The
Tortured Body
Untaian
rantai besi menggantung kedua tangannya ke atas. Bola besi turut membelenggu
pergerakan kakinya. Yang bisa dilakukan saat ini hanya diam di tempat dirinya
terus menerus menerima siksaan selama tiga hari. Tubuh tanpa sehelai benang itu
terpampang vulgar di hadapan Jonas dan lelaki bertongkat besi itu. Ia tak bisa
berkata-kata apapun selain membisu. Semua pelecehan dikolaborasikan dengan
kekerasan fisik cukup menodai dan menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang
perempuan. Namun bukan tanpa alasan dirinya menerima siksaan bertubi-tubi. Ada
sesuatu yang tengah dipertahankan untuk tidak sampai keluar begitu saja dari
mulutnya.
“Keras
kepala juga kau, wanita binal, sampai-sampai aku bingung apalagi yang mesti
kulakukan untuk membuatmu bicara,” ujar Jonas di hadapan Chyntia.
Chyntia
menatap Jonas seperti bersiap-siap menerkam lelaki berkacanata itu. Jonas yang mendapat
tatapan itu malah tertawa senang. Ia
mengeraskan suara tawanya hingga kepalanya mendongak ke atas. Keberanian
Chyntia yang sempat tumbuh pupus oleh respon Jonas yang terkesan meremahkan
dirinya.
Suara
tawa Jonas berangsur-angsur reda. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di
kedua telinganya kemudian menatap datar perempuan itu. Tak disangka, Jonas merentangkan
telapak tangan luar sebelah kanan memberikan tamparan demi tamparan di pipi
Chyntia yang terlihat merah kebiru-biruan itu.
Perempuan
itu diam saja menerima semua perlakuan kasar lelaki berkacamata itu. Walaupun
bibirnya tak menyuarkan kesakitan, namun air mata meluruh deras. Hatinya
meronta-ronta, tak sudi diperlukan bak binatang. Bahkan binatang pun tak pantas
menerima perlakukan Jonas.
“DASAR
MANUSIA BIADAB! IBLIS JAHANAM! KEPARAT!!!” Tiga makian penuh amarah bernada
kebencian keluar begitu saja dari mulut Chyntia. Meskipun pita suara serak, ia
lantang menyuarkan makian kasar nan pedas serta nama-nama hewan pun tak
ketinggalan untuk menggambarkan betapa hinanya perbuatan Jonas padanya.
Jonas
perlahan mengurangi intesitas tamparan pada pipi Chyntia. Kedua pipi Chyntia
yang awalnya kenyal, mulus dan putih kini memerah, membengkak dan terlihat
darah menitikkan sedikit dari daging pipinya. Wajah cantiknya dipermak Jonas
menjadi bengap, babak belur bak menghakimi seorang maling ayam. Lelaki itu
tetap menatap dingin pada Chyntia sambil merogoh sesuatu pada kantong jinsnya.
Chyntia
melihat lelaki berkacamata itu menarik sebuah pisau tipis dari dalam kantong
jins. Lalu, lelaki itu mendekat, mengarahkan mata pisau tajam itu ke wajahnya.
Jonas menekan kuat mata pisau sambil menyayat kulit pipi Chyntia pelan-pelan.
Pekik perih terlontar dari mulut perempuan malang itu. Tapi penderitaan yang
dia rasakan belum selesai. Lelehan darah mengalir deras dari luka sayat pisau
Jonas.
Jonas
melanjutkan sayatan berikutnya di pipi sebelah kiri setelah ia menorehkan luka
sayat sebanyak empat kali. Setengah dari wajah perempuan itu tertutupi darah.
Chyntia tidak bisa menahan penyiksaan yang dirasa. Ingin rasanya ia membuka
mulut saja, membeberkan rencana Anggara dan Fiolina. Jonas sudah melakukan
empat luka sayat di pipi sebelah kiri. Antara jerit kesakitan dan air mata
penderitaan menjadi simponi indah menyenangkan di daun telinga Jonas dan lelaki
bertongkat besi sedari tadi berdiri
sambil memainkan batang kelaminnya.
“Aku
bisa saja menyiksamu lebih lama lagi, Chyntia tapi tak bisakah kita lebih
kooperatif?” bujuk Jonas. Ia memberikan jeda sesaat untuk Chyntia menikmati
rasa sakitnya seraya menunggu balasan perempuan itu.
Sekitaran
pipi sampai pangkal leher Chyntia dimerahi darah. Wajah perempuan itu mengalami
kerusakan hampir 80%. Jonas melirik sedikit arloji Seiko di lengan kanan. Sudah
satu menit lebih ia menunggu. Lelaki itu melanjutkan sayatan di bagian kening. Namun
terlintas dalam pikiran Jonas membuat perempuan malang itu.
Lelaki
berkacamata itu menekan ujung mata pisau sampai menembus daging bagian kening.
