Investigasi
25 Maret 2016
Suara decitan ban mobil beradu dengan aspal. Ervano dan
sang istri, Liane, turun dari jok dalam mobil. Wajah resah itu tidak bisa
disembunyikan kedua insan ini. Untung salah satu pegawai percetakan langsung
cepat menghubungi Liane. Begitu mengetahui kabar bahwa percetakan milik sang
istri mengalami kebakaran, Ervano cepat-cepat menghubungi supir pribadi.
Dalam waktu lima belas menit, mereka berdua sudah berada
di halaman depan percetakan. Ervano dan Liane langsung menghampiri pegawai yang
menelepon mereka barusan.
“Bagaimana hal ini bisa terjadi, Pak Rusnandi?” tanya
Liane, cemas, pada pegawai yang meneleponnya kira-kira jam tujuh.
“Saya benar-benar tidak tahu, Bu Liane. Saya juga barusan
tiba setelah Pak Edi. Dan Pak Edi-lah yang menelepon kepolisian,” jawab Pak
Rusnandi.
Seperti yang mereka lihat saat ini. Pihak kepolisian
sedang menyisir area percetakan. Mulai dari bagian depan sampai belakang. Empat
sisi garis polisi masih terpasang di sana.
“Apakah ada saksi mata yang melihat kebakaran ini?” tanya
Ervano.
“Yang saya dengar dari kepolisian, ada dua orang saksi
melihat seseorang tak dikenal berada di sekitar area percetakan.”
“Apakah para
saksi mengenal ciri-ciri seseorang itu?” tanya Ervano lagi. Dia semakin
antusias.
“Lebih baik kita tanyakan kepada kepolisian,” anjur Pak
Edi sambil menyuruh keduanya menghampiri polisi berpangkat Ipda yang sedang
menulis catatan.
“Maaf Pak Polisi bila kami mengganggu pekerjaan Anda
sebentar,” interupsi Ervano dari belakang.
Sang polisi berpangkat Ipda menoleh ke belakang sambil
menyimpan catatan kecil itu dalam kantong celana.
“Tidak apa-apa. Ada yang bisa kami bantu?”
“Menurut investigasi puhak kepolisian, apakah ada saksi
mata yang melihat insiden kebakaran percetakan milik istri saya?” Tatap mata
Ervano serius memperhatikan tingkah laku sang polisi. Sementara itu Liane masih
saja membisu. Tak banyak berkata. Lebih banyak Ervano.
“Sebentar saya lihat catatan dulu,” tahan sang polisi
beberapa saat, “nah ini dia.”
Sang polisi berdeham sejenak sebelum memberikan
keterangan.
“Menurut keterangan saksi, memang ada seseorang tak
dikenal memasuki halaman depan percetakan ini. Ciri-ciri pelaku berbadan besar,
tinggi, memakai penutup muka dengan bagian mata terbuka, memakai jaket kulit
hitam, celana jins hitam dan membawa dua jerigen minyak di tangan. Para saksi
juga sempat mengejar pelaku tapi mereka gagal meringkusnya.” Sang polisi
selesai memberikan keterangan lalu menyimpan catatan itu lagi ke dalam saku
celana.
“Apakah pelaku pembakaran juga merupakan pelaku yang sama
dalam kasus sabotase gedung les saya?” Ervano mencoba mengaitkan pelaku dengan
kasus sabotase yang terjadi dua hari yang lalu.
“Kami belum melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai
pelaku sabotase gedung les milik Anda. Kami juga memang belum memeriksa CCTV
karena mengalami kerusakan. Dan Anda mengatakan kalau CCTV akan selesai
diperbaiki dalam waktu seminggu. Jika CCTV selesai diperbaiki, kami bisa
menemukan ciri-ciri pelaku sabotase. Kami juga masih melakukan penyelidikan
pada karyawan yang bekerja di tempat les milik Anda,” pungkas sang polisi
sambil beranjak pergi dari hadapan mereka bertiga.
