Malam ini bisa dibilang malam terindah bagi Aldian.
Hamparan kegelapan menampakkan gemerlap bintang. Rembulan membiaskan pantulan
sinar matahari. Di rumah yang bisa dibilang cukup mewah dengan kolam ikan dan
pondok kecil disinari lampu taman, Aldian terlihat begitu bersemangat mengajari
Icha pelajaran Kimia. Icha cukup terkesima melihat cara Aldian mengajarinya.
“Kamu pandai ya Aldian. Ngomong-ngomong, kamu sudah
punya pacar belum?“ celetuk Icha sambil menutup buku tulisnya.
Aldian sontak kaget mendengar celetukan Icha. Ia
mulai gugup mengutarakan jawabannya.
“Be-belum.“ jawab Aldian sambil menunduk. Ia tak berani
menatap mata Icha langsung.
“Di antara perempuan yang ada di sekolah kita, ada
gak satu orang yang kamu sukai?“
Mendengar pertanyaan dari Icha, Aldian mendadak
terkena serangan jantung kecil. Jawaban atas pertanyaan Icha justru sedang
berada di hadapannya. Tapi ia sadar bahwa tak mungkin ia mengharapkan Icha
menjadi miliknya. Icha terlalu indah untuk dimiliki.
“Hah, semuanya cantik. Ta-tapi ...“ elak Aldian.
“Tapi apa?“
“ Tak ada yang sebaik ibuku . “ Aldian tersenyum
kecil mendengar leluconnya sendiri . Baru kali ini , ia bercanda di hadapan
orang lain , apalagi di hadapan seorang wanita yang
begitu diidamkannya . Tak disangkanya Icha juga tertawa mendengar leluconnya .
Suasana makin mencair , seolah tiada halangan
membatasi kedekatan mereka berdua . Aldian menyela ketika suasana begitu
hangatnya oleh canda dan tawa .
“ Icha , jika polisi datang dan menangkapku dengan
tuduhan pembunuhan apa kamu mau membelaku ? “ Aldian berujar seusai menyeruput
sedikit jus jeruk yang disediakan Icha .
“ Tentu saja . Kamu kan orang baik takkan mungkin kamu
melakukan hal sejahat itu . “
Aldian menanggapi jawaban Icha dengan seulas
senyuman tipis terlukis di bibirnya . Jika dilihat – lihat , Icha berpikiran bahwa
Aldian memiliki wajah tampan, hanya saja menurutnya Aldian tidak tahu menata
dirinya .
“ Aldi , apa kamu menyempatkan diri untuk melayat ke
pemakaman Anji ? “
“ Ya . Tapi hanya sebentar . “
Aldian merasa malam semakin larut . Tidak baik
rasanya jika seorang laki – laki dan perempuan berduaan dalam waktu lama . Akhirnya
, Aldian memutuskan untuk pamit kepada Icha . Icha pun mengerti kondisi ,
mempersilahkan Aldian untuk meninggalkan rumahnya . Aldian membereskan buku –
buku bawaannya dan bergegas menaiki sepedanya .
Pagi ini pak Darman membawa cangkul di tangannya
menuju pemakaman . Ia mendapat tugas untuk menggali lubang kubur karena ia
mendengar kabar bahwa suami ibu Wardah meninggal dunia dan hari ini juga akan
dilaksanakan penguburan .
Jarak rumah pak Darman dengan pemakaman tersebut
tidaklah jauh , sekitar 300 meter . Ia memutuskan berjalan kaki ketimbang menaiki
sepeda bututnya . Sesampainya di tanah pemakaman , Pak Darman mulai mencari
tanah kosong untuk dilakukan penggalian . Setelah ia menemukan tanah kosong
tersebut , pak Darman mulai mengangkat cangkulnya tepat di atas kepala ,
matanya tertuju pada batu nisan yang terkena noda darah .
“ Darah siapa ini ? “ pak Darman menurunkan
cangkulnya dan mengamati darah yang menempel di sana .
Diamatinya secara jeli , ternyata noda darah itu tak
hanya berhenti di batu nisan tersebut . Noda darah itu membentuk garis lurus
memanjang menuju suatu tempat .
