Sunday, 2 July 2017

Sang Novelis - 29



Dendam Ini Harus Terbalaskan
            Sang ibu melangkah gesa di koridor rumah sakit sambil menangis sedu. Wanita paruh baya itu menemukan ruangan IGD, tempat putranya menjalani masa kritis. Begitu mereka berdua menemukan ruangan itu, saat itu juga seorang dokter keluar dengan wajah tertekuk.
            “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” tanya sang ibu dengan suara serak.
            Sang dokter membisu sesaat. Dia menatap kasihan pada wanita paruh baya itu.
            “Benturan keras di bagian kepala mengakibatkan pendarahan hebat di otak. Patahan tulang rusuk juga mengenai paru-parunya. Kami minta maaf sebelumnya. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa anak Ibu tapi Tuhan berkehendak lain,” jelas sang dokter.
            Tangisan sang ibu makin kencang. Dia memaki-maki dokter yang berada di hadapannya. Sementara sang anak berusaha menenangkan sang ibu yang mulai histeris. Tak mampu menerima kenyataan bahwa putra kesayangan sudah berpulang ke akhirat, tubuh sang ibu mendadak roboh.Hampir menubruk lantai tapi sang putri yang di sampingnya sigap menahan tubuh sang ibu.
***
            Gema suara sirine ambulan mengantarkan jenazah sang anak laki-laki menuju tempat persemayaman terakhir. Tapi sebelum dikembalikan ke tanah, jenazah dipulangkan dulu ke rumah agar para saudara atau kerabat terdekat bisa mengucapkan perpisahan terakhir. Sang ibu yang merasa terluka terlalu dalam, terus saja menangis meskipun tanpa suara keluar dari bibirnya. Tatap mata hampa menatap jenazah sang putra yang mendingin dan mengeras karena formalin.
            Tapi tak terlihat sang putri berada di samping sang ibunda. Sekedar menghibur atau menemani sang ibunda. Ia berada di halaman belakang tanpa ditemani siapapun. Bukan merenung akibat kepergian sang kakak, dia juga melebarkan senyum sambil tertawa tertahan.
            Satu kutu kecil telah berhasil kusingkirkan. Selanjutnya penulis sombong itu harus merasakan akibatnya karena telah menghancurkan cita-citaku, ucap perempuan muda itu dalam hati.
            “Apa yang kamu lakukan di sana, Dik? Seharusnya kau menemani ibumu di sana,” tanya salah satu saudara perempuan dari sang ibu.
            “Ya Tante, aku akan segera ke sana,” balas perempuan itu sambil mengembalikan wajah yang penuh senyum menjadi penuh haru duka.
***
            Sebulan telah berlalu sejenak meninggalnya sang kakak. Sementara itu, sang ibu dalam kondisi lemah sedang dirawat oleh saudara perempuan dari sang ibu. Anak perempuan dari sang ibu sedang mengutak-atik nomor yang ada di Smartphone-nya. Begitu mendapatkan nomor itu, ia langsung menekan tombol hijau.
            “Halo dengan siapa ini?”
            “Kakak lupa dengan suara ini?” tanya perempuan muda itu.
            “Oh saya ingat. Ada perlu apa, Dik?”
            “Bantu aku membuat E-KTP palsu. Akan kubayar seberapa yang kaumau,” jawab perempuan muda itu, terus terang. 
***
            11 Januari 2016
            Selain bekerja menjadi manajer di bidang kepenulisan, Christia juga aktif dalam komunitas Baca Buku. Komunitas yang berpusat di Jakarta Tengah itu beranggotakan 100 orang lebih termasuk dirinya sebagai penggagas komunitas itu.
            Wanita berambut sebahu itu menoleh arloji yang melingkar di lengan. Waktu menunjukkan pukul 22.00. Ia baru saja selesai mengadakan rapat dengan para pengurus komunitas Baca Buku. Dalam rapat itu mengagendakan program penyumbangan buku fiksi maupun non fiksi untuk para anak jalananputus sekolah dan rencananya mereka akan membuat proposal pada pemerintah setempat demi keberlangsungan rencana program ini.