“Bagaimana... polisi sudah menemukan pelakunya?” tanya
Liane yang baru kali ini angkat bicara.
“Tentu saja belum tapi mereka sudah menemukan ciri-ciri pelaku.
Ini akan mempermudah pihak kepolisian mengungkap kasus ini,” terang Ervano
sambil merangkul pundak sang istri agar tenang.
Ya Tuhan ujian apa
lagi ini? Ervano berdoa dalam hati. Sungguh dua kejadian ini benar-benar
menguji kesabaran.
***
Gadis itu bernama
Erynalda. Gadis pemuja kecantikan fiisik. Dia memang gadis cantik berwajah agak
kekotakan. Berdagu datar. Rambutnya dicat pirang. Tapi dia lebih pendek dariku.
Mungkin beda empat sentimeter. Tapi mulut gadis itu memang tak bisa dimaafkan.
Tapi entah darimana rasa itu berasal, aku ingin sekali bercumbu dengannya.
Bermain-main dengan liukan lidah yang beradu dalam kecup bibir mesra. Apakah
ini yang dinamakan cinta sesama jenis? Aku tidak sepenuhnya lesbian. Buktinya,
aku masih suka lelaki itu. Aku hanya berpikir bagaimana cara menyingkirkan wanita
yang selalu berada di sisinya. Dan suatu saat lelaki itu juga akan kubunuh.
Mungkin setelah aku beranjak dari tempat ini, aku akan menemukan caranya.
Sosok berjaket
merah itu menyingkirkan tangannya sejenak dari tuts laptop. Mungkin, sudah
cukup tulisan untuk hari ini. Lagipula dia harus tiba di terminal bus Leuwi
Pajang satu setengah jam dari keberangkatan yakni pukul 13.30.
Setelah menyegarkan desktop
beberapa kali, ia menekan penunjuk tetikus ke arah ikon shutdown lalu menekannya. Sosok itu membuka resleting tas dorong
lalu menyimpan laptop di sana.
Begitu laptop sudah tersimpan, sosok itu mendorong pintu
kamar pelan-pelan. Suara roda tas dorong seirama dengan wedges yang dikenakan. Sosok itu melihat sang ibunda sedang
memperhatikan layar TV menampilkan siaran sebuah berita stasiun televisi.
Sosok berjaket
merah itu tersenyum samar ketika melihat isi berita itu. Berita itu menampilkan
berita pembunuhan di kawasan perumahan elite. Mayat perempuan ditemukan di
sebuah gudang bekas penyimpanan logistik dengan kondisi tiga luka tusuk di
bagian dada. Sebelum sosok itu menyentuh gagang pintu, sang ibunda memanggil.
“Nak, kau... mau pergi?” tanya sang ibunda.
“Ya. Bus akan berangkat jam dua siang. Ada keperluan?”
“Kalau tidak salah, tiga hari yang lalu, dua orang polisi
sedang mencarimu.”
“Mencariku?” tanya sosok itu, heran. Dia membalikkan
badan begitu tahu ada polisi yang sedang mencari dirinya.
“Mereka ingin meminta keterangan darimu tentang korban
pembunuhan di sebuah kontrakan di kawasan perumahan di Garut. Namanya Ra—“
“Lalu apa yang kau katakan kepada mereka?” potong sosok
berjaket itu, cepat. Raut wajah terpahat serius namun dingin menatap wajah sang
ibunda.
“Polisi datang satu jam setelah kepergianmu yang entah ke
mana. Ke mana kau pergi waktu itu, Nak?”
Sosok berjaket itu mendengus abai lalu menjawab, “Itu
bukan urusanmu tapi kalau kau coba macam-macam, aku tidak akan segan-segan.”
Sosok berjaket itu menyeringai sesaat sebelum meninggalkan sang ibunda yang
terlihat kaget dengan ekspresi sang anak.
No comments:
Post a Comment