Tuesday, 21 March 2017

Sang Novelis - 10



Ini Sudah Pukul Satu Dini Hari
            11 Desember 2012
            Urat nadi bola mata merah mencuat. Masih beradu tahan lama menahan pendar cahaya laptop. Jemari kurus itu masih berkutat dengan tuts laptop. Dari tuts yang ditekan, susunan huruf demi huruf  terpampang rapi di lembar kerja Microsoft Word.
            Tanggung. Tinggal dua halaman lagi. Semangat. Semangat, ucap perempuan itu dalam hatinya.
            Seorang wanita paruh baya keluar dari kamar kecil. Sambil mengelus pelan kelopak mata, wanita itu menoleh ke arah jam dinding.
            “Kamu belum tidur, Nak? Ini sudah pukul satu dini hari. Besok kan kamu masuk kuliah,” ujar sang wanita yang berkata ‘Nak’ itu.
            “Iya, sebentar lagi ya, Bu. Tinggal dua halaman lagi,” balas perempuan muda itu.
            Berteriak dalam sumpalan kain itu percuma tapi tetap saja dilakukan oleh Sheila. Meronta-ronta tangannnya dalam ikatan ketat tali tambang. Sementara melepaskan diri dalam kesia-sian, seorang perempuan berambut panjang pirang memegang sebilah pisau dapur berukuran besar. Perempuan tersandera itu melebarkan kelopak matanya. Ia tahu bahaya besar sedang mengintai nyawa.
            “Kamu wanita jalang penjaja kenikmatan sesaat tak pantas hidup di dunia. Pemikiran para lelaki jadi mengacu pada seks sebagai kenikmatan. Bukan sesuatu yang sakral.”
            Perempuan misterius itu juga menyeret sebuah karung di tangan sambil mengeluarkan isi dalam karung.
            Jeritan perempuan itu makin tak karuan. Ia meronta-ronta tak tentu arah begitu mengetahui isi karung itu.
            “Itu kepala lelaki hidung belang yang jadi pelangganmu tadi. Ya kira-kira seperti itulah hal yang akan kulakukan padamu. Tapi bersyukurlah aku masih berbaik hati padamu, teman sesama wanita,” jelas perempuan misterius itu sambil menempelkan sisi tajam pisau di pipi mulus wanita itu.
            Perempuan itu juga menghela napas. Memang melelahkan memfokuskan pikiran 100% pada satu pekerjaan. Ia juga mengelus kelopak mata secara lembut sambil meraih cangkir berkuping.
            “Sangking seriusnya, aku tidak sadar kalau kopi yang kuminum tinggal ampas,” gumam perempuan muda itu sambil menjulurkan lidah menikmati tetes terakhir ampas kopi. Agak pahit tapi manis gula ikut melebur di dalamnya.
            Ia akhirnya menggerakkan leher ke arah jam dinding. Betul yang dikatakan  ibunya. Jarum panjang dan pendek menunjukkan pukul satu lewat lima belas menit dini hari. Dan besok ada jadwal mata kuliah masuk jam sembilan pagi.
            “Ada baiknya aku menuruti kata-kata Ibu. Besok aku juga ada masuk perkuliahan,” ujar perempuan itu sambil menyimpan data ke dalam flashdisk. Kalau soal cangkir, besok ia akan menyimpannya ke dapur.

No comments:

Post a Comment