Folder
Sambil melepaskan jaket yang melekat
di badan, sosok itu memilih menyandarkan badan di sebuah kursi malas.
“Aku yakin pasti dia sedang
menduga-duga siapa yang mengirim amplop itu. Tapi aku beruntung juga. Bagian
administrasi tidak mengenali diriku. Sepertinya, dia memperkerjakan pegawai
baru.” Sosok itu beranjak pergi dari kursi malas. Masih mengenakan sepatu kets,
ia menuju sebuah laptop yang tergeletak di atas meja.
Menunggu layar laptop menampilkan desktop, ia memilih ke dapur sebentar
menyeduh secangkir kopi ditambah dengan susu kental manis.
Sebuah cangkir keramik berisi kopi
susu berada dalam genggaman tangan. Dan tak lama ia akan tiba di depan
laptopnya.
Begitu wallpaper ditampilkan, ia membuka data flashdisk sambil mengarahkan panah tetikus ke folder N.O.V.E.L. Mengarahkan tetikus lagi menuju sebuah file Microsoft Word. Membaca sambil
meresapi deretan kata per kata yang tersusun rapi dan runut di layar laptop.
Memang
tak mudah mengatur rencana ini secara sistematis. Perlu pertimbangan jauh-jauh
hari. Dan pertimbangan keberhasilan dan kegagalan akan rencana ini juga perlu
dipikirkan masak-masak. Tapi aku yakin. Siapa berani mengambil resiko tanpa
harus berpikir terlalu lama dan terlalu banyak pertimbangan, dia akan
memperoleh kemenangan sejati. Karena seorang pemenang sejati tak terlalu
merepotkan risiko.
Korban
pertama adalah JAFAR SANARAK. Dia laki-laki. Tapi bukan asli pribumi. Ia adalah
seorang peranakan India dengan mojang Bandung. Jika dilihat-lihat dia tampan,
berkulit sawo matang. Hidung bangir. Rahang gigi keras dan tegas. Memiliki
lesung pipit. Sebenarnya aku tidak pandai memvisualisasikan bentuk tubuh
seseorang lewat kata-kata. Tapi untungnya dia tampan. Jadi IQ otakku yang
pas-pasan ini bisa mengingatnya.
Tapi dia sungguh menyakiti hatiku.
Dan sebenarnya aku enggak tega membunuh dia. Tapi demi kebencian dan dendam
masa lalu, aku harus membunuhnya. Harus.
Dia selalu mengejekku dengan sebutan
‘penunggu perpustakaan’. Walaupun, aku mengatakan kalau keperluanku ke
perpustakaan demi melakukan riset atas novel perdanaku dulu, dia makin rajin
mengejekku.
Susah
payah sih aku mengorek informasi dari teman-teman satu angkatanku mengenai
dirinya setelah wisuda. Aku berhasil mendapatkan alamat. Benar-benar
keberuntunganku.
Ternyata alamat rumahnya berada di
sekitar kota Bandung. Tepatnya di Cirebon. Di sebuah rumah kontrakan, pemukiman
yang cukup sepi. Yes, inilah yang kutunggu-tunggu.
Aku bersembunyi di balik dinding
luar rumah kontrakannya. Kulihat dia pulang dalam wajah letih. Menurut
informasi dari teman-teman, dia bekerja sebagai guru les sekaligus guru honor
bidang studi Bahasa Inggris di sebuah SMA Negeri. Yang kuketahui juga dia
orangnya cukup awas, bagaimanapun keadaannya. Tapi kuamati dia pulang sekitar
pukul setengah enam sore.
Aku sudah mempersiapkan sebuah
rantai besi sebagai alat memampuskan si JAFAR yang brengsek itu. Dan, sebilah
pisau ukuran sedang untuk jaga-jaga.
Tapi hal yang paling kutunggu saat
ia merenggang nyawa terlilit rantai besi di lehernya. Ekspresi kesakitan dan
sesak luar biasa. Aku yakin, asupan oksigen di paru-parunya hampir menipis
membuat wajahnya membiru luar biasa. Mungkin dalam hatinya ia berkata ‘Aku
harus bertahan. Aku harus bertahan!’
Percuma! Sebentar lagi kau akan
mati, lelaki tampan!
Tapi dia berhasil melukaiku dengan
garpu. Cukup sakit tapi ada kekuatan misterius yang entah dari mana bisa
membuatku bertahan. Dan aku mampu mencabut nyawanya. Mission completed.
Sebelum aku pergi, aku menancapkan
garpu itu di matanya. Augh! Cukup sadis, bukan?
Usai
membaca file yang berada di laptop,
sosok itu memilih menutup file lalu
diikuti dengan turn off laptop.
“Target pertama sudah beres.” Sosok itu
menarik sesuatu dari di dalam laci. Terlihat empat lembar foto dengan ukuran
kertas A3. Salah satu dari foto itu disilang dengan spidol merah lalu ia
melengketkan foto itu di dinding.
“Target kedua, seorang perempuan.
Cantik sih tapi suka ngomongin orang
lagi. Aku yakin itu mulut enggak
pernah disekolahkan. Tapi enggak apa-apa.
Sebentar lagi dia akan... mati,” tutup sosok itu sambil menyimpan foto yang
tersisa dalam laci.
No comments:
Post a Comment