Diikutinya garis lurus tersebut pelan – pelan sampai
terhenti di sebuah semak belukar .
Jejak kakinya sudah berhenti di sana . Timbul niat
untuk menyibakkan semak belukar itu guna mengetahui pada yang ada didalamnya .
Pak Darman berdoa dalam hati sambil dihembuskan nafasnya lembut , ia kelihatan
lebih siap .
HAH
!
Pak Darman membeliak . Mulutnya kelu , tak sanggup
berkata sepatah katapun . Air matanya meluruh perlahan . Dalam hati , ia tak
kuasa menyebut nama Tuhan . Sebuah mayat laki – laki ditemukan dalam kondisi
mengenaskan dengan luka bacok hampir di sekujur tubuhnya dan lehernya hampir
putus terkena gorokan benda tajam . Ribuan lalat sudah menyambangi mayat lelaki
yang tergeletak bersimbah darah . Pak Darman tak sanggup melihat kondisi mayat
itu berlari menuju jalan raya , meminta bantuan orang lain .
Lagi – lagi , SMA Negeri 1 dikagetkan oleh berita
pembunuhan siswa mereka . Orang tua Andy dan Anji datang ke sekolah guna
menuntut pihak kepala sekolah karena dianggap tidak becus mengamankan para
siswanya .
“ Saya tidak mau tahu jika bapak kepala sekolah
tidak cepat mengungkap kasus ini , saya akan bawa kasus ini ke ranah hukum .
Permisi ! “ Ayah Andy keluar dari ruangan kepala sekolah dengan perasaan gusar
dan penuh amarah . Para guru dan siswa di sana hanya bisa diam mematung
membiarkan ayah Andy meninggalkan pekarangan sekolah .
Hari ini , sekolah memulangkan siswanya lebih awal .
Kasus pembunuhan yang dialami oleh Anji dan Andy para anak didik mereka ,
membuat kepala sekolah dan guru – guru tidak bisa tinggal diam . Mereka
memutuskan untuk menggelar rapat untuk membahas tindak lanjut atas kasus yang
menimpa siswa mereka dan bagaimana solusinya , itu semua akan dibicarakan dalam
rapat .
“ Ini tidak bisa dibiarkan . Jika kita tidak cepat
menemukan pelakunya , mungkin semakin banyak korban berjatuhan . Tapi , mengapa
si pembunuh itu mengincar Anji dan Andi ? “ Icha menggaruk kepalanya dengan
jari telunjuknya . Icha coba mencari jawaban dalam pikirannya .
“ Aku juga tidak mengerti . Mungkin si pembunuh
punya dendam pribadi kepada mereka berdua . “ Aldian mengutarakan salah satu
dugaannya mengenai motif dari pembunuhan itu .
“ Apa kau tertarik untuk melakukan penyelidikan
terhadap kasus ini , Dian ? “
“ Entahlah . Ini mungkin akan lebih sulit daripada
menyelesaikan soal – soal IPA . Tapi , kita tidak punya petunjuk apapun . “
“ Kita bisa bekerja sama dengan Fidel untuk
mengungkap kasus ini . “ ujar Icha mantap .
Kelihatannya Aldian tak terlalu merespon baik ide
dari Icha . Mengajak Fidel untuk bekerja sama menuntaskan kasus ini , akan
membuat Fidel semakin benci kepadanya . Pilihan yang sungguh terpaksa ia
lakukan demi membongkar identitas pembunuh sadis itu .
“ Kita lakukan penyelidikan setelah ku-SMS dia dulu
. Ok ? “ Icha mengacungkan ibu jarinya pada Aldian , ia hanya mengangguk pelan
.
Drrtt
drrtt
Suara dering SMS berbunyi dalam kantong bajunya .
Icha buru – buru mengeluarkan Handphonenya , membaca SMS yang masuk. Di kantin
mas Ijan , di tempat itulah mereka sepakat untuk bertemu setelah bel pulang
sekolasudah berbunyi .
