Unpredictable
24 Maret 2016
Liane masih sibuk menghitung
perincian harga cetak buku. Penerbit indie yang bekerja sama dengan percetakan
Lifay Media memang tidak memasang paket penerbitan. Biasanya setelah penulis
mengirimkan naskah, pihak percetakan akan menghitung jumlah halaman naskah yang
terkirim. Kemarin, Liane dan seluruh jajaran percetakan mengadakan rapat untuk
menentukan harga edit naskah per halaman, desain cover, layout, dan ilustrasi
naskah.
Akhirnya wanita berambut panjang itu
meletakkan pena di atas meja sambil menghela napas. Tapi ia tidak sendiri
melakukan dalam penghitungan. Ada dua orang laki-laki dan satu orang perempuan
duduk di seberang meja persegi panjang itu.
Liane langsung meraih telepon
genggam yang berada di saku celana. Mengetik nomor telepon penerbit yang
bekerjasama memakai jasa pencetakan buku miliknya.
“Halo bisa bicara dengan
direktur penerbit Tinta Aksara? Ini saya
Liane Fayani dari percetakan Lifay Media.”
“Oh ini Ibu Fayani? Ini saya
sendiri. Apakah Ibu sudah menentukan perincian biaya cetak naskah yang sudah
saya kirimkan lima hari yang lalu?”
“Kami sudah melakukan rapat dengan
seluruh jajaran divisi percetakan. Kami sudah menghitung biaya edit naskah
sampai ongkos pengepakan. Total keseluruhan senilai delapan ratus lima puluh
ribu rupiah. Itu juga sudah termasuk dua eksemplar buku sebagai bukti terbit.
Bisa kamu sampaikan biaya pencetakan ini kepada penulis bersangkutan?”
“Bisa, Bu. Saya akan sampaikan ini
kepada penulis bersangkutan. Ada hal lain yang bisa saya sampaikan?”
“Sejauh ini tidak ada. Kamu sudah
memberikan alamat transfer-nya kan?”
“Sudah saya berikan,” jawab direktur
Tinta Aksara, lugas.
“Baiklah kalau begitu. Saya akhiri
pembicaraan ini sampai di sini,” tutup Liane pertama kali.
Liane kembali meletakkan telepon genggam
di atas meja. “Baiklah semuanya. Kalian sudah bisa keluar dari kantor saya.
Sekali lagi, terimakasih atas kerjasamanya.” Begitu perintah sudah diucapkan
Fayani, ketiga anggota Fayani langsung keluar, mengambil tugas masing-masing.
Jika ingin menerbitkan buku di
penerbit indie, memang harus mempersiapkan dana yang tak sedikit. Dana itu
meliputi biaya full editing, layout,
cover sampai ongkos kirim. Ada juga penerbit indie memasang paket penerbitan
dengan biaya murah. Terkadang ada beberapa penulis pemula tidak selektif dalam
memilih penerbit indie. Tergiur dengan paket penerbitan murah yang ditawarkan
pihak penerbit. Tanpa mempedulikan kualitas cetakan buku.
Tapi tidak semua penerbit indie
seperti itu. Ada beberapa penerbit indie yang menawarkan kerjasama yang baik dengan
penulis naskah. Naskah para penulis ditangani para profesional yang sudah
berpengalaman di bidang pencetakan buku. Mereka bisa diajak berkonsultasi
mengenai biaya yang akan dikeluarkan penulis ketika ingin menerbitkan
naskah.
Ada faktor yang mempengaruhi mengapa
penerbit indie dijadikan solusi alternatif bagi para penulis dalam menerbitkan
buku.
***
Dunia buku selalu bergerak dinamis.
Kita bisa lihat begitu banyak judul buku yang memenuhi ruang pajang. Buku-buku
yang terpampang di toko buku selalu bersaing, mendapatkan kategori best seller di ruang pajang. Minimal,
jumlah buku yang dicetak dan dipasarkan suatu penerbit ke toko-toko buku, harus
habis sesuai dengan target penjualan dalam selang waktu tertentu. Umumnya, selera konsumen dalam membeli buku
selalu berbeda. Dan berbeda pula jenis buku yang dibeli sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Untuk itulah, para penerbit mayor harus selektif memilih naskah yang
harus diterbit guna mendapat untung dari hasil omset penjualan buku. Dengan
syarat mempertimbangkan kualitas naskah terkhusus naskah fiksi.
Naskah fiksi bukan hanya persoalan menghibur atau tidak, naskah fiksi
harus menghadirkan sesuatu yang unik, bisa memperkaya informasi dan wawasan
para pembaca serta berdaya saing. Tentu dalam hal ini penerbit mayor akan
melakukan banyak pertimbangan menerima naskah yang dikirim para penulis.
Sangking begitu banyaknya naskah yang diterima pihak penerbit mayor lewat surel
atau pos, biasanya waktu penyeleksian naskah akan memakan waktu lama. Paling
cepat dua bulan dan paling lama enam bulan bahkan lebih. Tapi ada juga yang tak
kunjung diberi pemberitahuan apakah naskah para penulis layak diterbitkan atau
tidak.
