Dendam
Ini Harus Terbalaskan
Sang ibu melangkah gesa di koridor rumah sakit sambil
menangis sedu. Wanita paruh baya itu menemukan ruangan IGD, tempat putranya
menjalani masa kritis. Begitu mereka berdua menemukan ruangan itu, saat itu
juga seorang dokter keluar dengan wajah tertekuk.
“Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” tanya sang ibu dengan
suara serak.
Sang dokter membisu sesaat. Dia menatap kasihan pada
wanita paruh baya itu.
“Benturan keras di bagian kepala mengakibatkan pendarahan
hebat di otak. Patahan tulang rusuk juga mengenai paru-parunya. Kami minta maaf
sebelumnya. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa anak Ibu
tapi Tuhan berkehendak lain,” jelas sang dokter.
Tangisan sang ibu makin kencang. Dia memaki-maki dokter
yang berada di hadapannya. Sementara sang anak berusaha menenangkan sang ibu
yang mulai histeris. Tak mampu menerima kenyataan bahwa putra kesayangan sudah
berpulang ke akhirat, tubuh sang ibu mendadak roboh.Hampir menubruk lantai tapi
sang putri yang di sampingnya sigap menahan tubuh sang ibu.
***
Gema suara sirine ambulan mengantarkan jenazah sang anak
laki-laki menuju tempat persemayaman terakhir. Tapi sebelum dikembalikan ke
tanah, jenazah dipulangkan dulu ke rumah agar para saudara atau kerabat
terdekat bisa mengucapkan perpisahan terakhir. Sang ibu yang merasa terluka
terlalu dalam, terus saja menangis meskipun tanpa suara keluar dari bibirnya.
Tatap mata hampa menatap jenazah sang putra yang mendingin dan mengeras karena
formalin.
Tapi tak terlihat sang putri berada di samping sang
ibunda. Sekedar menghibur atau menemani sang ibunda. Ia berada di halaman
belakang tanpa ditemani siapapun. Bukan merenung akibat kepergian sang kakak,
dia juga melebarkan senyum sambil tertawa tertahan.
Satu kutu kecil
telah berhasil kusingkirkan. Selanjutnya penulis sombong itu harus merasakan
akibatnya karena telah menghancurkan cita-citaku, ucap perempuan muda itu
dalam hati.
“Apa yang kamu lakukan di sana, Dik? Seharusnya kau
menemani ibumu di sana,” tanya salah satu saudara perempuan dari sang ibu.
“Ya Tante, aku akan segera ke sana,” balas perempuan itu
sambil mengembalikan wajah yang penuh senyum menjadi penuh haru duka.
***
Sebulan telah berlalu sejenak meninggalnya sang kakak.
Sementara itu, sang ibu dalam kondisi lemah sedang dirawat oleh saudara perempuan
dari sang ibu. Anak perempuan dari sang ibu sedang mengutak-atik nomor yang ada
di Smartphone-nya. Begitu mendapatkan nomor itu, ia langsung menekan tombol
hijau.
“Halo dengan siapa ini?”
“Kakak lupa dengan suara ini?” tanya perempuan muda itu.
“Oh saya ingat. Ada perlu apa, Dik?”
“Bantu aku membuat E-KTP palsu. Akan kubayar seberapa
yang kaumau,” jawab perempuan muda itu, terus terang.
***
11 Januari 2016
Selain bekerja menjadi manajer di bidang kepenulisan,
Christia juga aktif dalam komunitas Baca Buku. Komunitas yang berpusat di
Jakarta Tengah itu beranggotakan 100 orang lebih termasuk dirinya sebagai
penggagas komunitas itu.
Wanita berambut sebahu itu menoleh arloji yang melingkar
di lengan. Waktu menunjukkan pukul 22.00. Ia baru saja selesai mengadakan rapat
dengan para pengurus komunitas Baca Buku. Dalam rapat itu mengagendakan program
penyumbangan buku fiksi maupun non fiksi untuk para anak jalananputus sekolah
dan rencananya mereka akan membuat proposal pada pemerintah setempat demi
keberlangsungan rencana program ini.
