Tuesday, 27 June 2017

Sang Novelis - 27



Penantian Yang Belum Terjawab
            8 Maret 2013
            Sudah dua minggu perempuan itu berlibur di rumah pamannya. Sambil berlibur, perempuan itu juga menunggu hasil evaluasi berupa kritik dan saran naskah novelnya. Menunggu dengan kecemasan apabila nanti sang penulis merespons negatif dan lebih banyak kritik. Menunggu dengan kebanggaan apabila sang penulis merespons positif dan ditambah dengan pujian.
            Ini sudah memasuki awal bulan Marettapi mengapa penulis itu tidak kunjung memberi kabar? tanya batin perempuan itu. 
***
            Lelaki berambut cepak itu mengurut-urut kening yang mulai panas. Ia berunding dengan pikirannya sendiri perihal pesanan naskah novel yang diterima dari beberapa penerbit yang melirik kesuksesan novel pertamanya.
            “Christia, menurut kamu mau pesanan naskah novel dari penerbit mana yang harus kuprioritaskan?” ujar lelaki itu.
            “Itu tergantung deadline yang diberikan penerbit dan tingkat kesulitan penulisan novel. Memang ada berapa penerbit yang ingin mengorder naskah novel padamu?” tanya Christia.
            “Ada sekitar tiga penerbit yang ingin mengorder naskah novel dariku. Yang pertama, penerbit Kumpul Pena. Penerbit ini mengorder naskah novel beraliran horor psikologi, tenggat waktu empat bulan. Yang kedua, penerbit Tinta Aksara. Penerbit ini mengorder naskah novel aliran adult romance, tenggat waktu tiga bulan. Dan terakhir, penerbit Dunia Kertas mengorder naskah novel beraliran drama kehidupan, tenggat waktu tiga bulan juga,” terang lelaki itu sambil memutar-mutar pena yang sedari tadi dipegangnya.
            “Tidak ada bonus yang dijanjikan dari tiga penerbit itu?”
            “Masing-masing penerbit sudah menerakan bonus dalam MoU diperlihatkan padaku sebelum aku memberikan tandatangan persetujuan. Untungnya para penerbit itu mau memberikan kesempatan untuk berpikir. Bonus yang ditawarkan sekitar 3-5% ditambah dengan royalti normal. Tapi, bonus itu akan diberikan pada semester kedua. Menurutmu, naskah novel mana yang harus kuterima jika melihat kemampuankudalam menulis?”
            Christia memilih menyesap teh manis panas di genggaman tangan kanan sambil berpikir. “Alangkah lebih baik kalau kamu mengambil order naskah novel drama kehidupan. Kenapa begitu? Ketika saya melakukan observasi pasar melalui toko-toku buku yang berada di Jabodetabek, saat ini novel beraliran drama kehidupan sedang dicari pasar. Drama kehidupan tidak terlalu memerlukan banyak riset. Dan lagi drama kehidupan bisa diambil dari berbagai aspek seperti keluarga, sekolah, lingkungan domisili, adat istiadat, dan masih banyak lagi,” anjur perempuan berkepang rambut kuda itu.
            “Mungkin ada benarnya juga yang kau katakan, Christia. Tapi drama kehidupan sepertinya bukan aliran saya,” sanggah laki-laki, halus.
            “Tidak ada salahnya untuk mencoba ‘kan? Anggap saja ini sebagai tantangan. Dan soal order naskah novel dari penerbit lain, mungkin kau bisa memilih satu lagi order naskah novel yang lain setelah naskah novel drama kehidupan sudah selesai. Bagaimana?”
            “Entahlah, Christia. Kurasa aku perlu waktu berpikir lebih banyak, mempertimbangkan tawaran dan usulmu itu. Dan aku juga ingat soal naskah novel yang diberikan anak itu harus secepatnya kubaca,” ungkap sang penulis.
            Christia mengembus napas lelah melihat sang penulis pasrah dan tak mau mendengar sarannya. Ketika keduanya terdiam lama, nada handphone menginterupsi keheningan yang mereka ciptakan. 
            “Biar saya saja yang mengangkat.” Lelaki itu kembali duduk ketika dia dan sang manajer sama-sama berdiri mengangkat handphone yang berada di meja kerja.
            “Halo, selamat siang,” sahut Christia sambil menerima panggilan itu.
            “Selamat siang. Bisa berbicara dengan penulis novel Last Holiday?”
            “Oh kamu ya. Ini saya manajernya, Christia Damanik. Untuk sementara kami belum bisa memberikan penilaian mengenai naskah yang kamu berikan. Kami punya beberapa urusan penting beberapa bulan kedepannya,” ungkap Christia.
            Perempuan yang tersambung via telepon itu terdiam beberapa detik lalu menjawab alasan yang diutarakan sang manajer. “Baiklah kalau begitu. Beri kabar jika naskah saya sudah selesai dievaluasi,” tandasnya sambil mengakhiri pembicaraan.
            “Siapa yang menghubungi saya?”
            “Perempuan yang memberikan naskah novel padamu dua minggu yang lalu,” jawab Christia sambil duduk kembali di depan sang penulis.
            “Kalau begini, aku juga harus cepat. Naskah novel milik perempuan itu akan kuperiksa secepatnya setelah aku memutuskan order naskah novel mana yang akan kupulih.”
***
            Ah urusan penting apa? Banyak alasan, rutuk batin perempuan itu sehabis menerima jawaban dari sang manajer.

No comments:

Post a Comment