Akhir
Petualangan Fiolani
Ervano dan sang supir pribadi tiba bersamaan dengan tiga
mobil polisi yang membunyikan sirine pemecah kesunyian malam. Ervano melihat
kerumuman manusia memadati pagar rumah. Ia dan para polisi membelah kerumunan
manusia hingga mereka sudah berada di barisan depan. Para polisi sudah bersiaga
dengan pistol di tangan mereka.
“Saudara Fiolani rumah ini sudah kami kepung. Kami
memperingatkan Anda untuk tidak berbuat nekat pada para sandera,” instruksi
salah satu polisi dengan loud speaker.
“Saya tidak akan berbuat macam-macam pada para sandera.
Saya hanya menginginkan Ervano Hansloffa masuk ke dalam pekarangan ini,” balas
Fiolana dengan suara lantang.
“Kami tidak bisa membiarkan saudara Ervano ke sana. Kau
harus menjamin saudara Ervano masuk dalam keadaan selamat. Dan jika sampai
saudara Er—“
“Biar saya masuk, Pak Polisi,” sela Ervano sampai menarik
sebuah kunci dari dalam saku jaketnya. Ia melangkah penuh keyakinan sementara
ia tak tahu apa yang direncanakan Fiolani kepada dirinya.
“Sudah kukira kau akan datang terlambat ke sini. Tapi aku
punya dua pilihan untukmu.” Fiolani mengeluarkan sepucuk pistol dari dalam saku
celana lalu disodorkan pada Ervano.
“Apa maksudmu?” tanya Ervano yang tak mengerti.
“Kau atau para polisi bisa saja menembak kepala, dada
atau perutku menggunakan pistol tapi lihat bagian kakiku. Dua kursi ini terikat
tali dan aku bisa saja menariknya menggunakan kaki begitu kau atau salah satu
polisi menembakku. Atau, kau memilih bunuh diri dan aku akan membebaskan istri
dan anakmu. Semua pilihan berada di tanganmu,” urai Fiolani panjang lebar
sambil menoreh senyum licik.
Ervano masih tertegun dengan perkataan Fiolani. Ia
benar-benar tidak boleh salah pilih. Dan harus berpikir cepat. Ia memandang
sebentar pistol di tangannya. Tanpa diduga Ervano mengarahkan pistol itu tepat
di kening Fiolani.
“Ayo tunggu apa lagi? Cepat ledakkan kepalaku,” suruh
Fiolani tanpa rasa takut dan ragu.
Diam-diam Ervano menyiapkan ancang-ancang kaki. Ia sudah
bersiap mengarahkan tendangan tiba-tiba ke arah Fiolani yang terlihat lengah.
“Maafkan aku, Fiolani.” Ervano mendaratkan tendangan kaki
luar, tepat mengenai perut Fiolani. Wanita itu terpelanting seraya menjerit
kesakitan. Tapi Ervano tak menduga kalau kursi pijakan kaki istri dan putrinya
ikut terlempar.
“Liane! Ria! Bertahanlah!” Terlihat Liane dan Ria
megap-megap saat tali tambang itu mulai menghambat udara masuk ke paru-paru
mereka. Melihat keadaan gawat ini, Ervano langsung menghampiri Fiolani sambil
merogoh isi kantong. Menemukan pisau yang berguna memotong tali.
“Tidak perlu tergesa-gesa, Ervano. Lihat di belakangmu,”
ujar Fiolani seraya Ervano menoleh ke belakang.
Ternyata beberapa warga sekitar sudah memasuki pekarangan
rumah Ervano. Mereka berhasil menyelematkan nyawa Liane dan Ria dari ancaman
kematian. Meskipun selamat, wajah mereka telihat pucat pasi. Masih kesulitan
mengatur irama pernapasan.
“Tolong bawa anak dan istri saya ke rumah sakit,” pinta
Ervano pada para warga di sana.
Ada seorang polisi juga ikut masuk ke dalam pekarangan
rumah dan kini tengah menggiring seorang perempuan yang sedang diborgol menuju
mobil polisi untuk diproses lebih lanjut.
“Percayalah, Ervano. Ini masih bagian dari plot twist,” ucap Fiolani di hadapan
Ervano. Polisi terus menyuruhnya berjalan menuju mobil polisi. Ervano menatap
penuh tanda tanya dalam pikiran. Tapi yang terpenting, ia harus pergi ke rumah
sakit, memastikan kondisi anak dan istrinya.
***
28 Maret 2016
Tak sampai dua hari Liane dan Ria berada di rumah sakit.
Kondisi keduanya sudah membaik dan diperbolehkan pulang oleh dokter. Bersama
dengan supir pribadi, Ervano membawa istri dan putrinya ke rumah.
Keluarga kecil Ervano menikmati sarapan pagi yang
disediakan Liane. Telur dadar dan ikan asin ditambah dengan sepiring nasi
hangat. Ria, putri Ervano sedang bermain bersama dengan teman-teman sepermainan
di halaman rumah.
“Bagaimana dengan renovasi percetakanmu? Sudah selesai?”
tanya Ervano sambil menelan kunyahan nasi.
“Renovasi percetakan sudah selesai tiga hari sesudah
peristiwa kebakaran itu. Dan sudah beroperasi seperti biasa. Oh ya, bagaimana
dengan gedung kursusmu? Apakah sudah selesai juga direnovasi?” jawab Liane
dengan mengajukan pertanyaan yang sama.
“Mungkin dua hari lagi, gedung sudah selesai direnovasi.
Dan mengenai ide novel terbaruku, aku harus mencari manajer baru lagi. Tentunya
aku harus hati-hati dan jeli kalau perlu menanyakan bagaimana kehidupan
pribadinya.”
Liane tersenyum kecil. “Sekarang kau jadi orang yang
selektif?”
“Ya aku harus belajar dari kesalahan. Dan jangan sampai
ada Agatha Fiolani yang kedua.”
Sambil menikmati sarapan, kedua bola mata mereka memperhatikan
siaran TV yang menampilkan sekilas berita.
Agatha Fiolani,
pelaku penyanderaan istri dan anak Ervano Hansloffa, ditemukan meninggal dunia.
Pelaku ditemukan dalam sel tahanan dengan kondisi mulut berbuih putih dan otot
tubuh menegang. Dugaan sementara, Agatha Fiolani meninggal karena bunuh diri.
Pelaku sudah dibawa ke rumah sakit umum guna uji autopsi.
Saya Prida Claurita dari Indosuara
melaporkan.
Selesai.
No comments:
Post a Comment