Ia menyayat pelan-pelan kemudian berhenti sebentar. Lewat lima belas detik
Jonas melanjutkan sayatan di kening Chyntia. Air mata Chyntia meluruh begitu
deras tak kuasa menahan pedihnya daging yang tersayat-sayat. Air mata menghapus
sedikit darah menempel di wajah perempuan itu. Perempuan malang itu harus
menderita cacat seumur hidup. Terlihat ada empat luka menganga di wajah gadis malang itu. Luka-luka itu masih
terlihat baru. Menampakkan jaringan kulit bagian dalam yang memerah.
Jonas
melanjutkan lagi sayatan kedua. Chytia sendiri sudah terlalu lemah untuk
menangis. Darah yang begitu banyak keluar membuat dirinya lemas. Untuk merengek
saja ia sudah tidak mampu. Ia membiarkan dirinya diam. Antara pasrah dan
menyerah akan siksaan tanpa henti dari Jonas.
“Cukup...
Aku... akan memberitahumu.” Dengan napas tersengal dan wajah sepucat kertas
tisu, Chyntia berusaha sekuat tenaga menyuruh Jonas berhenti. Lelaki
berkacamata itu menyeringai sambil tertawa lepas. Ia menarik tisu yang tersimpan
di dalam saku kemejanya lalu mengelap tangan yang berlumuran darah.
“Nah
gitu dong. Coba kalau kamu bilang gini dari tadi, mungkin kamu takkan tersiksa
seperti ini.” Chyntia berusaha menarik napas sebisa mungkin. Rasanya ia tidak
bisa mengumpulkan oksigen lebih banyak untuk memberi kekuatan dirinya
berbicara.
“Aku...
Alvaro dan Fiolina... bekerjasama untuk... menguras habis uang HOVTA dan...
Anggara dan Fiolina... bekerjasama... dengan... Alvaro dan Aretha dari Killer
Order untuk menghabisi... kalian semua... satu per satu... de-demi balas
de-de-ndam.” Chyntia sudah mengeluarkan semua energinya untuk mengatakan
kebenaran itu pada Jonas dan Kepala Pimpinan. Mengatakan kalimat yang tidak
begitu panjang saja, seperti dirinya dan malaikat maut beradu paksa untuk
menarik napas kehidupannya. Pandangan mata Chyntia mulai meredup. Ia bahkan melihat
ada dua Jonas dan dua Kepala Pimpinan di hadapannya.
“Sudah
kuduga, Pak Kepala. Aku merasakan firasat buruk sejak pertama kali Bapak
mengajak Killer Order bekerjasama dengan kita guna menaikkan suplai organ tubuh
untuk kita perjualbelikan. Dan aku malah berpikiran kalau suplai organ tubuh
yang kita punya berasal dari anggota HOVTA juga, hehe.” Jonas terkekeh dengan
spekulasinya sendiri.
Chyntia
tidak mengerti apa yang maksud perkataan Jonas. Ia sendiri pun sudah mencapai
batas bertahan. Akan lebih baik kalau dia segera saja dibunuh daripada hidup
dengan kondisi setengah mati. Ia tak dapat berdiri lebih lama. Kedua tungkai
kakinya bergetar-getar, tak punya daya lagi.
Tak sanggup lagi bertahan, Chyntia tak mampu mempertahankan posisi
berdiri. Kedua lutut kakinya setengah berlutut. Seolah menjadikan udara sebagai
tumpuan kakinya.
“Kau
jangan merasa sudah lega dulu, perempuan sialan. Kau masih harus menerima
hukuman karena sudah berkhianat pada HOVTA.” Kepala pimpinan dan Jonas berdiri
di hadapan Chyntia yang sudah seperti seonggok daging. Mereka berdua tersenyum
penuh nafsu kebinatangan. Perempuan itu sendiri tidak apa yang akan dilakukan
kedua orang gila itu. Ia sudah menyerahkan nyawanya pada Sang Tuhan jikalau
kematian kekal akan menjadi upahnya di akhirat sana.
***
Perempuan
berusia 26 tahun itu memohon ampun pada Fiolina. Akan tetapi Fiolina sendiri
menanggapi permohonan si perempuan dengan senyuman sinis sambil menempelkan
ujung Colt 911 di keningnya. Suara letupan pistol teredam sedikit ketika peluru
sedang menembus tulang tengkorak perempuan malang itu.
“Target
selesai. Sekarang kita tinggal hubungi Chyntia dan mulai menjalankan misi
kita,” ketika Fiolina akan mengeluarkan handphone, sebuah pesan masuk ke nomor whatsappFiolina.
Pesan
masuk berasal dari Kepala pimpinan. Fiolina yang merasa penasaran, membuka
pesan itu. Bola mata Fiolina terbeliak apa yang terpampang di layar handphone-nya.
“Anggara...”

No comments:
Post a Comment