Thursday, 29 October 2015

Pemuja dan Memujamu



Malam menerangi kegelapan dengan bulan purnama penghias semesta
Bintang yang kaukirimkan t’lah kuterima dan kusimpan
Hamparan awan hitam di angkasa sana
Ingin kuterbang ke sana
Memetik satu bintang yang kujadikan impian
dan kuberikan padamu
untuk kaujadikan kenangan
Walau kaubuang bintang harapan ke dalam lubang hitam portal waktu
            Aku berada di antara sejarah dan misteri
            Sejarah membawaku kepadamu dan misteri yang masih bertanya
            apakah kau sudah memiliki
            Hai permaisuriku, kapan kau menjadi milikku
            Pesonamu membuatku gila
            Tawa tulusmu membawa ilusi jiwa
            Tutur lembutmu membutakan akal sehat
            Aku memberikan bintang harapan padamu
            Kau menginginkan pangeran hati
            Yang sama sempurna sepertimu
Aku tahu aku bukan bintang harapanmu
Bukan pula pangeran kesempurnaanmu
Sehingga kau tak menghiraukanku
Tapi bagaimana aku bisa melupakanmu?
Aku tak tahu itu perasaan, egoku, ataukah nafsu
Ajari aku mungkin kamu yang tahu obatnya
Obat untuk melupakanmu
            Namun, bisakah aku? Sudikah kamu?
            Pertanyaan yang mungkin tak pernah ingin terpikirkan
            Kenapa lelaki ini mengemis cintaku?
            Ludahi aku, patahkan cintaku terlebih patahkan saja tulang rusukku
            Agar Tuhan tahu apa kamu jodohku atau takdir yang harus kulepaskan
Kekuatan Mahakuasa yang kuinginkan agar kulepas dari belenggu ini
Cinta mati, cinta sejati, cinta romantik
Apa yang ingin ditunjukkan Tuhan, aku tak tahu
            Pintaku hanya satu
            Kuingin membelai wajahmu
            Menjamahmu penuh kasih
            Mencium keningmu penuh ketulusan
            Sebelum waktu, kemayaan, dan kenyataan memperlihatkan bahwa
            Dia pantas bersamamu...
           
           
           


Sunday, 25 October 2015

Ayu



Rambut pirangmu penarikmu
Pipi tembammu membuatku gemas
Melihat simpul senyummu
Rasanya aku melayang di langit ke tujuh
            Kau tidak berubah
            Bahkan kedua kalinya kau di desa ini
            Kau manis dan ayu
Kau kosong
Dan akulah yang akan mengisimu
Jangan tutup dirimu
Aku siap menemanimu
            Aku tak sungkan berada di dekatmu
            Walau kau berlagak tak butuh
            Sampai kapan kita menjalani ini
            Katakan saja apa status kita
Teman atau pacar
Pilihlah sesuka hatimu
Jadi temanmu tak apa-apa
Jadi pacarmu juga aku takkan memaksa
            Aku tak ingin orang menebak-nebak hubungan kita
            Katakan saja pada mereka
            Asal kau tahu dan ingin kau mengerti
Aku mau bersamamu
Aku mau di dekatmu
Aku mau kau yang mengisi kekosongan ini
Agar aku tak lelah mencari bidadari lain   