            Tapi pulang sendirian bukan hal bagus untuk perempuan seperti Christia. Saat ini keamanan Jakarta Tengah sedang beredar rumor perampokan serta pemerkosaan wanita yang bepergian sendirian. Hal itu menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran bagi diri Christia yang sudah menunggu jemputan pacarnya yang telat setengah jam.
            Aduh lama benar, si Jef. Kalau aku sampai kenapa-napa, aku akan batalkan pertunanganku dengannya, umpat batin Christia. Wanita itu tidak mengetahui kalau ada seseorang menunggu dari kejauhan menggunakan mobil Ertiga. Ia memarkirkan mobil berjarak 100 meter dari tempat Christia berdiri.
            “Kau milikku wanita jalang,” ucap sosok berjaket merah itu sambil mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya.
            Ia menekan tuas pintu lalu mengendap-endap mendekati sang mangsa. Christia yang tak sadar sedang diincarkan tak mengetahui kalau sosok misterius itu tinggal sedikit lagi mendapatkan Christia. Sosok misterius itu muncul dari balik kios kecil lalu membekap mulut Christia.
            “Hmmp, hmmp, uhhmm!” jerit Christia tertahan. Tak butuh perlawanan lama, sengat alkohol memunculkan pening-pening di kepala. Christia tak sadarkan diri.
            “Aku datang untukmu, manajer sombong!” kata sosok misterius itu, kejam. Suasana di sekitar mereka benar-benar sepi. Cuma ada satu motor atau mobil lalu lalang di sana. Lampu jalan berpendar remang. Tubuh Christia lumayan berat. Sosok itu harus memajukan mobil ke tempat perempuan anggun itu tergeletak.
***
            Keesokan hari sang penulis dikagetkan dengan berita hilangnya Christia. Ia mengetahui hal itu karena orang tua Christia menghubungi dirinya. Christia tidak pulang ke rumah hingga pukul 11.00 siang. Orang tua Christia tidak bisa menghubungi putri mereka. Sang penulis merasa khawatir dengan manajernya, berusaha menghubungi kepolisian guna mencari keberadaan sang manajer.
            Dengan hilangnya Christia membuat sang penulis menjadi kerepotan. Padahal dalam waktu dua bulan, dia harus menyusun para pembicara dalam acara lauching novel kesembilan bersama sang manajer. Belum lagi menemukan Event Organizer yang cocok serta konsep acara launching novelnya.
            Sang penulis memijit pelan kepala yang mulai berdenyut panas. Ia bingung pada siapa dia akan merundingkan hal-hal serba mendesak ini. Dia memilih melipatkan kedua tangan lalu meletakkan kepala di atasnya. Beberapa saat ia tenggelam dalam lamunan, laki-laki itu dikagetkan dengan suara bel elektronik berbunyi di ruang tamu.
            Siapa yang bertamu siang-siang begini? umpat batin lelaki itu. Lelaki itu beranjak dari meja kerja menuju ruang tamu. Ia melangkah dengan berat hati menuju pintu ruang tamu.
            “Anda di sini mencari siapa ya?” tanya lelaki itu setelah membuka pintu ruang tamu. Di hadapannya saat ini, seorang wanita blazer hitam sedang berdiri mengenakan kemeja formal putih dan rok hitam di atas lutut, membuat tatapan lelaki itu semenit tak lepas darinya.
            “Apakah ini kediaman Pak Ervano Hansloffa, penulis novel best seller itu?” tanya wanita itu.
            “Ya betul ini memang rumah saya. Kalau boleh tahu, Anda siapa?”
            “Perkenalkan. Saya Egath Violana. Saya bukan bermaksud sok tahu tapi saya yakin Anda pasti membutuhkan bantuan manajer untuk acara launching novel kesembilan. Dan Saya punya kapasitas untuk itu,” terang wanita itu sambil memberikan berkas yang sedari tadi dipangku di tangannya.
            Bagaimana dia bisa mengetahui hal ini? tanya hati Ervano sambil menerima berkas yang sudah disodorkan wanita itu.

No comments:

Post a Comment