Di sinilah penerbit indie menjadi solusi
alternatif dalam menerbitkan buku. Penerbit indie hampir menerima semua jenis
naskah. Fiksi atau non-fiksi. Tapi dengan persyaratan tidak menimbulkan konflik
SARA dan melanggar hak cipta atau plagiat. Penerbit indie cepat dalam menangani
naskah. Itu karena penerbit indie menggunakan sistem Print On Demand dalam menerbitkan naskah. Lama pengerjaan suatu
naskah berkisar dua minggu atau satu bulan. Tergantung antrian naskah yang
masuk.
Penerbit indie juga tidak tergantung
dengan selera pasar. Penulis dapat menerbitkan jenis naskah sesuai dengan
keinginan. Begitu pun, para penulis juga harus bekerja keras mempromosikan buku
mereka agar dikenal masyarakat. Memang penerbit juga melakukan promosi via online tapi penulis harus mau
mempublikasikan buku, menarik minat pembeli di dunia nyata.
***
Para pegawai percetakan Lifay Media
sudah menghambur keluar, mengambil jalan pula masing-masing. Tapi Fayani masih
berbicara dengan dua orang karyawan yang berjalan bersampingan dengannya.
“Ada masalah ketika menyunting
naskah tadi, Pak Edi?”
“Sejauh ini tidak terlalu banyak
masalah. Saya rasa penulis sudah melakukan swasunting berkali-kali sebelum dikirim. Sehingga,
naskah minim kesalahan. Kalau ada, yang saya lihat hanya kesalahan penulisan
huruf di beberapa kata saja. Tidak berpengaruh secara keseluruhan,” terang Pak
Edi.
“Bagaimana dengan Ibu Rani? Tidak
ada masalah dengan typesetting?”
tanya Fayani sambil memalingkan kepala pada seorang perempuan di sampingnya.
“Typesetting
lancar, Ibu Fayani. Mungkin kita tinggal menunggu di bagian layout dan platemaking,” ujar Ibu Rani.
“Kalau prosesnya berjalan lancar
seperti ini, saya yakin dalam waktu dua minggu kita bisa menyelesaikan naskah
itu.” Fayani sudah sampai di depan pintu mobilnya. Sedangkan Pak Edi dan Ibu
Rani berboncengan menaiki sepeda motor Jupiter.
Tirai aluminium ditambah dengan
rantai bergembok menutup akses percetakan. Suasana hening di sana. Suara deru
mesin sepeda motor diikuti sosok berperawakan tinggi besar. Berhenti tepat di
pagar depan setelah satu jam kepulangan para pegawai percetakan Lifay Media.
Pengendara sepeda motor turun dengan
menenteng dua jerigen bensin. Tapi terlebih dahulu ia harus membobol gembok
pagar. Sosok itu sudah menyiapkan seutas kawat tipis. Bergulat dengan kerumitan
pembobolan, dalam waktu lima menit gembok sudah tak terkunci lagi. Dengan
langkah santai, kedua tangan sosok itu masih menggenggam erat jerigen.
“Percetakan yang megah.” Sosok itu
berada di pintu depan. Begitu penutup jerigen terbuka, ia langsung mencurahkan
bensin di pintu masuk depan yang masih dihalangi tirai alumunium. Bukan hanya
di situ saja. Dia beralih ke bagian samping kiri dan kanan gedung percetakan.
Sekarang kobaran api mulai menjilat gedung percetakan. Kini langkah kakinya
sudah begitu ringan membawa dua jerigen kosong.
Ketika hendak sampai di depan motor,
sosok itu dikejutkan suara terikan dari kejauhan.
“Kebakaran! Kebakaran!” Sementara
itu dua laki-laki sedang berlari ke arahnya. Sosok itu langsung sigap memutar
kunci, menekan electric stater.
Sepeda motor itu berderum keras meninggalkan area percetakan. Di lain sisi,
kerumunan orang berbondong-bondong menuju tempat kejadian setelah mendengar
suara teriakan adanya kebakaran.
***
Merasa sudah jauh dari para pengejar,
sosok itu memberhentikan sepeda motor berhenti di depan pekarangan kedai kopi
yang sudah tutup. Dia menumpang duduk sebentar sambil mengatur embus napas agak
tersengal karena aksi pembakaran sempat diketahui orang.
Tak berapa lama berada di sana,
sesuatu berbunyi dan bergetar di dalam saku celana.
“Keparat! Halo,” maki sosok itu di
depan telepon sambil menjawab panggilan masuk.
“Bagaimana? Semua sudah beres?”
Pertanyaan itu tidak langsung
dijawab. Sosok itu memilih bungkam sejenak sambil menyiapkan jawaban yang
tepat.
“Saya sudah melakukan apa yang Anda
perintahkan tapi sepertinya ada beberapa orang sempat mengejar saya...” aku
sosok itu.
“Apa?! Jadi bagaimana keadaanmu
sekarang?! Mereka sudah menangkapmu?!” suara si penelepon cukup panik dengan
apa yang disampaikan sosok itu.
“Untungnya saya berhasil meloloskan
diri dari kejaran mereka.”
“Ini tidak bisa dibiarkan! Untuk
sementara kamu bersembunyi di kediaman saya sampai keadaan kembali aman!
Paham?!” senggak sang penelepon.
“Saya mengerti.” Percakapan berakhir
ketika sambungan telepon diputus dari pihak penelepon. Dan ia akan pergi ke
tempat yang sudah diperintahkan.
No comments:
Post a Comment