Sekarang
9 Mei 2016
Aldo mencelikkan kelopak mata ketika telinganya sengaja
mendengar suara orang bernyanyi menggunakan gitar. Suara si penyanyi memang
tidak terlalu bagus tapi petikan gitar si penyanyi membuat Aldo masih bisa sedikit menjiwai lagu yang dilantunkan.
Ia membereskan kelambu beserta dengan selimut lalu menuju suara itu.
Di pinggir pintu ruang tamu, Aldo melihat Fidel sedang memainkan gitar sambil
meletakkan handphone di depannya.
Ini
anak.Pagi-pagi udah live streaming, ujar batin Aldo. Kini ia sudah berada di depan Fidel sambil
menarik kursi plastik.
“Heh, cepat jemput rantangan. Cacing
di perut gua udah keroncongan nih,” suruh Aldo dengan mimik kesal.
“Memangnya ini giliran siapa?” Fidel
bertanya balik.
“Ya elahpake ditanya segala. Ya elah giliran elo. Ayo cepat,” jawab Aldo seraya
memaksa.
“Tapi tunggu dulu... Honor manggung kita semalam ‘kan sama elo kan?” tahan Fidel sambil menyimpan handphone ke dalam saku celana pendek.
“Iya nanti gua bagi rata. Tunggu si
Riky sama si Jimmy bangun.”
Tak berapa lama, Riky dan Jimmy
keluar dari kamar mereka. Riky melangkah menuju meja belajar sambil membawa
kertas dan alat tulis sedangkan Jimmy memegang wadah penanak nasi.
“Begitu gua dengar kalian bicara tentang honor seketika itu juga gua
langsung bangun dari tempat tidur,” gurau Riky sambil menarik kursi yang tak
jauh dari meja belajar.
“Kalau soal duit, langsung bangun loe
semua. Kalau begitu tunggu sebentar.Biar gua ambil amplop semalam.” Aldo beranjak sebentar dari kursi menuju lemari pakaian.
Ketika sampai di lemari, Aldo membuka laci
merah sambil menyibak tumpukan celana.
Kini amplop itu sudah di tangan Aldo. Jika diterawang dari kejauhan, isi amplop itu lumayan
tebal. Ketiga teman Aldo menaksir jumlah uang
di amplop itu paling sedikit 400 ribu.
“Oke ini amplop belum sama sekali
kubuka. Ayo kita lihat berapa jumlah uang di dalamnya.” Jemari Aldo yang gemuk pelan-pelan membuka perekat menempel di
kertas amplop. Begitu perekat terlepas, lelaki berambut ikal itu menarik
sejumlah uang yang ada di dalam kertas amplop. Kemudian menghitungnya secara
hati-hati.
“Baiklah honor manggung kita di kafe
sebesar 350 ribu. Dan kita akan bagi uang ini secara adil dan merata. Pertama
untuk Riky.” Aldo menyodorkan uang
sejumlah 80 ribu pada Riky, “Sudah cukup untukmu?” tanya Aldo.
Riky mengangguk seraya berkata, “Lumayan
buat beli paket.”
Sebelum Jimmy menerima uang itu, dia
memilih berkomentar soal honor manggung mereka di kafe semalam. “Cuma 350 ribu?
Sedikit amat. Ya entah ditambahin kek jadi 400 ribu sampai 500 ribu.”
“Syukuri aja berapa yang dikasih
manajer itu untuk kita. Daripada enggak
dikasih. Gimana?” Aldo menanggapi komentar Jimmy
sambil memberikan uang sejumlah 75 ribu lalu disambut oleh tangan Jimmy.
“Dan kini giliran kita berdua,
Fidel. Aku 110 ribu dan elo 90 ribu? Deal?”
“Beri waktu gua untuk mikir.” Fidel
mendongakkan kepala sambil mengelus dagu.
“Oke, gua setuju. Oh ya gua hampir
lupa. Hut—“
“Kalau itu, nanti ya, Bro,” potong
Aldo, cepat, sambil memberikan uang senilai 90 ribu pada temannya.
“Tapi ngomong-ngomong sudah tanggal
berapa ini teman-teman?” tanya Fidel.
“Tanggal 09 Mei, Bro. Memangnya
kenapa?” balas Jimmy.
“Kalian bawanya uang kontrakan?”
Fidel memastikan.
“Jelas gua bawalah. Ini ‘kan sudah waktunya membayar. Gimana dengan teman-teman yang lain?” Aldo menatap Jimmy dan Riky
bergantian.
Jimmy dan Riky mengangguk bersamaaan
pertanda mereka sudah membawa uang kontrakan.
“Baguslah kalau begitu. Soalnya tadi
malam, aku sudah ditelepon tukang kontrakan kalau mereka akan datang malam ini.
Tapi setelah bayar kontrakan, kita jadi bukan, ke studio Angel malam ini?”
“Jelas jadilah. Kita ‘kan diundang
sebagai salah satu band lokal untuk perayaan hari jadi kota Medan tanggal 12
Mei ini. Jadi penampilan kita enggak boleh mengecewakan.”

No comments:
Post a Comment