Sunday, 18 October 2015

Love in Dead - Chapter 4



Malam ini bisa dibilang malam terindah bagi Aldian. Hamparan kegelapan menampakkan gemerlap bintang. Rembulan membiaskan pantulan sinar matahari. Di rumah yang bisa dibilang cukup mewah dengan kolam ikan dan pondok kecil disinari lampu taman, Aldian terlihat begitu bersemangat mengajari Icha pelajaran Kimia. Icha cukup terkesima melihat cara Aldian mengajarinya.
“Kamu pandai ya Aldian. Ngomong-ngomong, kamu sudah punya pacar belum?“ celetuk Icha sambil menutup buku tulisnya.
Aldian sontak kaget mendengar celetukan Icha. Ia mulai gugup mengutarakan jawabannya.
“Be-belum.“ jawab Aldian sambil menunduk. Ia tak berani menatap mata Icha langsung.
“Di antara perempuan yang ada di sekolah kita, ada gak satu orang yang kamu sukai?“
Mendengar pertanyaan dari Icha, Aldian mendadak terkena serangan jantung kecil. Jawaban atas pertanyaan Icha justru sedang berada di hadapannya. Tapi ia sadar bahwa tak mungkin ia mengharapkan Icha menjadi miliknya. Icha terlalu indah untuk dimiliki.
“Hah, semuanya cantik. Ta-tapi ...“ elak Aldian.
“Tapi apa?“
“ Tak ada yang sebaik ibuku . “ Aldian tersenyum kecil mendengar leluconnya sendiri . Baru kali ini , ia bercanda di hadapan orang lain , apalagi di hadapan seorang wanita yang begitu diidamkannya . Tak disangkanya Icha juga tertawa mendengar leluconnya .
Suasana makin mencair , seolah tiada halangan membatasi kedekatan mereka berdua . Aldian menyela ketika suasana begitu hangatnya oleh canda dan tawa .
“ Icha , jika polisi datang dan menangkapku dengan tuduhan pembunuhan apa kamu mau membelaku ? “ Aldian berujar seusai menyeruput sedikit jus jeruk yang disediakan Icha .
“ Tentu saja . Kamu kan orang baik takkan mungkin kamu melakukan hal sejahat itu . “
Aldian menanggapi jawaban Icha dengan seulas senyuman tipis terlukis di bibirnya . Jika dilihat – lihat , Icha berpikiran bahwa Aldian memiliki wajah tampan, hanya saja menurutnya Aldian tidak tahu menata dirinya .
“ Aldi , apa kamu menyempatkan diri untuk melayat ke pemakaman Anji ? “
“ Ya . Tapi hanya sebentar . “
Aldian merasa malam semakin larut . Tidak baik rasanya jika seorang laki – laki dan perempuan berduaan dalam waktu lama . Akhirnya , Aldian memutuskan untuk pamit kepada Icha . Icha pun mengerti kondisi , mempersilahkan Aldian untuk meninggalkan rumahnya . Aldian membereskan buku – buku bawaannya dan bergegas menaiki sepedanya .
Pagi ini pak Darman membawa cangkul di tangannya menuju pemakaman . Ia mendapat tugas untuk menggali lubang kubur karena ia mendengar kabar bahwa suami ibu Wardah meninggal dunia dan hari ini juga akan dilaksanakan penguburan .
Jarak rumah pak Darman dengan pemakaman tersebut tidaklah jauh , sekitar 300 meter . Ia memutuskan berjalan kaki ketimbang menaiki sepeda bututnya . Sesampainya di tanah pemakaman , Pak Darman mulai mencari tanah kosong untuk dilakukan penggalian . Setelah ia menemukan tanah kosong tersebut , pak Darman mulai mengangkat cangkulnya tepat di atas kepala , matanya tertuju pada batu nisan yang terkena noda darah .
“ Darah siapa ini ? “ pak Darman menurunkan cangkulnya dan mengamati darah yang menempel di sana .
Diamatinya secara jeli , ternyata noda darah itu tak hanya berhenti di batu nisan tersebut . Noda darah itu membentuk garis lurus memanjang menuju suatu tempat .
Diikutinya garis lurus tersebut pelan – pelan sampai terhenti di sebuah semak belukar .
Jejak kakinya sudah berhenti di sana . Timbul niat untuk menyibakkan semak belukar itu guna mengetahui pada yang ada didalamnya . Pak Darman berdoa dalam hati sambil dihembuskan nafasnya lembut , ia kelihatan lebih siap .
HAH !
Pak Darman membeliak . Mulutnya kelu , tak sanggup berkata sepatah katapun . Air matanya meluruh perlahan . Dalam hati , ia tak kuasa menyebut nama Tuhan . Sebuah mayat laki – laki ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan luka bacok hampir di sekujur tubuhnya dan lehernya hampir putus terkena gorokan benda tajam . Ribuan lalat sudah menyambangi mayat lelaki yang tergeletak bersimbah darah . Pak Darman tak sanggup melihat kondisi mayat itu berlari menuju jalan raya , meminta bantuan orang lain .
Lagi – lagi , SMA Negeri 1 dikagetkan oleh berita pembunuhan siswa mereka . Orang tua Andy dan Anji datang ke sekolah guna menuntut pihak kepala sekolah karena dianggap tidak becus mengamankan para siswanya .
