Monday, 29 October 2018

DUAL - 17


The Tortured Body
            Untaian rantai besi menggantung kedua tangannya ke atas. Bola besi turut membelenggu pergerakan kakinya. Yang bisa dilakukan saat ini hanya diam di tempat dirinya terus menerus menerima siksaan selama tiga hari. Tubuh tanpa sehelai benang itu terpampang vulgar di hadapan Jonas dan lelaki bertongkat besi itu. Ia tak bisa berkata-kata apapun selain membisu. Semua pelecehan dikolaborasikan dengan kekerasan fisik cukup menodai dan menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang perempuan. Namun bukan tanpa alasan dirinya menerima siksaan bertubi-tubi. Ada sesuatu yang tengah dipertahankan untuk tidak sampai keluar begitu saja dari mulutnya.
            “Keras kepala juga kau, wanita binal, sampai-sampai aku bingung apalagi yang mesti kulakukan untuk membuatmu bicara,” ujar Jonas di hadapan Chyntia.
            Chyntia menatap Jonas seperti bersiap-siap menerkam lelaki berkacanata itu. Jonas yang mendapat tatapan  itu malah tertawa senang. Ia mengeraskan suara tawanya hingga kepalanya mendongak ke atas. Keberanian Chyntia yang sempat tumbuh pupus oleh respon Jonas yang terkesan meremahkan dirinya.
            Suara tawa Jonas berangsur-angsur reda. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di kedua telinganya kemudian menatap datar perempuan itu. Tak disangka, Jonas merentangkan telapak tangan luar sebelah kanan memberikan tamparan demi tamparan di pipi Chyntia yang terlihat merah kebiru-biruan itu.
            Perempuan itu diam saja menerima semua perlakuan kasar lelaki berkacamata itu. Walaupun bibirnya tak menyuarkan kesakitan, namun air mata meluruh deras. Hatinya meronta-ronta, tak sudi diperlukan bak binatang. Bahkan binatang pun tak pantas menerima perlakukan Jonas.
            “DASAR MANUSIA BIADAB! IBLIS JAHANAM! KEPARAT!!!” Tiga makian penuh amarah bernada kebencian keluar begitu saja dari mulut Chyntia. Meskipun pita suara serak, ia lantang menyuarkan makian kasar nan pedas serta nama-nama hewan pun tak ketinggalan untuk menggambarkan betapa hinanya perbuatan Jonas padanya.
            Jonas perlahan mengurangi intesitas tamparan pada pipi Chyntia. Kedua pipi Chyntia yang awalnya kenyal, mulus dan putih kini memerah, membengkak dan terlihat darah menitikkan sedikit dari daging pipinya. Wajah cantiknya dipermak Jonas menjadi bengap, babak belur bak menghakimi seorang maling ayam. Lelaki itu tetap menatap dingin pada Chyntia sambil merogoh sesuatu pada kantong jinsnya.
            Chyntia melihat lelaki berkacamata itu menarik sebuah pisau tipis dari dalam kantong jins. Lalu, lelaki itu mendekat, mengarahkan mata pisau tajam itu ke wajahnya. Jonas menekan kuat mata pisau sambil menyayat kulit pipi Chyntia pelan-pelan. Pekik perih terlontar dari mulut perempuan malang itu. Tapi penderitaan yang dia rasakan belum selesai. Lelehan darah mengalir deras dari luka sayat pisau Jonas.
            Jonas melanjutkan sayatan berikutnya di pipi sebelah kiri setelah ia menorehkan luka sayat sebanyak empat kali. Setengah dari wajah perempuan itu tertutupi darah. Chyntia tidak bisa menahan penyiksaan yang dirasa. Ingin rasanya ia membuka mulut saja, membeberkan rencana Anggara dan Fiolina. Jonas sudah melakukan empat luka sayat di pipi sebelah kiri. Antara jerit kesakitan dan air mata penderitaan menjadi simponi indah menyenangkan di daun telinga Jonas dan lelaki bertongkat besi  sedari tadi berdiri sambil memainkan batang kelaminnya.
            “Aku bisa saja menyiksamu lebih lama lagi, Chyntia tapi tak bisakah kita lebih kooperatif?” bujuk Jonas. Ia memberikan jeda sesaat untuk Chyntia menikmati rasa sakitnya seraya menunggu balasan perempuan itu.
            Sekitaran pipi sampai pangkal leher Chyntia dimerahi darah. Wajah perempuan itu mengalami kerusakan hampir 80%. Jonas melirik sedikit arloji Seiko di lengan kanan. Sudah satu menit lebih ia menunggu. Lelaki itu melanjutkan sayatan di bagian kening. Namun terlintas dalam pikiran Jonas membuat perempuan malang itu.
