Saturday, 5 March 2016

Absurd : Misteri Tiga Wajah Iblis - 5




Cahyana baru saja meninggalkan toko butik tempatnya menghasilkan pundi-pundi rupiah. Toko butik milik ibunya baru ia kelola selama setahun. Ia memiliki toko yang cukup besar memuat berbagai jenis pakaian untuk lelaki maupun perempuan. Kebaya, jas, celana panjang, celana pendek, kemeja, T-shirt, yukensi, model fashion zaman kini, semua terpajang di sana dan diperlengkapi dengan boneka manekin yang memperagakan pakaian sesuai dengan fungsinya masing-masing.
            Ia mempunyai dua pegawai perempuan, satu pegawai laki-laki serta seorang konsultan toko. Cahyana beruntung tokonya selalu didatangi pelanggan karena ia selalu mengutamakan kenyamanan dan kepuasan pelanggan jika mereka berbelanja ke tokonya. Tidak lupa dengan saran-saran dari konsultannya. Kristina, konsultan Cahyana, selalu memberikan ide-ide cemerlang guna menarik perhatian para pengunjungnya. Salah satu ide Kristina yang terbukti manjur yakni jika ada pelanggan yang sudah berbelanja ke tokonya, ia selalu memberikan selebaran berupa item pakaian pilihan terbaik mereka. Cara itu terbukti ampuh menarik minat pelanggan.
            Jika rata-rata pelanggan yang datang ke tokonya berjumlah 40 orang, maka dengan ide yang digagas Kristina, pelanggan yang datang ke tokonya bertambah sampai 20 orang. Sungguh pencapaian yang luar biasa bagi kemajuan toko butik Cahyana.
            Di tengah kesibukannya melayani para pelanggan, Cahyana dikejutkan dengan kedatangan seorang pria berpakaian kemeja biru dengan celana panjang satin hitam. Ia tampak gagah dengan sisiran rambut model samping, berjas coklat muda, bersepatu pantofel hitam mengkilat. Entah mimpi apa Cahyana semalam hingga tokonya bisa didatangi pria berpenampilan berwibawa seperti ini. Ditambah aroma parfum Axe khas jantan yang membuatnya semakin tertarik dengan lelaki itu.
            “Bapak mencari siapa, ya?” tanya Cahyana sembari menghampiri lelaki yang sedang berdiri di dalam tokonya.
            “Saya mencari ibu Cahyana Rodesiana, pemilik toko butik A la Siantar Boutique,”
            “Ya, sayalah yang bapak cari. Ada perlu apa bapak mencari saya?”
            “Jangan panggil saya bapak. Panggil nama saja. Nama saya, Robert Antono,” ujarnya seraya mengulurkan tangannya.
            Cahyana membalas jabatan tangan Robert. Jabatan tangannya begitu padat dan kokoh. Itu menandakan bahwa Robert adalah orang yang cukup percaya diri dan tak ragu dalam menjalankan bisnisnya. Begitu perkataan yang diingat Cahyana dari konsultannya.
            “Baiklah saudara Robert, apa yang Anda mau cari di toko saya? Barangkali, saya bisa membantu,”
            “Hahaha, saya ke sini tidak bermaksud membeli pakaian yang dipajang di sini, melainkan saya mempunyai penawaran bisnis yang menguntungkan usaha Anda. Dan sekali lagi, panggil saja Robert karena saya merasa umur kita sepadan, bukan begitu, Cahyana?”
            Ia hanya menangguk pelan menanggapi pertanyaan Robert. Senyum tipis yang diulas dari bibirnya, membuat Cahyana terpana. Ia merasa innerbeauty yang berada dalam diri Robert, berhasil mempengaruhi dirinya sesaat. Namun, begitu mengingat bahwa dirinya sudah memiliki Adi, suami yang dicintainya, pengaruh itu lenyap begitu saja dari pikirannya.
              “Tunggu sebentar ya, Robert,” tahan Cahyana sebentar. Ia berlari menuju tempat konsultannya mengawasi para pegawai mereka.
            “Kristina,”
            “Ya, bu,” sapanya.
            “Kamu awasi toko dan karyawan kita, ya. Saya punya urusan penting dengan tamu di sana,” Cahyana memalingkan kepalanya sedikit ke arah Robert.
            “Baik, bu.” Cahyana kembali lagi ke tempat Robert.
            Kini, dirinya berada di hadapan lelaki itu. Cahyana bersikap biasa saja sambil menyuruh Robert ikut bersamanya ke ruang pribadinya.
            “Ayo, kita bicarakan hal ini di ruang pribadi saya,” ajaknya dan Robert mengikutinya dari belakang.
            Toko ini berlantai dua. Lantai satu digunakan untuk memajang seluruh pakaian yang dijualnya. Sementara, lantai dua digunakan sebagai ruang pribadi Cahyana dan kamar mandi khusus pegawai toko. Tangga menuju lantai dua berbentuk spiral. Robert tetap terlihat tenang berada di belakangnya. Cahyana sesekali melirik ke arah lelaki itu.
            Tangan Cahyana meraba stop kontak untuk menyalakan ruangan di sana. Begitu menemukannya, ia langsung menekannya. Terlihat sebuah plang “Selain Karyawan, Yang Tidak Berkepentingan Dilarang Masuk” tergantung di depan sebuah kamar. Di sana juga terdapat beberapa loker tempat para karyawan bisa meletakkan tas bawaan mereka. Tangannya memutar gagang pintu dan mereka berdua masuk ke dalam.
