Cahyana
baru saja meninggalkan toko butik tempatnya menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Toko butik milik ibunya baru ia kelola selama setahun. Ia memiliki toko yang
cukup besar memuat berbagai jenis pakaian untuk lelaki maupun perempuan.
Kebaya, jas, celana panjang, celana pendek, kemeja, T-shirt, yukensi, model fashion zaman kini, semua terpajang di
sana dan diperlengkapi dengan boneka manekin yang memperagakan pakaian sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
Ia mempunyai dua pegawai perempuan,
satu pegawai laki-laki serta seorang konsultan toko. Cahyana beruntung tokonya
selalu didatangi pelanggan karena ia selalu mengutamakan kenyamanan dan
kepuasan pelanggan jika mereka berbelanja ke tokonya. Tidak lupa dengan
saran-saran dari konsultannya. Kristina, konsultan Cahyana, selalu memberikan
ide-ide cemerlang guna menarik perhatian para pengunjungnya. Salah satu ide
Kristina yang terbukti manjur yakni jika ada pelanggan yang sudah berbelanja ke
tokonya, ia selalu memberikan selebaran berupa item pakaian pilihan terbaik mereka. Cara itu terbukti ampuh
menarik minat pelanggan.
Jika rata-rata pelanggan yang datang
ke tokonya berjumlah 40 orang, maka dengan ide yang digagas Kristina, pelanggan
yang datang ke tokonya bertambah sampai 20 orang. Sungguh pencapaian yang luar
biasa bagi kemajuan toko butik Cahyana.
Di tengah kesibukannya melayani para
pelanggan, Cahyana dikejutkan dengan kedatangan seorang pria berpakaian kemeja
biru dengan celana panjang satin hitam. Ia tampak gagah dengan sisiran rambut
model samping, berjas coklat muda, bersepatu pantofel hitam mengkilat. Entah
mimpi apa Cahyana semalam hingga tokonya bisa didatangi pria berpenampilan
berwibawa seperti ini. Ditambah aroma parfum Axe khas jantan yang membuatnya
semakin tertarik dengan lelaki itu.
“Bapak mencari siapa, ya?” tanya
Cahyana sembari menghampiri lelaki yang sedang berdiri di dalam tokonya.
“Saya mencari ibu Cahyana Rodesiana,
pemilik toko butik A la Siantar Boutique,”
“Ya, sayalah yang bapak cari. Ada
perlu apa bapak mencari saya?”
“Jangan panggil saya bapak. Panggil
nama saja. Nama saya, Robert Antono,” ujarnya seraya mengulurkan tangannya.
Cahyana membalas jabatan tangan
Robert. Jabatan tangannya begitu padat dan kokoh. Itu menandakan bahwa Robert
adalah orang yang cukup percaya diri dan tak ragu dalam menjalankan bisnisnya.
Begitu perkataan yang diingat Cahyana dari konsultannya.
“Baiklah saudara Robert, apa yang
Anda mau cari di toko saya? Barangkali, saya bisa membantu,”
“Hahaha, saya ke sini tidak
bermaksud membeli pakaian yang dipajang di sini, melainkan saya mempunyai
penawaran bisnis yang menguntungkan usaha Anda. Dan sekali lagi, panggil saja
Robert karena saya merasa umur kita sepadan, bukan begitu, Cahyana?”
Ia hanya menangguk pelan menanggapi
pertanyaan Robert. Senyum tipis yang diulas dari bibirnya, membuat Cahyana
terpana. Ia merasa innerbeauty yang
berada dalam diri Robert, berhasil mempengaruhi dirinya sesaat. Namun, begitu
mengingat bahwa dirinya sudah memiliki Adi, suami yang dicintainya, pengaruh
itu lenyap begitu saja dari pikirannya.
“Tunggu sebentar ya, Robert,” tahan Cahyana sebentar. Ia berlari menuju
tempat konsultannya mengawasi para pegawai mereka.
“Kristina,”
“Ya, bu,” sapanya.
“Kamu awasi toko dan karyawan kita,
ya. Saya punya urusan penting dengan tamu di sana,” Cahyana memalingkan
kepalanya sedikit ke arah Robert.
“Baik, bu.” Cahyana kembali lagi ke
tempat Robert.
Kini, dirinya berada di hadapan
lelaki itu. Cahyana bersikap biasa saja sambil menyuruh Robert ikut bersamanya
ke ruang pribadinya.
“Ayo, kita bicarakan hal ini di
ruang pribadi saya,” ajaknya dan Robert mengikutinya dari belakang.
Toko ini berlantai dua. Lantai satu
digunakan untuk memajang seluruh pakaian yang dijualnya. Sementara, lantai dua
digunakan sebagai ruang pribadi Cahyana dan kamar mandi khusus pegawai toko.
Tangga menuju lantai dua berbentuk spiral. Robert tetap terlihat tenang berada
di belakangnya. Cahyana sesekali melirik ke arah lelaki itu.
Tangan Cahyana meraba stop kontak
untuk menyalakan ruangan di sana. Begitu menemukannya, ia langsung menekannya.
Terlihat sebuah plang “Selain Karyawan, Yang Tidak Berkepentingan Dilarang
Masuk” tergantung di depan sebuah kamar. Di sana juga terdapat beberapa loker
tempat para karyawan bisa meletakkan tas bawaan mereka. Tangannya memutar
gagang pintu dan mereka berdua masuk ke dalam.
Di kamar ini, terdapat sebuah lemari
brankas baja dan sebuah meja kerja kantoran. Di atas meja, ada sebuah laptop
dan sebuah modem yang terletak tak jauh dari laptop.
