Djarot dan Anton
Tidak semua orang diberikan Tuhan porsi kesuksesan
yang sama. Sebagai contoh, jika di masa depan nanti kau menjadi seorang polisi,
bisa jadi teman yang kau anggap dulu berkemampuan pas-pasan atau di bawah
kemampuanmu, akan menjadi seorang bupati atau seorang pengusaha. Atau paling
tidak, pangkatmu bisa saja berada jauh di atas pangkatmu. Dan itu yang akan
membuatmu iri jika melihat kawanmu sudah berkembang melampaui kita. Hal itu
juga terjadi pada Djarot dan Anton.
Masih terekam jelas di ingatan
keduanya kala Aldo dan Fidel meminta
mereka menjadi personil band mereka untuk acara pentas seni musik mahasiswa dua
tahun lalu. Padahal jika dihitung-hitung, begitu banyak waktu dan uang
dihabiskan Fidel dan Aldo demi
penampilan terbaik mereka di panggung seleksi pentas seni musik mahasiswa.
Tapi karena Djarot dan Anton menganggap
kemampuan bermusik dan olah vokal Fidel dan Aldo masih jauh di bawah mereka, kedua lelaki itu
memutuskan keluar dari band bentukan Fidel dan Aldo.Serta diam-diam membentuk band baru dengan
mengajak teman-teman satu grup jurusan pendidikan bahasa Inggris.
Dua hari sebelum hari H, Djarot menemui Fidel dan Aldo, mengatakan kalau mereka harus membatalkan
penampilan mereka di seleksi pertama. Djarot mengatakan
kalau Aldo sedang dirawat di rumah sakit karena demam berdarah
tiga hari sebelum hari hari H. Djarot sendiri
mengatakan alasan tidak bisa tampil di seleksi pertama karena dirinya akan maju
persentasi di mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Fidel dan Aldo sungguh tidak menyangka kalau semua latihan yang
menghabiskan begitu banyak waktu dan uang akan sia-sia karena alasan Djarot dan Anton sangat mendadak.
Ingin rasa Aldo berteriak kencang
melepaskan kekecewaannya. Tapi Aldo mencoba
bersabar.Tidak gegabah melampiaskan emosi yang membludak di ubun-ubun.
Tepat di hari H. Seleksi pertama di
acara pentas seni musik mahasiswa digelar di dalam aula kampus. Sudah tersedia
alat-alat band seperti dua gitar, bass,
drum, keyboard, tiga mic berdiri tegak di atas panggung. Di
bawah panggung sudah tersedia tempat para juri memberikan penilaian, kritik dan
saran atas penampilan para kontestan.
Usai mata kuliah Transcational Speaking, Fidel dan Aldo berencana melihat siapa saja ikut serta dalam
seleksi pertama acara ini. Sudah banyak para penonton menempati bangku bagian
depan dan tengah pada keempat baris kursi di dalam aula. Akhirnya mereka
memilih bangku belakang sebagai tempat menyaksikan penampilan para kontestan.
Saat penampilan dari kontestan nomor
dua usai, Fidel dan Aldo melihat secara jelas
dan kasat mata Djarot dan Anton sudah berada di atas panggung. Tentunya kedua
laki-laki itu bersama dengan personil band yang baru. Merasa terkhianti oleh Djarot dan Anton, Fidel dan Aldo memutuskan keluar dari aula. Nanti sesampainya
mereka di luar, kedua lelaki itu akan meminta penjelasan tentang apa yang
mereka lihat di atas panggung.
Lima belas menit menunggu, Djarot dan Anton sudah keluar
dari aula. Aldo segera menderapkan
kaki, menghampiri mereka.
Tanpa banyak bicara, Aldo mengepalkan tangan lalu mendaratkan bogem mentah
ke wajah Djarot. Lelaki berkulit putih
itu jatuh tersungkur di lantai ubin. Melihat Aldo yang ingin menghajar Djarot lagi, teman-teman satu band Djarot segera menghalangi Djarot dan juga mengunci pergerakan tubuh Aldo.
Segala sumpah dan kata-kata kotor
terlepas begitu saja dari mulut Aldo. Ini juga
menarik perhatian orang-orang yang ada di dalam aula. Merasa menjadi bahan
tontonan, Fidel menarik Aldo dari sana. Menghambur
pergi, meninggalkan aula. Dan sejak saat itu, Fidel dan Aldo tidak pernah berbicara lagi pada Djarot dan Aldo. Kalaupun
mereka berjumpa, keempat lelaki itu akan saling buang muka.
*
Teman satu band Djarot sedang berlatih di dalam studio 1. Jari-jari kurusDjarot begitu bersemangat memetik keenam tali gitar melodi.
Begitu juga dengan Antonsebagai gitaris ritem.
Dan tiga personil yang lain mengambil bagian mereka masing-masing.
Tak terasa satu setengah jam, mereka
berlatih di studio 1. Letih dan capek membeku dalam badan mereka akibat udara
dingin yang dihasilkan pendingin udara buatan. Jadi untuk saat ini, mereka
memutuskan menyudahi latihan. Sambil beristirahat, para personil lain mulai
mengambil topik perbincangan. Mulai dari tugas, dosen, cewek-cewek cantik di
kampus sampai yang tak boleh ketinggalan yakni The Beauty Symphony band. Yang
menurut kabar burung, mereka akan menandatangi kontrak salah satu dapur rekaman
di Jakarta.
“Wah beruntung banget ttuh mereka
dapat tawaran kontrak dari dapur rekaman di Jakarta,” ujar Edo, bassist dari
band Pentatonic.
“Iya gua nggak nyangka kalau mereka bisa berkembang sejauh itu. Dulunya
mereka ‘kan bukan apa-apa, ya enggak Rot?” Adit, sang vokalis mengarahkkan pandangan pada Thomas.
Merasa terusik dengan tingkah sang
vokalis, dengan ketus Djarot bicara, “Apaan sih
loe, Dit? Bagi gua dan Anton, mereka berdua
itu bukan siapa-siapa kami lagi. Dan pula, kemampuan mereka dalam bermusik
masih di bawah kita kok.” Anton mengangguk
setuju.
Adit lagi-lagi terkekeh mendengar balasan dari Djarot. “Itulah membuatku takjub sekaligus enggak percaya
dengan kemajuan teman lamamu, Djarot. Mereka sudah
sampai di Jakarta sedangkan kita masih asyik di Pematangsiantar. Kapan kita
majunya?”
Anton yang gerah mendengar ocehan sang vokalis, juga
angkat bicara. “Sudahlah teman-teman. Ngapain
kita bicarakan mereka? Kita lihat band sendiri.”
“Eh, kalian tahu enggak kalau The Beauty Symphony juga
mau konser di Medan lho. Kita enggak
ke sana? Ya sekadar melihat aksi panggung mereka,” sambut Marthin, sang drummer.
“Ah ngapain juga kita ke sana?
Buang-buang waktu sama duit,” cibir Djarot serta membuang
napas kesal.
“Jangan langsung ngomong begitu
dong, Rot. Selain bisa berjumpa dengan kawan lamamu, kita
juga bisa melakukan sedikit sabotase di penampilan mereka nanti. Sekalian gua juga mau ngasih pelajaran sama
anak-anak The Beauty Symphony yang sombong itu.”Adit menyeringai jahat.

No comments:
Post a Comment