Penantian
Yang Belum Terjawab
8 Maret 2013
Sudah dua minggu perempuan itu berlibur di rumah
pamannya. Sambil berlibur, perempuan itu juga menunggu hasil evaluasi berupa
kritik dan saran naskah novelnya. Menunggu dengan kecemasan apabila nanti sang
penulis merespons negatif dan lebih banyak kritik. Menunggu dengan kebanggaan
apabila sang penulis merespons positif dan ditambah dengan pujian.
Ini sudah memasuki
awal bulan Marettapi mengapa penulis itu tidak kunjung memberi kabar? tanya
batin perempuan itu.
***
Lelaki berambut cepak itu mengurut-urut kening yang mulai
panas. Ia berunding dengan pikirannya sendiri perihal pesanan naskah novel yang
diterima dari beberapa penerbit yang melirik kesuksesan novel pertamanya.
“Christia, menurut kamu mau pesanan naskah novel dari
penerbit mana yang harus kuprioritaskan?” ujar lelaki itu.
“Itu tergantung deadline
yang diberikan penerbit dan tingkat kesulitan penulisan novel. Memang ada berapa
penerbit yang ingin mengorder naskah novel padamu?” tanya Christia.
“Ada sekitar tiga penerbit yang ingin mengorder naskah
novel dariku. Yang pertama, penerbit Kumpul Pena. Penerbit ini mengorder naskah
novel beraliran horor psikologi, tenggat waktu empat bulan. Yang kedua,
penerbit Tinta Aksara. Penerbit ini mengorder naskah novel aliran adult romance, tenggat waktu tiga bulan.
Dan terakhir, penerbit Dunia Kertas mengorder naskah novel beraliran drama
kehidupan, tenggat waktu tiga bulan juga,” terang lelaki itu sambil
memutar-mutar pena yang sedari tadi dipegangnya.
“Tidak ada bonus yang dijanjikan dari tiga penerbit itu?”
“Masing-masing penerbit sudah menerakan bonus dalam MoU
diperlihatkan padaku sebelum aku memberikan tandatangan persetujuan. Untungnya
para penerbit itu mau memberikan kesempatan untuk berpikir. Bonus yang
ditawarkan sekitar 3-5% ditambah dengan royalti normal. Tapi, bonus itu akan
diberikan pada semester kedua. Menurutmu, naskah novel mana yang harus kuterima
jika melihat kemampuankudalam menulis?”
Christia memilih menyesap teh manis panas di genggaman
tangan kanan sambil berpikir. “Alangkah lebih baik kalau kamu mengambil order
naskah novel drama kehidupan. Kenapa begitu? Ketika saya melakukan observasi
pasar melalui toko-toku buku yang berada di Jabodetabek, saat ini novel
beraliran drama kehidupan sedang dicari pasar. Drama kehidupan tidak terlalu
memerlukan banyak riset. Dan lagi drama kehidupan bisa diambil dari berbagai
aspek seperti keluarga, sekolah, lingkungan domisili, adat istiadat, dan masih
banyak lagi,” anjur perempuan berkepang rambut kuda itu.
“Mungkin ada benarnya juga yang kau katakan, Christia.
Tapi drama kehidupan sepertinya bukan aliran saya,” sanggah laki-laki, halus.
“Tidak ada salahnya untuk mencoba ‘kan? Anggap saja ini
sebagai tantangan. Dan soal order naskah novel dari penerbit lain, mungkin kau
bisa memilih satu lagi order naskah novel yang lain setelah naskah novel drama
kehidupan sudah selesai. Bagaimana?”
“Entahlah, Christia. Kurasa aku perlu waktu berpikir
lebih banyak, mempertimbangkan tawaran dan usulmu itu. Dan aku juga ingat soal
naskah novel yang diberikan anak itu harus secepatnya kubaca,” ungkap sang
penulis.
Christia mengembus napas lelah melihat sang penulis pasrah
dan tak mau mendengar sarannya. Ketika keduanya terdiam lama, nada handphone menginterupsi keheningan yang
mereka ciptakan.
“Biar saya saja yang mengangkat.” Lelaki itu kembali
duduk ketika dia dan sang manajer sama-sama berdiri mengangkat handphone yang
berada di meja kerja.
“Halo, selamat siang,” sahut Christia sambil menerima
panggilan itu.
“Selamat siang. Bisa berbicara dengan penulis novel Last
Holiday?”
“Oh kamu ya. Ini saya manajernya, Christia Damanik. Untuk
sementara kami belum bisa memberikan penilaian mengenai naskah yang kamu
berikan. Kami punya beberapa urusan penting beberapa bulan kedepannya,” ungkap
Christia.
Perempuan yang tersambung via telepon itu terdiam
beberapa detik lalu menjawab alasan yang diutarakan sang manajer. “Baiklah
kalau begitu. Beri kabar jika naskah saya sudah selesai dievaluasi,” tandasnya
sambil mengakhiri pembicaraan.
“Siapa yang menghubungi saya?”
“Perempuan yang memberikan naskah novel padamu dua minggu
yang lalu,” jawab Christia sambil duduk kembali di depan sang penulis.
“Kalau begini, aku juga harus cepat. Naskah novel milik
perempuan itu akan kuperiksa secepatnya setelah aku memutuskan order naskah
novel mana yang akan kupulih.”
***
Ah urusan penting
apa? Banyak alasan, rutuk batin perempuan itu sehabis menerima jawaban dari
sang manajer.
No comments:
Post a Comment