin menggerayangi tiap jengkal tubuhku . Aku berusaha membuyarkan lamunan kotornya dengan menanyakan sesuatu .
            “ Paman ! Paman baru datangnya ? “
            “ Iya Vit . Paman baru saja tiba di sini . Paman ambil cuti selama tiga hari . “ ujarnya .
            Paman Henry adalah satu – satunya keluarga yang kumiliki setelah ayah dan ibu meninggal dunia . Ia yang mengambil dan mengasuhku sejak umur 10 tahun bersama dengan bibi Annie . Namun 2 tahun lalu , bibi Annie meninggal dunia karena kanker . Untuk menghilangkan kesedihan akibat kehilangan istrinya , Paman Henry menenggelamkan dirinya dalam kesibukan kantor dan menyuruh mbak Dwi merawatku , tapi dia tetap membiayai hidupku dan memberikan mobil sedannya untuk kupakai .
            Setelah mendengarkan penuturannya , aku langsung menyela masuk ke kamar . Aku langsung menyambar kaos oblong berlengan panjang dan celana pendek dari dalam lemari dan beralih lagi ke kamar mandi .
            Saat menggapai gagang pintu , seseorang dari luar membuka pintu – Paman Henry . Astaga ! Aku lupa menguncinya . Paman Henry masuk begitu pintu sudah tersingkap . Ia menutup dan menguncinya dari dalam . Firasatku mulai tidak enak melihat situasi ini .
            “ Jangan cepat – cepat pergi dulu , Vita . Paman mau membicarakan hal penting sama kamu . “  ujarnya sambil maju perlahan , menyunggingkan senyum nakal yang begitu menjijikan  .
            “ Paman mau apa ?! Cepat keluar dari sini ! “ hardikku pada Paman . Aku juga mundur untuk menghindarinya .
            “ Kamu coba – coba melawan paman ya ?! Kamu ini tak sadarnya siapa yang sudah merawat dan membiayai hidup kamu ?!  Paman hanya minta balas budi kamu aja , Vita . Kamu tahu kan bibimu , Annie , sudah lama meninggal dunia dan paman kesepian . Paman hanya butuh teman tidur saja kali ini , bisa kan Vit ? “ Paman Henry berusaha menggertakku .
            “ Jangan paman ! Paman sadar lah aku ini keponakanmu . “ Aku memohon pada paman Henry untuk menghentikan tindakannya itu dengan linangan air mata membasahi pipi .
            “ Ayolah Vit . Kita nikmati saja ini . Kamu tahu , paman baru saja dipecat dari perusahaan . Paman frustrasi , paman butuh penyegaran . “ kilah paman Henry .
            Aku agak tersentak mendengar paman Henry dipecat dari perusahaannya . Tapi , berbicara baik – baik pun percuma . Setan yang berwujud hawa nafsu itu sudah menguasai otaknya , menggelapkan nurani . Ia tak memperdulikan kepada siapa hasrat meluap – luap itu akan dituntaskan , meskipun itu pada keponakan kandungnya sendiri .
            Aku semakin terpojok ke dinding , begitu pula dengan paman Henry . Ia sudah berada di depan ku , hanya berjarak dua meter lagi dia akan menangkapku . Kumelirik ke samping , mencari celah untuk kabur . Kumanfaatkan kesempatan ini dan aku langsung melesat ke arah pintu . Tanganku sudah menggapai kunci tinggal memutarnya ke kiri dan menekan gagang pintu . Hanya menekan gagang pintu , tapi paman Henry langsung mendekap kencang badanku dan mencampakkanku ke lantai .
            Kepalaku menubruk dinding , sehingga aku merasa pusing dan mataku berkunang – kunang , susah sekali untuk bangkit . Paman Henry tak menyiakan kesempatan ini , ia langsung membuka kancing kemejanya satu per satu disusul dengan ikat pinggang yang melingkar di perutnya .
            Aku tidak bisa apa – apa lagi . Rasa nyeri tak tertahankan masih mendera tempurung kepala dan air mata terus berlinang memohon keajaiban datang menolongku .
            “ Aku akan menyelesaikannya . “
            Suara itu datang lagi . Pasti Riana datang untuk menolongku . Suara itu lenyap . Riana menatap tajam Paman Henry penuh amarah dan kebencian bergemuruh di dada .
            “ Siapa kau ?! “ sentak Paman Henry .
            “ Namaku Riana . “
            Riana langsung mengambil sebuah kapak kecil dari dalam laci dan dilemparkannya ke arah leher paman Henry .
            Paman Henry tersungkur ke lantai , tubuhnya menggelepar sesaat , tangannya tak henti – henti memegangi lehernya yang bermandikan darah segar , ia berusaha menutup luka lebar yang menganga di lehernya , namun ia terlanjur kehabisan darah dan akhirnya meninggal .
            Riana menghampiri mayat Paman Henry . Ia mengambil kapak yang tergeletak di sebelah kiri mayat itu dan memotong bagian tangan kanan dan kiri . Bagai singa kelaparan , mulutnya melahap tangan kiri paman Henry , giginya bergemerutuk menguyah – kunyah dagingnya .
            “ Astaga ! Pak Henry ! “
            Riana memalingkan wajahnya ke arah suara itu . Di sana , mata mbak Dwi terbeliak , tubuhnya bergetar hebat , ia tak bisa berpaling dari pemandangan sadis nan mengerikan ini . Riana merasa acara makannya terganggu melemparkan kapak itu dan menancap di keningnya . Kini nasibnya tak jauh berbeda dengan Paman Henry .
            Aku mencelikkan mata . Mataku menelisik di sekelilingku dan bertanya – tanya di mana aku berada . Telingaku mendengar sayup suara seperti orang bercakap – cakap di balik pintu .
            “ Pak dokter , sebenarnya apa yang terjadi dengan saudari Vita Riana ? “ tanya seorang pria berseragam polisi itu .
            “ Berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan , saudari Vita Riana mengalami kelainan jiwa – kepribadian ganda . Ya sebenarnya , ia sama seperti orang normal lainnya , walaupun sebenarnya ia membentuk dua kepribadian dalam satu tubuh dengan halusinasinya dan dengan 2 sifat yang berbeda , Vita dan Riana . “ ujar lelaki berpakaian putih tersebut .
            “ Kami dari kepolisian juga mendapatkan fakta kalau saudara Vita Riana , yang telah membunuh kedua orang tuanya sendiri karena mereka kerap menyiksa dan memperlakukan ia secara kasar  . Satu lagi , sebelum dia diasuh oleh pamannya , dia sempat tinggal di sebuah panti asuhan , di mana ia juga telah membunuh sebanyak 5 orang anak di sana . Tapi sebelum saya pergi dari sini , apakah saya bisa melihatnya sebentar ? “ kata polisi tersebut .
            “ Oh silakan . “ tutur sang dokter .
            Sekarang aku tahu siapa yang telah menempatkanku di ruangan remang ini . Suara deritan pintu yang terbuka kini mengusik ketenangan ku sejenak . Mataku menatap sayu dua lelaki yang berada di hadapanku .
            “ Apakah tidurmu nyenyak , nyonya Vita Riana ? “ sang dokter mengulas senyum ramah padaku .
 






No comments:

Post a Comment