Thursday, 20 April 2017

Sang Novelis - 16



Tekad atau Ambisi?
            3 Januari 2013
            Sejak mengobrol panjang lebar dengan sang penulis via Facebook, perempuan itu bertekad menyelesaikan naskah yang sempat tertunda. Setiap malam tak pernah absen suara jemari beradu dengan tuts laptop. Pertama kali, ia selalu menargetkan jumlah halaman yang akan diketik. Paling banyak empat halaman setiap hari. Meskipun ada tugas kuliah, ia lebih mengutamakan ketikan naskah daripada tugas kuliah.
            AKBP Jon Haris sedang melakukan penyergapan di markas sang pembunuh berantai bersama dengan dua anggotanya. Ia mengacungkan pistol di sebelah kanan sambil mengendap pelan-pelan. Aura kesunyian bercampur kematian terasa menyesakkan di dada mereka. Bau anyir dan busuk dari darah mengering menusuk penciuman.
            “Kalian harus berhati-hati. Dia bisa bersembunyi di mana saja. Ini wilayahnya,” instruksi AKBP Jon Haris.
            Sebuah gudang logistik yang sudah terbengkalai hampir sembilan tahun sudah tentu menjadi sarang kejahatan apalagi gudang itu cocok sebagai tempat eksekusi para pembunuh atau pemerkosa. Salah satu anggota AKBP Jon Haris, Briptu Ian Sumandi mengamati sebauh lemari kayu teronggok lapuk. Bercat cokelat memiliki dua pintu.
            “Lapor komandan, ada sebuah lemari di bagian belakang gudang.”
            “Tahan di sana. Tunggu aba-aba dari saya. Jangan menyentuh lemari sebelum saya tiba di sana,”tutup AKBP Jon Haris.
            AKBP Jon Haris memang sedang berada di bagian depan gedung. Ketika ada laporan dari anak buahnya lewat radio, ia segera menyusul anak buahnya.
            AKBP Jon Haris sudah bersama dengan anak buahnya. Berdiri di hadapan lemari itu.
            “Ini lemari yang kalian maksud?”tanya sang AKBP. Lemari itu berada di bagian sudut terdepan sebelah kiri gudang belakang.
            “Ya Komandan. Tadi kami berdua sempat menggoyangkan sedikit lemari ini. Kami menduga ada sesuatu mencurigakan tersimpan di lemari ini,” jelas Briptu Ian Sumandi diikuti anggukan teman di sebelahnya.
            Mendengar penjelasan dari anak buahnya, AKBP Jon Haris penasaran dengan apa yang ada di dalam lemari itu. Dengan kunci yang masih tertancap di pintu kayu, sang polisi mencoba memutarnya walau agak kesulitan.
            Kelihatannya lemari sudah bisa dibuka. Dengan menyimpan rasa degdegan di dada, tangan AKBP Jon Haris sigap memegang gagang lemari kayu itu.
             Mereka bertiga menghela napas lega. Tidak ada sesuatu mengcurigakan di dalam lemari. Yang ada malah berkas-berkas warga penerima kartu raskin pada tahun 2010 dan berkas-berkas penting lainnya. Tapi kecurigaan AKBP Jon Haris belum usai. Dengan posisi lemari menutupi sudut ruangan dan bau anyir di sekitar lemari, mengharuskan AKBP Jon Haris menyuruh kedua anggotanya mengangkat lemari.
            Begitu lemari dijauhkan, ketiga lelaki itu sempat terperanjat melihat tubuh manusia tanpa kepala. Bagian leher putus sudah membusuk dihinggapi lalat. Belatung putih menggeliat geli.
            Ketikan pada lembar kerja Microsoft Word telah sampai di halaman keempat. Ini masih setengah jalan dari keseluruhan bab yang telah ditentukan. Pernah suatu waktu ia mengeluh apakah yang dilakukannya ini akan berujung percuma. Tapi ia selalu mengatakan pada dirinya sendiri jikalau orang yang menghargai proses akan menuai keberhasilan. Dan tak mungkin gagal. Tak mungkin.
            Setelah semua bab sudah selesai dia kerjakan, ia akan menjumpai penulis novel Last Holiday, menilai hasil naskah yang sudah selesai dikerjakan. Sebenarnya, bisa saja perempuan itu membuat blog terlebih dahulu lalu memajang naskah novel yang telah ditulisnya di sana. Kemudian meminta sang penulis agar memberikan saran dan kritik via blog tapi perempuan itu tidak mau. Ia lebih suka apabila bertatap mata secara langsung dengan penulis idola. Segala cara akan dilakukan demi bertemu dengan penulis idola perempuan itu.     

No comments:

Post a Comment