            Di kamar ini, terdapat sebuah lemari brankas baja dan sebuah meja kerja kantoran. Di atas meja, ada sebuah laptop dan sebuah modem yang terletak tak jauh dari laptop.
            “Silakan duduk,” Robert duduk di kursi yang telah disediakannya.
            ”Robert, mau minum apa?” tanya Cahyana sambil menawarkan sesuatu untuk diminum.
            “Saya lebih suka minum air bening.” Jawabnya seraya tersenyum tipis.
            Cahyana mengambil dua gelas kaca dari rak. Ia mengisi dua gelas kosong itu ke dispenser yang berada tak jauh dai rak gelas. Gelas kaca kini sudah terisi. Cahyana meletakkan  dua gelas air bening di depan Robert dan tempatnya akan duduk nanti. Cahyana sudah mengambil posisi duduk di hadapan tamunya. Ia duduk penuh percaya diri lalu mengajukan sebuah pertanyaan mengenai kedatangannya ke toko miliknya.
            “Jadi, apa maksud kedatangan  Anda ke toko saya?”
            “Saya hanya mengajukan penawaran menarik untuk kemajuan bisnis toko butik Anda, nyonya Cahyana,”
            Cahyana mulai tertarik dengan kata “penawaran” yang dikatakan Robert dan dirinya kembali bertanya. “Apa penawaran yang Anda maksud?”
            “Saya adalah seorang produser film yang kebetulan mencari para aktor dan aktris berbakat di kota Siantar ini. Saya sudah menjaring beberapa pria dan wanita yang bisa digunakan dalam pembuatan film perdana saya. Di samping itu, saya juga mencari beberapa penata busana dan penata rias dalam mendukung film yang akan saya buat. Apakah Anda bersedia menjadi penata busana dalam pembuatan film saya?” tanya Robert yakin.
            Dia cukup terkesima mendengar tawaran yang diajukan oleh Robert. Jika dipikir baik-baik, uang yang dhasilkan oleh seorang penata busana dalam sebuah film cukup menggiurkan. Namanya akan semakin populer di kalangan aktris dan aktor. Cahyana juga bisa menggunakan penawaran ini untuk memasarkan produk-produknya kepada para aktris dan aktor. Namun, ia tak cepat tergiur dengan penawaran yang diberikan Robert dan memilih untuk menanyakan apa alasan Robert menjalin kerja sama dengan dirinya.
            “Saya cukup tertarik dengan penawaran yang Anda berikan, tapi, apa yang membuat Anda mau bekerjasama dengan saya, padahal Anda baru pertama kali berjumpa dengan saya?” Cahyana sedikit ragu.
            “Hey, siapa yang tidak mengenal kamu? Kamu adalah anak dari Dwi Agatha Christia. Dahulu, dia seorang model dan aktris yang cukup terkenal. Dan menurut kabar yang beredar, dia memiliki seorang putri namanya Cahyana Rodesiana. Saya sudah mencari informasi dan keberadaan kamu dari teman-teman ibumu. Saya beruntung bisa bertemu kamu di sini dan menemukan bahwa putri dari seorang mantan model dan aktris terkenal itu, bisa mempunyai toko butik besar di kota ini,”
            Cahyana betul-betul tidak menyangka bahwa ibunya begitu terkenal di kalangan para produser. Ia berdiam diri sejenak memikirkan jawaban yang pantas untuk menanggapi tawaran Robert.
            “Hmm, boleh saya berpikir dulu sebelum saya menjalin kerjasama dengan Anda?”
            “Oh boleh, tapi dalam waktu dua minggu ini, saya sudah akan memulai casting film saya. Ini, saya berikan kartu nama saya jika Anda berminat dengan penawaran saya,”
            Dia mengambil kartu nama yang disodorkan Robert kepadanya. Ia melihat sekilas isi kartu nama itu dan menyimpannya dalam laci meja kerjanya.
            “Kalau begitu, saya undur diri dari hadapan kamu. Saya punya jadwal briefing dengan aktris dan aktor saya. Terimakasih.” Robert membalikkan badanya, melangkah ke depan pintu. Ia memutar kenop lalu menjauh dari ruangan pribadi Cahyana.
            Cahyana merogoh isi tas sandang mencari kartu nama yang diberikan Robert tadi siang. Ia mengamati secara jeli informasi yang tertera di sana dan tertulis
            Robert Star Studio
            Jalan Sriwijaya No. 76 Blok C
            Jalan Sriwijaya No.76... Jalan Sriwijaya No.76..., ulang Cahyana dalam hati. Beberapa menit berpikir, Cahyana mendadak tersentak. Ia seperti mendapat ilham dari sang Maha Kuasa tentang keberadaan alamat itu. Setelah ia mengetahuinya, Cahyana lantas menyimpan kartu nama itu ke dalam tasnya. Begitu melihat sebuah mobil angkot berjarak 50 meter lagi, Cahyana mengacungkan jari telunjuknya, mengisyaratkan agar mobil segera berhenti di hadapannya.
            Cahyana sudah berada di dalam mobil. Ia melirik ke arah arloji yang dikenakannya—pukul 20.05. Tak biasanya mobil angkutan lewat jam segini. Ia berpikir mungkin sang sopir sedang membutuhkan uang untuk kebutuhan yang mendesak.
            “Gang mufakat ya, bang. Ucapnya dari belakang. Sang sopir hanya mengangguk pelan sambil berfokus pada kemudinya.
            Cahyana berencana akan menceritakan penawaran menggiurkan dari Robert kepada suaminya.

No comments:

Post a Comment