“ Fidel , bisa antarkan kami ke sana ? “
“ Bisa . “ tanpa basa - basi Fidel
menyanggupi keinginan mereka . Mereka bertiga langsung menuju tempat parkir
untuk mengambil kendaraan masing – masing . Icha dibonceng oleh Fidel dengan Mio-nya dan Aldian sendiri menaiki
sepedanya .
Suara kayuhan pedal sepeda dan
deruan gas sepeda motor terdengar begitu jelas . Mereka saling berpacu satu
sama lain , tetap tertuju pada dua tujuan pasti yakni perumahan Air Lihas dan
pemakaman umum .
Tujuan pertama mereka adalah
perumahan Air Lihas dan mereka sudah tiba di sana . Mereka menjumpai beberapa
orang polisi sedang melakukan penyisiran tempat di mana Anji ditemukan tewas .
Meskipun ada dua pria bersama dengan Icha , tetapi mereka takut untuk meminta
keterangan perihal penyelidikan yang dilakukan beberapa polisi di sana .
“ Permisi pak , boleh saya bertanya
apa saja petunjuk yang bapak dapatkan ketika melakukan penyisiran di tempat ini
? “ Icha mendatangi para polisi itu setelah salah satu dari mereka tidak mau
menemani dirinya .
“ Ya . Kami menemukan hal yang
menarik dari kasus ini nak . “
“ Hal menarik seperti apa pak ? “ rasa
penasaran Icha s’makin tinggi setelah mendengar keterangan dari salah satu
polisi di sana .
“ Sepertinya pelaku menyusun rencana
lebih awal karena si pelaku sudah mempelajari gerak – gerik dan kebiasaan si
korban . “ ujar pak polisi sambil melihat – lihat isi catatannya .
“ Kami juga tidak menemukan tanda –
tanda pembunuhan dilakukan oleh perampok . Sepeda motor saudara Anji tidak
hilang . Kami curiga pembunuhan dilakukan oleh orang terdekat . “
Fidel merasa agak tersingggung
mendengar penuturan sang polisi , lantas menghampiri sang polisi dan
mempertanyaan maksud perkataannya .
“ Apa maksud bapak mengatakan hal
seperti itu ? “ Fidel menimpal dari belakang Icha .
“ Tapi itu masih hasil penyelidikan
sementara . Kami masih melakukan penyelidikan sejauh ini . Saya ingin undur
diri dari hadapan saudara . Saya permisi . “ Sang polisi berpamitan sambil
memberikan salam hormat .
“ Jadi bagaimana , apa polisi sudah mengetahui
siapa pelakunya ? “ Aldian menyusul dari belakang setelah Fidel .
“ Belum . “ jawab Icha singkat .
Mereka masih belum menyerah sampai
di situ . Masih ada satu tempat lagi – pemakaman umum . Kedua lelaki itu sudah
menaiki kendaraan masing – masing menuju tempat yang mereka maksudkan .
Butuh waktu 15 menit untuk sampai ke
sana . Ketiganya langsung menghampiri para polisi yang sedang menyisir TKP .
Tapi , jawaban yang diberikan oleh pihak kepolisian tetap sama .
“ Teman – teman , sepertinya aku
bisa menyimpulkan bahwa sang pelaku sudah memperkirakan rencananya akan
berjalan sempurna ketika ia mendapatkan informasi jelas tentang si korban
sebelum memulai aksinya . “ pungkas Aldian .
“ Ya aku juga sependapat denganmu .
Kalau kamu Fidel ? “ Icha memalingkan kepalanya ke arah Fidel , namun ia tak
memberikan jawaban . Ia hanya melemparkan pandangan muak ke arah Aldian .
Aldian menunduk lemah seraya memutar lehernya , menghindari pandangan Fidel .
“ Kalau begitu , ayo kita pulang .
Aku butuh istirahat dan menemukan titik terang dari semua petunjuk yang ada . “
Icha meminta tolong Fidel untuk
mengantarnya sampai ke rumah karena mobil yang biasa dibawanya ke sekolah sedang
diperbaiki dan Aldian harus pulang sendirian ke rumah .