Tapi pulang sendirian bukan hal bagus untuk perempuan
seperti Christia. Saat ini keamanan Jakarta Tengah sedang beredar rumor perampokan
serta pemerkosaan wanita yang bepergian sendirian. Hal itu menimbulkan
kegelisahan dan kekhawatiran bagi diri Christia yang sudah menunggu jemputan
pacarnya yang telat setengah jam.
Aduh lama benar, si
Jef. Kalau aku sampai kenapa-napa, aku akan batalkan pertunanganku dengannya,
umpat batin Christia. Wanita itu tidak mengetahui kalau ada seseorang menunggu
dari kejauhan menggunakan mobil Ertiga. Ia memarkirkan mobil berjarak 100 meter
dari tempat Christia berdiri.
“Kau milikku wanita jalang,” ucap sosok berjaket merah
itu sambil mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya.
Ia menekan tuas pintu lalu mengendap-endap mendekati sang
mangsa. Christia yang tak sadar sedang diincarkan tak mengetahui kalau sosok
misterius itu tinggal sedikit lagi mendapatkan Christia. Sosok misterius itu
muncul dari balik kios kecil lalu membekap mulut Christia.
“Hmmp, hmmp, uhhmm!” jerit Christia tertahan. Tak butuh
perlawanan lama, sengat alkohol memunculkan pening-pening di kepala. Christia
tak sadarkan diri.
“Aku datang untukmu, manajer sombong!” kata sosok
misterius itu, kejam. Suasana di sekitar mereka benar-benar sepi. Cuma ada satu
motor atau mobil lalu lalang di sana. Lampu jalan berpendar remang. Tubuh
Christia lumayan berat. Sosok itu harus memajukan mobil ke tempat perempuan
anggun itu tergeletak.
***
Keesokan hari sang penulis dikagetkan dengan berita
hilangnya Christia. Ia mengetahui hal itu karena orang tua Christia menghubungi
dirinya. Christia tidak pulang ke rumah hingga pukul 11.00 siang. Orang tua
Christia tidak bisa menghubungi putri mereka. Sang penulis merasa khawatir
dengan manajernya, berusaha menghubungi kepolisian guna mencari keberadaan sang
manajer.
Dengan hilangnya Christia membuat sang penulis menjadi
kerepotan. Padahal dalam waktu dua bulan, dia harus menyusun para pembicara
dalam acara lauching novel kesembilan
bersama sang manajer. Belum lagi menemukan Event Organizer yang cocok serta
konsep acara launching novelnya.
Sang penulis memijit pelan kepala yang mulai berdenyut
panas. Ia bingung pada siapa dia akan merundingkan hal-hal serba mendesak ini.
Dia memilih melipatkan kedua tangan lalu meletakkan kepala di atasnya. Beberapa
saat ia tenggelam dalam lamunan, laki-laki itu dikagetkan dengan suara bel
elektronik berbunyi di ruang tamu.
Siapa yang bertamu
siang-siang begini? umpat batin lelaki itu. Lelaki itu beranjak dari meja
kerja menuju ruang tamu. Ia melangkah dengan berat hati menuju pintu ruang
tamu.
“Anda di sini mencari siapa ya?” tanya lelaki itu setelah
membuka pintu ruang tamu. Di hadapannya saat ini, seorang wanita blazer hitam
sedang berdiri mengenakan kemeja formal putih dan rok hitam di atas lutut,
membuat tatapan lelaki itu semenit tak lepas darinya.
“Apakah ini kediaman Pak Ervano Hansloffa, penulis novel best seller itu?” tanya wanita itu.
“Ya betul ini memang rumah saya. Kalau boleh tahu, Anda
siapa?”
“Perkenalkan. Saya Egath Violana. Saya bukan bermaksud
sok tahu tapi saya yakin Anda pasti membutuhkan bantuan manajer untuk acara launching novel kesembilan. Dan Saya
punya kapasitas untuk itu,” terang wanita itu sambil memberikan berkas yang
sedari tadi dipangku di tangannya.
Bagaimana dia bisa
mengetahui hal ini? tanya hati Ervano sambil menerima berkas yang sudah
disodorkan wanita itu.
No comments:
Post a Comment