“ Saya tidak mau tahu jika bapak kepala sekolah tidak cepat mengungkap kasus ini , saya akan bawa kasus ini ke ranah hukum . Permisi ! “ Ayah Andy keluar dari ruangan kepala sekolah dengan perasaan gusar dan penuh amarah . Para guru dan siswa di sana hanya bisa diam mematung membiarkan ayah Andy meninggalkan pekarangan sekolah .
Hari ini , sekolah memulangkan siswanya lebih awal . Kasus pembunuhan yang dialami oleh Anji dan Andy para anak didik mereka , membuat kepala sekolah dan guru – guru tidak bisa tinggal diam . Mereka memutuskan untuk menggelar rapat untuk membahas tindak lanjut atas kasus yang menimpa siswa mereka dan bagaimana solusinya , itu semua akan dibicarakan dalam rapat .
“ Ini tidak bisa dibiarkan . Jika kita tidak cepat menemukan pelakunya , mungkin semakin banyak korban berjatuhan . Tapi , mengapa si pembunuh itu mengincar Anji dan Andi ? “ Icha menggaruk kepalanya dengan jari telunjuknya . Icha coba mencari jawaban dalam pikirannya .
“ Aku juga tidak mengerti . Mungkin si pembunuh punya dendam pribadi kepada mereka berdua . “ Aldian mengutarakan salah satu dugaannya mengenai motif dari pembunuhan itu .
“ Apa kau tertarik untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini , Dian ? “
“ Entahlah . Ini mungkin akan lebih sulit daripada menyelesaikan soal – soal IPA . Tapi , kita tidak punya petunjuk apapun . “
“ Kita bisa bekerja sama dengan Fidel untuk mengungkap kasus ini . “ ujar Icha mantap .
Kelihatannya Aldian tak terlalu merespon baik ide dari Icha . Mengajak Fidel untuk bekerja sama menuntaskan kasus ini , akan membuat Fidel semakin benci kepadanya . Pilihan yang sungguh terpaksa ia lakukan demi membongkar identitas pembunuh sadis itu .
“ Kita lakukan penyelidikan setelah ku-SMS dia dulu . Ok ? “ Icha mengacungkan ibu jarinya pada Aldian , ia hanya mengangguk pelan .
Drrtt drrtt
Suara dering SMS berbunyi dalam kantong bajunya . Icha buru – buru mengeluarkan Handphonenya , membaca SMS yang masuk. Di kantin mas Ijan , di tempat itulah mereka sepakat untuk bertemu setelah bel pulang sekolasudah berbunyi .
“ Fidel , bisa antarkan kami ke sana ? “
            “ Bisa . “ tanpa basa - basi Fidel menyanggupi keinginan mereka . Mereka bertiga langsung menuju tempat parkir untuk mengambil kendaraan masing – masing . Icha dibonceng oleh Fidel dengan Mio-nya dan Aldian sendiri menaiki sepedanya .
            Suara kayuhan pedal sepeda dan deruan gas sepeda motor terdengar begitu jelas . Mereka saling berpacu satu sama lain , tetap tertuju pada dua tujuan pasti yakni perumahan Air Lihas dan pemakaman umum .
            Tujuan pertama mereka adalah perumahan Air Lihas dan mereka sudah tiba di sana . Mereka menjumpai beberapa orang polisi sedang melakukan penyisiran tempat di mana Anji ditemukan tewas . Meskipun ada dua pria bersama dengan Icha , tetapi mereka takut untuk meminta keterangan perihal penyelidikan yang dilakukan beberapa polisi di sana .
            “ Permisi pak , boleh saya bertanya apa saja petunjuk yang bapak dapatkan ketika melakukan penyisiran di tempat ini ? “ Icha mendatangi para polisi itu setelah salah satu dari mereka tidak mau menemani dirinya .
            “ Ya . Kami menemukan hal yang menarik dari kasus ini nak . “
            “ Hal menarik seperti apa pak ? “ rasa penasaran Icha s’makin tinggi setelah mendengar keterangan dari salah satu polisi di sana .
            “ Sepertinya pelaku menyusun rencana lebih awal karena si pelaku sudah mempelajari gerak – gerik dan kebiasaan si korban . “ ujar pak polisi sambil melihat – lihat isi catatannya .
            “ Kami juga tidak menemukan tanda – tanda pembunuhan dilakukan oleh perampok . Sepeda motor saudara Anji tidak hilang . Kami curiga pembunuhan dilakukan oleh orang terdekat . “
            Fidel merasa agak tersingggung mendengar penuturan sang polisi , lantas menghampiri sang polisi dan mempertanyaan maksud perkataannya .
            “ Apa maksud bapak mengatakan hal seperti itu ? “ Fidel menimpal dari belakang Icha .
            “ Tapi itu masih hasil penyelidikan sementara . Kami masih melakukan penyelidikan sejauh ini . Saya ingin undur diri dari hadapan saudara . Saya permisi . “ Sang polisi berpamitan sambil memberikan salam hormat .
            “ Jadi bagaimana , apa polisi sudah mengetahui siapa pelakunya ? “ Aldian menyusul dari belakang setelah Fidel .
            “ Belum . “ jawab Icha singkat .
            Mereka masih belum menyerah sampai di situ . Masih ada satu tempat lagi – pemakaman umum . Kedua lelaki itu sudah menaiki kendaraan masing – masing menuju tempat yang mereka maksudkan .
            Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke sana . Ketiganya langsung menghampiri para polisi yang sedang menyisir TKP . Tapi , jawaban yang diberikan oleh pihak kepolisian tetap sama .
            “ Teman – teman , sepertinya aku bisa menyimpulkan bahwa sang pelaku sudah memperkirakan rencananya akan berjalan sempurna ketika ia mendapatkan informasi jelas tentang si korban sebelum memulai aksinya . “ pungkas Aldian .
            “ Ya aku juga sependapat denganmu . Kalau kamu Fidel ? “ Icha memalingkan kepalanya ke arah Fidel , namun ia tak memberikan jawaban . Ia hanya melemparkan pandangan muak ke arah Aldian . Aldian menunduk lemah seraya memutar lehernya , menghindari pandangan Fidel .
            “ Kalau begitu , ayo kita pulang . Aku butuh istirahat dan menemukan titik terang dari semua petunjuk yang ada . “
            Icha meminta tolong Fidel untuk mengantarnya sampai ke rumah karena mobil yang biasa dibawanya ke sekolah sedang diperbaiki dan Aldian harus pulang sendirian ke rumah .
            Setelah melewati 45 menit mengantar Icha , akhirnya Fidel sudah setengah jalan menuju rumahnya . Di balik sosoknya yang terkenal dan berbakat dalam bidang olahraga , ternyata Fidel mempunyai sisi lain yang mungkin hanya diketahui oleh teman – temannya .
            Sudah 3 tahun lamanya , Fidel berpisah dengan ayahnya . Fidel tinggal bersama dengan ibunya di sebuah rumah cukup besar yang dibeli ibunya dari hasil uang kerja menjadi seorang pegawai restoran . Motor yang ia pakai ini adalah pemberian ibunya . Entah karena alasan apa orang tua Fidel berpisah , membuat  Fidel tertekan dan agak  depresi .
            Yang terekam jelas dalam ingatannya adalah ia mempergoki ayahnya sedang memukul dan memaki – maki ibunya . Ayahnya mengatakan bahwa ibunya tertangkap basah berselingkuh . Fidel yang tak percaya dengan apa yang dikatakan ayahnya , juga tersulut emosi dan mencoba melawan ayahnya. Kekuatan fisik Fidel masih berbanding jauh dengan ayahnya . Yang ditinggalkan ayahnya adalah bekas luka robek di pelipis kanan yang telah dijahit . Luka di pelipis itu telah sembuh tetapi tidak dengan luka hatinya . Ia sangat membenci ayahnya sebagaimana dalamnya luka fisik yang sudah ditorehkan ayahnya .
            Fidel masih menarik gas sepeda motornya , tiba - tibamerasakan laju sepeda motornya semakin berat . Merasakan ada hal yang tidak beres pada sepeda motornya , ia langsung mematikan sepeda motornya . Fidel sudah turun dari joknya , dengan seksama memeriksa bagian – bagian sepeda motornya dan dia melihatnya – ban belakangnya bocor . Sial . Padahal tukang tambal ban masih jauh dari tempat ini . Fidel hanya mendengus kesal sambil mendorong sepeda motornya mau tak mau .
            Baru beberapa meter ia mendorong sepeda motornya , Daun telinganya menangkap sepecah suara menegurnya .
            “ Hei ! Hei ! “
            Fidel berhenti sejenak . Ia mengganjal standar dan mengikuti arah suara itu . Dirinya memasuki wilayah perkebunan begitu luas dan sarat akan pepohonan kelapa sawit . Tempat ini mengingatkan dirinya pada sesesorang yang selalu menjadi bulan – bulanannya di sekolah . Ya , dia kenal baik orang tersebut .
            Dirinya semakin jauh memasuki area perkebunan tersebut . Sebenarnya ia ingin sekali angkat kaki dari tempat itu , akan tetapi rasa penasarannya terus mendorongnya agar segera mencari pemilik suara lagi . Ditambah lagi , ia sepeti tak asing dengan suara itu .
            Batang kelapa sawit menjulang tinggi dan ruas cabang menjulur ke sampingmenghalangi sinar matahari yang masuk , membuat suasana di sekitar Fidel begitu sejuk , namun ini tak berarti baginya . Malah suasana sejuk itu membuat ia semakin was – was seiring degup jantungnya semakin keras .
            “ Kau mencariku ? “ Fidel tersontak begitu sebuah lengan memiting lehernya erat sambil menempelkan sebilah golok tajam di lehernya .
            Rasa nyeri bagai terbakar mendera leher Fidel . Erangan tak jelas seperti ceracau tergumam dari mulutnya . Ia kejang - kejang sambil menggelepar merasakan sakit luar biasa di lehernya sebelum ia tak bergerak lagi .
            Setelah melihat korbannya tak berdaya , sosok misterius itu menendang tubuh Fidel ke jurang yang berada di hadapannya , membiarkan tubuhnya berguling – guling . Sesudah mayat Fidel sampai ke dasar , sosok misterius itu memberikan sesimpul senyuman getir tanda ia akan berpisah darinya .