“Silakan duduk,” Robert duduk di
kursi yang telah disediakannya.
”Robert, mau minum apa?” tanya
Cahyana sambil menawarkan sesuatu untuk diminum.
“Saya lebih suka minum air bening.”
Jawabnya seraya tersenyum tipis.
Cahyana mengambil dua gelas kaca
dari rak. Ia mengisi dua gelas kosong itu ke dispenser yang berada tak jauh dai
rak gelas. Gelas kaca kini sudah terisi. Cahyana meletakkan dua gelas air bening di depan Robert dan
tempatnya akan duduk nanti. Cahyana sudah mengambil posisi duduk di hadapan
tamunya. Ia duduk penuh percaya diri lalu mengajukan sebuah pertanyaan mengenai
kedatangannya ke toko miliknya.
“Jadi, apa maksud kedatangan Anda ke toko saya?”
“Saya hanya mengajukan penawaran
menarik untuk kemajuan bisnis toko butik Anda, nyonya Cahyana,”
Cahyana mulai tertarik dengan kata
“penawaran” yang dikatakan Robert dan dirinya kembali bertanya. “Apa penawaran
yang Anda maksud?”
“Saya adalah seorang produser film
yang kebetulan mencari para aktor dan aktris berbakat di kota Siantar ini. Saya
sudah menjaring beberapa pria dan wanita yang bisa digunakan dalam pembuatan
film perdana saya. Di samping itu, saya juga mencari beberapa penata busana dan
penata rias dalam mendukung film yang akan saya buat. Apakah Anda bersedia
menjadi penata busana dalam pembuatan film saya?” tanya Robert yakin.
Dia cukup terkesima mendengar
tawaran yang diajukan oleh Robert. Jika dipikir baik-baik, uang yang dhasilkan
oleh seorang penata busana dalam sebuah film cukup menggiurkan. Namanya akan
semakin populer di kalangan aktris dan aktor. Cahyana juga bisa menggunakan
penawaran ini untuk memasarkan produk-produknya kepada para aktris dan aktor.
Namun, ia tak cepat tergiur dengan penawaran yang diberikan Robert dan memilih
untuk menanyakan apa alasan Robert menjalin kerja sama dengan dirinya.
“Saya cukup tertarik dengan
penawaran yang Anda berikan, tapi, apa yang membuat Anda mau bekerjasama dengan
saya, padahal Anda baru pertama kali berjumpa dengan saya?” Cahyana sedikit
ragu.
“Hey, siapa yang tidak mengenal
kamu? Kamu adalah anak dari Dwi Agatha Christia. Dahulu, dia seorang model dan
aktris yang cukup terkenal. Dan menurut kabar yang beredar, dia memiliki
seorang putri namanya Cahyana Rodesiana. Saya sudah mencari informasi dan
keberadaan kamu dari teman-teman ibumu. Saya beruntung bisa bertemu kamu di
sini dan menemukan bahwa putri dari seorang mantan model dan aktris terkenal
itu, bisa mempunyai toko butik besar di kota ini,”
Cahyana betul-betul tidak menyangka
bahwa ibunya begitu terkenal di kalangan para produser. Ia berdiam diri sejenak
memikirkan jawaban yang pantas untuk menanggapi tawaran Robert.
“Hmm, boleh saya berpikir dulu
sebelum saya menjalin kerjasama dengan Anda?”
“Oh boleh, tapi dalam waktu dua
minggu ini, saya sudah akan memulai casting
film saya. Ini, saya berikan kartu nama saya jika Anda berminat dengan
penawaran saya,”
Dia mengambil kartu nama yang
disodorkan Robert kepadanya. Ia melihat sekilas isi kartu nama itu dan
menyimpannya dalam laci meja kerjanya.
“Kalau begitu, saya undur diri dari
hadapan kamu. Saya punya jadwal briefing
dengan aktris dan aktor saya. Terimakasih.” Robert membalikkan badanya,
melangkah ke depan pintu. Ia memutar kenop lalu menjauh dari ruangan pribadi
Cahyana.
Cahyana merogoh isi tas sandang
mencari kartu nama yang diberikan Robert tadi siang. Ia mengamati secara jeli
informasi yang tertera di sana dan tertulis
Robert Star Studio
Jalan Sriwijaya No. 76 Blok C
Jalan Sriwijaya No.76... Jalan
Sriwijaya No.76..., ulang Cahyana dalam hati. Beberapa menit berpikir, Cahyana
mendadak tersentak. Ia seperti mendapat ilham dari sang Maha Kuasa tentang
keberadaan alamat itu. Setelah ia mengetahuinya, Cahyana lantas menyimpan kartu
nama itu ke dalam tasnya. Begitu melihat sebuah mobil angkot berjarak 50 meter
lagi, Cahyana mengacungkan jari telunjuknya, mengisyaratkan agar mobil segera
berhenti di hadapannya.
Cahyana sudah berada di dalam mobil.
Ia melirik ke arah arloji yang dikenakannya—pukul 20.05. Tak biasanya mobil
angkutan lewat jam segini. Ia berpikir mungkin sang sopir sedang membutuhkan
uang untuk kebutuhan yang mendesak.
“Gang mufakat ya, bang. Ucapnya dari
belakang. Sang sopir hanya mengangguk pelan sambil berfokus pada kemudinya.
Cahyana berencana akan menceritakan
penawaran menggiurkan dari Robert kepada suaminya.

No comments:
Post a Comment