Seperti
Tidak Asing
Kali ini Ervano merutuki dirinya sendiri. Kebiasaan lupa
waktu dan sering telat harus mulai diubah perlahan-lahan. Untuk mandi pun, ia
harus cepat-cepat. Sekitar tujuh menit bergegas di kamar mandi sambil
mengenakan pakaian. Dengan satu stel kemeja lengan panjang motif kotak-kotak
hitam dan merah, masih di depan rumah menunggu sang sopir datang.
“Telat lagi, telat lagi,” gerutu Ervano pada dirinya
sendiri.
“Tapi siapa ya penulis novel itu? Tadi nggak sempat
kuperhatikan pula.”
Sambil menunggu sang sopir datang, lelaki itu masih punya
waktu untuk menebak-nebak nama penulis itu.
“Huruf depannya kalau enggak salah A. Huruf terakhir yang
disingkat A. Dan terakhir Lane. Aku seperti tidak asing dengan nama penulis
ini,” analisa Ervano dalam pikiran.
Sangking sibuk dengan pikiran sendiri, Ervano tidak
menyadari bahwa sang sopir sudah berada di depannya sambil menekan klakson.
Lelaki itu sempat terlonjak sambil mengelus dada.
“Ah! Pak Tono bikin kaget aja. Untung jantung saya kuat,”
omel Ervano sambil menekan pintu mobil lalu duduk di atas jok belakang.
“Maaf, Pak Ervano. Habis Bapak kelihatan lagi sibuk
ngomong sendiri. Memangnya Bapak lagi memikirkan apa sih?”
“Itu bukan urusan kamu. Ayo cepat. Saya sudah terlambat,”
perintah Ervano.
Sang sopir mengangguk pelan. Mobil itu membiarkan dirinya
melaju kencang oleh tarikan tuas persneling. Meninggalkan sebuah kediaman
bertingkat dua dengan balkon pagar hitam. Sosok berjaket merah ikut pergi
menyusul mereka dari belakang.
No comments:
Post a Comment