            Lelaki berkacamata itu menekan ujung mata pisau sampai menembus daging bagian kening. Ia menyayat pelan-pelan kemudian berhenti sebentar. Lewat lima belas detik Jonas melanjutkan sayatan di kening Chyntia. Air mata Chyntia meluruh begitu deras tak kuasa menahan pedihnya daging yang tersayat-sayat. Air mata menghapus sedikit darah menempel di wajah perempuan itu. Perempuan malang itu harus menderita cacat seumur hidup. Terlihat ada empat luka menganga di wajah  gadis malang itu. Luka-luka itu masih terlihat baru. Menampakkan jaringan kulit bagian dalam yang memerah.
            Jonas melanjutkan lagi sayatan kedua. Chytia sendiri sudah terlalu lemah untuk menangis. Darah yang begitu banyak keluar membuat dirinya lemas. Untuk merengek saja ia sudah tidak mampu. Ia membiarkan dirinya diam. Antara pasrah dan menyerah akan siksaan tanpa henti dari Jonas.
            “Cukup... Aku... akan memberitahumu.” Dengan napas tersengal dan wajah sepucat kertas tisu, Chyntia berusaha sekuat tenaga menyuruh Jonas berhenti. Lelaki berkacamata itu menyeringai sambil tertawa lepas. Ia menarik tisu yang tersimpan di dalam saku kemejanya lalu mengelap tangan yang berlumuran darah.
            “Nah gitu dong. Coba kalau kamu bilang gini dari tadi, mungkin kamu takkan tersiksa seperti ini.” Chyntia berusaha menarik napas sebisa mungkin. Rasanya ia tidak bisa mengumpulkan oksigen lebih banyak untuk memberi kekuatan dirinya berbicara.
            “Aku... Alvaro dan Fiolina... bekerjasama untuk... menguras habis uang HOVTA dan... Anggara dan Fiolina... bekerjasama... dengan... Alvaro dan Aretha dari Killer Order untuk menghabisi... kalian semua... satu per satu... de-demi balas de-de-ndam.” Chyntia sudah mengeluarkan semua energinya untuk mengatakan kebenaran itu pada Jonas dan Kepala Pimpinan. Mengatakan kalimat yang tidak begitu panjang saja, seperti dirinya dan malaikat maut beradu paksa untuk menarik napas kehidupannya. Pandangan mata Chyntia mulai meredup. Ia bahkan melihat ada dua Jonas dan dua Kepala Pimpinan di hadapannya.
            “Sudah kuduga, Pak Kepala. Aku merasakan firasat buruk sejak pertama kali Bapak mengajak Killer Order bekerjasama dengan kita guna menaikkan suplai organ tubuh untuk kita perjualbelikan. Dan aku malah berpikiran kalau suplai organ tubuh yang kita punya berasal dari anggota HOVTA juga, hehe.” Jonas terkekeh dengan spekulasinya sendiri.
            Chyntia tidak mengerti apa yang maksud perkataan Jonas. Ia sendiri pun sudah mencapai batas bertahan. Akan lebih baik kalau dia segera saja dibunuh daripada hidup dengan kondisi setengah mati. Ia tak dapat berdiri lebih lama. Kedua tungkai kakinya bergetar-getar, tak punya daya lagi.  Tak sanggup lagi bertahan, Chyntia tak mampu mempertahankan posisi berdiri. Kedua lutut kakinya setengah berlutut. Seolah menjadikan udara sebagai tumpuan kakinya.
            “Kau jangan merasa sudah lega dulu, perempuan sialan. Kau masih harus menerima hukuman karena sudah berkhianat pada HOVTA.” Kepala pimpinan dan Jonas berdiri di hadapan Chyntia yang sudah seperti seonggok daging. Mereka berdua tersenyum penuh nafsu kebinatangan. Perempuan itu sendiri tidak apa yang akan dilakukan kedua orang gila itu. Ia sudah menyerahkan nyawanya pada Sang Tuhan jikalau kematian kekal akan menjadi upahnya di akhirat sana.
***
            Perempuan berusia 26 tahun itu memohon ampun pada Fiolina. Akan tetapi Fiolina sendiri menanggapi permohonan si perempuan dengan senyuman sinis sambil menempelkan ujung Colt 911 di keningnya. Suara letupan pistol teredam sedikit ketika peluru sedang menembus tulang tengkorak perempuan malang itu.
            “Target selesai. Sekarang kita tinggal hubungi Chyntia dan mulai menjalankan misi kita,” ketika Fiolina akan mengeluarkan handphone, sebuah pesan masuk ke nomor whatsappFiolina.
            Pesan masuk berasal dari Kepala pimpinan. Fiolina yang merasa penasaran, membuka pesan itu. Bola mata Fiolina terbeliak apa yang terpampang di layar handphone-nya.
            “Anggara...”

No comments:

Post a Comment