Setelah melewati 45 menit mengantar
Icha , akhirnya Fidel sudah setengah jalan menuju rumahnya . Di balik sosoknya
yang terkenal dan berbakat dalam bidang olahraga , ternyata Fidel mempunyai
sisi lain yang mungkin hanya diketahui oleh teman – temannya .
Sudah 3 tahun lamanya , Fidel
berpisah dengan ayahnya . Fidel tinggal bersama dengan ibunya di sebuah rumah cukup
besar yang dibeli ibunya dari hasil uang kerja menjadi seorang pegawai restoran
. Motor yang ia pakai ini adalah pemberian ibunya . Entah karena alasan apa
orang tua Fidel berpisah , membuat Fidel
tertekan dan agak depresi .
Yang terekam jelas dalam ingatannya
adalah ia mempergoki ayahnya sedang memukul dan memaki – maki ibunya . Ayahnya
mengatakan bahwa ibunya tertangkap basah berselingkuh . Fidel yang tak percaya
dengan apa yang dikatakan ayahnya , juga tersulut emosi dan mencoba melawan
ayahnya. Kekuatan fisik Fidel masih berbanding jauh dengan ayahnya . Yang ditinggalkan
ayahnya adalah bekas luka robek di pelipis kanan yang telah dijahit . Luka di
pelipis itu telah sembuh tetapi tidak dengan luka hatinya . Ia sangat membenci
ayahnya sebagaimana dalamnya luka fisik yang sudah ditorehkan ayahnya .
Fidel masih menarik gas sepeda
motornya , tiba - tibamerasakan laju sepeda motornya semakin berat . Merasakan
ada hal yang tidak beres pada sepeda motornya , ia langsung mematikan sepeda
motornya . Fidel sudah turun dari joknya , dengan seksama memeriksa bagian –
bagian sepeda motornya dan dia melihatnya – ban belakangnya bocor . Sial .
Padahal tukang tambal ban masih jauh dari tempat ini . Fidel hanya mendengus
kesal sambil mendorong sepeda motornya mau tak mau .
Baru beberapa meter ia mendorong
sepeda motornya , Daun telinganya menangkap sepecah suara menegurnya .
“ Hei ! Hei ! “
Fidel berhenti sejenak . Ia
mengganjal standar dan mengikuti arah suara itu . Dirinya memasuki wilayah
perkebunan begitu luas dan sarat akan pepohonan kelapa sawit . Tempat ini
mengingatkan dirinya pada sesesorang yang selalu menjadi bulan – bulanannya di
sekolah . Ya , dia kenal baik orang tersebut .
Dirinya semakin jauh memasuki area
perkebunan tersebut . Sebenarnya ia ingin sekali angkat kaki dari tempat itu ,
akan tetapi rasa penasarannya terus mendorongnya agar segera mencari pemilik
suara lagi . Ditambah lagi , ia sepeti tak asing dengan suara itu .
Batang kelapa sawit menjulang tinggi
dan ruas cabang menjulur ke sampingmenghalangi sinar matahari yang masuk ,
membuat suasana di sekitar Fidel begitu sejuk , namun ini tak berarti baginya .
Malah suasana sejuk itu membuat ia semakin was – was seiring degup jantungnya
semakin keras .
“ Kau mencariku ? “ Fidel tersontak
begitu sebuah lengan memiting lehernya erat sambil menempelkan sebilah golok
tajam di lehernya .
Rasa nyeri bagai terbakar mendera
leher Fidel . Erangan tak jelas seperti ceracau tergumam dari mulutnya . Ia
kejang - kejang sambil menggelepar merasakan sakit luar biasa di lehernya
sebelum ia tak bergerak lagi .
Setelah melihat korbannya tak
berdaya , sosok misterius itu menendang tubuh Fidel ke jurang yang berada di
hadapannya , membiarkan tubuhnya berguling – guling . Sesudah mayat Fidel
sampai ke dasar , sosok misterius itu memberikan sesimpul senyuman getir tanda
ia akan berpisah darinya .

No comments:
Post a Comment